Pemelihara Jiwa
Menurut KBBI sesat berarti tidak melalui jalan yang benar; salah jalan; berbuat tidak senonoh atau menyimpang dari kebenaran agama.
Firman Tuhan hari Minggu Paskah IV ini dari 1Pet 2:19-25 berbicara tentang Yesus Pemelihara Jiwa agar kita tidak sesat. Nas ini ditujukan bagi umat Kristiani yang umumnya budak, saat itu menerima perlakuan tidak baik dari penguasa dan umat Yahudi, bahkan tidak sedikit yang lari mengungsi.
Kita juga pasti pernah menderita dengan berbagai alasan: karena dosa-dosa, kelalaian, kebodohan, atau hal-hal lainnya. Tetapi yang penting jangan sampai kita menderita karena tidak tidak taat atau mencari-cari penderitaan itu sendiri mengikuti keinginan daging dan nafsu.
Namun apabila penderitaan yang tidak kita harus tanggung datang, kita mengambil teladan Yesus. “Adalah merupakan kehormatan apabila orang percaya menderita bagi Kristus dan pemberitaan Injil” (2Tim 2:3; 1Pet 3:14; band. Mat 5:10). Kalau penderitaan itu konsekuensi dari pelayanan, maka itu adalah kasih karunia (1Pet 4:13), yakni kita melakukan yang baik dan benar, menerimanya dari Allah untuk melayani-Nya (Luk 12:43; Flp 1:29; 1Pet 4:14).
Yesus memberikan teladan sejak awal pengadilan-Nya hingga perjalanan via Dolorosa: Ia tidak mengeluh, tidak menghujat, melewati semua dengan sabar dan cerdas, bahkan tetap mengasihi mereka yang menghukum-Nya. Ia melaluinya dengan teguh tenang dan penuh keyakinan, bahwa Allah mengendalikan hidup-Nya. Meski “kalah”, hal yang diajarkan-Nya kepada para murid dibuktikan yakni “Kasihilah musuhmu”.
Ada yang menyebut umat Kristen di Indonesia saat ini tengah menderita. Sebelum pilkada yang membuahan puluhan ribu bunga papan, simbol kesedihan baru, kita juga sudah lama dihadapkan pada sulitnya izin membangun gereja, pembatasan bantuan dari luar negeri, larangan penginjilan dan lainnya, sementara dakwah sangat bebas. Tetapi kita selama ini cukup teguh, sabar dan cerdas sehingga semua berjalan baik. Tiba-tiba saja terjadi hingar bingar seolah macan besar yang ada baru bangun tidur.
Mungkin itu terjadi karena kita ingin “memaksakan” kehendak, ingin merebut simbol-simbol, berpikir dan berdalih merebut simbol ibukota itu tanda keterbukaan, kebhinekaan, dan lainnya. Tapi tampaknya Tuhan tidak memberkati keinginan itu. Jangan-jangan, itu bisa bagaikan menara Babel simbol kesombongan. Bahkan respon kita yang terlihat pun, sedikit berbeda dengan ajaran Kristus: tidak ada lagi sikap dan ekpresi “kasihilah musuhmu” dalam semua reaksi itu. Alkitab berkata, “jangan hanya mengasihi orang yang mengasihi kita, sebab kalau demikian itu tidak ada nilainya” (Luk 6:32).
Nas hari Minggu ini mengingatkan agar jangan sesat. Kita diingatkan agar pengikut Kristus yang seharusnya telah mati terhadap dosa, harus hidup untuk kebenaran. Hidup untuk kebenaran telah dimulai di dalam Yesus, dalam pedoman dan kuasa Firman serta berbuah.
Allah melalui kasih-Nya telah mengirim Kristus Sang Gembala untuk memberi pengharapan baru bagi kita umat-Nya. Allah tidak menginginkan seorang pun sesat melainkan diselamatkan. Yesus sendiri sudah mengatakan, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh 10:11). Tujuan semuanya bukan untuk membangun kekuasaan, kesombongan dan ekspresi diri, atau melakukan pemberontakan terhadap mayoritas, melainkan agar kita mampu menghadapi segala kemungkinan cobaan penderitaan dengan Gembala yang mengendalikan masa depan kita. Jangan takut dan kuatir, teguhkan hatimu, Ia pemelihara jiwamu. Selamat hari Minggu dan beribadah, Tuhan memberkati, Amin.
Pdt (Em) Ramles Silalahi, Ketua Umum PGTS. Kabar dari Bukit adalah refleksi Pengurus PGTS kepada anggota yang dipadu renungan firman Tuhan.