Penyelamatan Sisa
“Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk” (Rm 11:25).
Firman Tuhan hari Minggu ini dari Rm 11:1-2a, 29-32 berbicara tentang penyelamatan Israel dan Allah yang tak terselami jalanNya. Kisah Harun dengan lembu emasnya dan Raja Ahab dengan istri pagan kejamnya memberikan gambaran ketidaksetiaan bangsa Israel. Namun dalam kisah itu juga Allah menyatakan kasihNya melalui Musa dan Elia. Oleh karenanya, Rasul Paulus berani mengatakan, tidak semua orang Israel akan diselamatkan. “Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia” (Rm 11:5; band. Yes 4:3). Rasul Paulus mengidentifikasi bahwa ada yang menerima Yesus yang dia definisikan sebagai sisa, termasuk dirinya dan para Rasul serta pemberita Injil pada masa gereja mula-mula. Mereka inilah Israel pilihan sejati (band. Kej 12:1-3; 17:19).
Berita-berita semakin banyaknya anak-anak Tuhan berpaling di wilayah-wilayah yang kita mayoritas, bukanlah sesuatu yang sederhana. Kita dapat bertanya: apakah Allah telah meninggalkan kita? Allah telah mengirimkan Ompu i Nomensen dan para misionaris lainnya ke berbagai wilayah Indonesia – bahkan sejak awal di Indonesia Timur, jelas itu memperlihatkan kasihNya. Kasih itu tidak akan ditarik sebagaimana kasih Allah terhadap bangsa Israel dalam nas minggu ini. Allah bisa saja “mengurung” sebuah bangsa dalam ketidaktaatan dan “belum diberkatiNya”, tetapi itu semua dalam kerangka memperlihatkan kesempatan Ia menunjukkan kemurahan-Nya (ayat 29-31).
Namun kemurahan keselamatan bagi “Israel baru” bukan lagi karena Israel sebagai “bangsa”, tetapi karena iman orang-orang Israel sejati yang ia sebutkan di atas yakni. Hal yang sama, kita diselamatkan bukan karena bagian dari sebuah bangsa (Batak) yang dikasihi melalui misionaris, melainkan melalui iman dan ketaatan pribadi. Kini pertanyaannya: kepada siapa dan pada apa kita menggantungkan solusi masalah berpalingnya tadi, yakni pengharapan kerajaanNya justru diperluas dan ditinggikan?
Banyak orang hanya berwacana menghadapi situasi yang nyata tersebut. Mengkritik itu sesuatu yang baik, tetapi berwacana tanpa pernah melakukan sesuatu dalam hidupnya sebuah solusi, ini yang menjadi masalah besar dan sebuah ironi. Kita perlu merenungkan ayat di depan: stop merasa pandai. Penyakit “pandai ngomong”, sebaiknya dikurangi dengan “pandai berbuat”. Dengan sikap itu, kita memperlihatkan kerendahan hati dan Allah akan mengasihi dan menyelamatkan anak-anakNya.
Memang, “Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya” (Ayb 5:9; 11:7; Mzm 139:6; Pkh 8:17). Apa yang dapat kita pikirkan sebenarnya hanyalah dugaan yang dangkal tentang maksud Tuhan. Kedaulatan Allah mutlak dan menunjukkan betapa Allah tidak bergantung pada manusia (Yes. 40:13; Ayb. 41:11). Oleh karena itu, tidak ada satupun yang pernah menjadi penasehat-Nya (band. Yes 40:13: Yer 23:18; 1Kor 2:16). Tetapi di lain pihak, kita juga melihat ada bagian yang menjadi tanggungjawab kita bersama, sehingga kita nantinya tidaklah sebuah sisa. Lakukan sesuatu sebagai murid sejati, tetaplah berhikmat dan berkarya nyata. Allah menyenangi yang melakukannya dengan diam dan rendah hati. Selamat hari Minggu dan beribadah, Tuhan memberkati, Amin.
Pdt (Em) Ramles Silalahi, Ketua Umum PGTS. Kabar dari Bukit adalah refleksi Pengurus PGTS kepada anggota yang dipadu renungan firman Tuhan.