September 22, 2017 roy

KABAR DARI BUKIT (Edisi 10 September 2017)

Kasih dan Taurat

Kasih terhadap sesama itu dimulai kasih kepada diri sendiri. Mengasihi diri sendiri tidak salah, sepanjang berarti memberi respek dan apresiasi terhadap karunia rohani dari Allah di dalam diri kita. Itu sikap yang baik, mengembangkan pikiran, tubuh, dan potensi diri, seluruh karunia rohani untuk tujuan yang baik bagi Tuhan. Hal yang ditolak Tuhan adalah mencintai diri sendiri berlebihan, narsis, fokus di diri, yang sering menjadi tanpa ujung, tak habis-habisnya.

Firman Tuhan hari Minggu ini dari Rm 13:8-14 berbicara tentang kasih sebagai kegenapan hukum Taurat. Disebut kegenapan, maka jelaslah bahwa kasih adalah inti dan mahkotanya. Makanya saya agak sering kasihan pada orang yang suka berdebat tentang ayat-ayat atau nas Perjanjian Lama. Mereka mempersoalkan arti, hermenetika, makna, membahas bahasa Ibraninya, dan lainnya. Bagi saya semua itu tidak lagi terlalu penting: ditafsir, dibahas, diulek; sebab hakekatnya adalah KASIH. Pertanyaan ujungnya: sudahkah saya dan kita mengasihi Allah dan sesama dengan maksimal dan terbaik?

Dalam ayat 9 disebut: perbuatan berzinah, membunuh, mencuri, mengingini dan bahkan firman lain manapun juga, semua sudah tersimpul: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” Di ayat 10 lebih jelas: “Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.” Kasih di dalam bahasa Indonesia berarti BERI. Kasih artinya memberi. Memberi artinya berkorban, tidak menuntut bagian dan kepentingan kita semata.

Hukum Taurat adalah ekspresi Allah dalam bentuk perintah positip dan perintah larangan/negative (band. Kej 2:17; 1Kor 13:4-6). Perjanjian baru mengatakan Allah adalah kasih (1Yoh 4:8). Kehidupan Kristiani harus mengikuti hukum kasih yang melampaui hukum moral, adat dan negara. Tuhan Yesus menetapkan kasih dan tidak meninggalkan celah kelemahan dalam hukum kasih itu. Saat kasih dibutuhkan, kita harus bisa melewati persyaratan hukum- legalistik dunia dan meniru kasih Allah (band. Yak 2:8,9; 4:11; 1Pet 2:16,17). Tujuan hukum hanya dua, yakni: ketertiban dan keadilan. Oleh karena hukum Allah hakekatnya adalah kasih, maka hukum Taurat pada dasarnya untuk tujuan ketertiban/keberaturan dan keadilan yang berdasarkan kasih.

Rasul Paulus memahami kehidupan di dunia melawan kegelapan bukanlah hal yang mudah. Keinginan tubuh dan daging dan kemampuan iblis menggoda membuat setiap manusia mudah terjerat. Surat Efesus menuliskan, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.” Senjata terang, senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah…. (2Kor 10:3-4; band. Gal 3:27). Itu adalah firman Allah. Bacalah renungan pagi, bertekun dalam segala doa dan permohonan (Ef 6:11-17).

Poin lainnya, pemakaian senjata terang itu hanya efektip bekerja apabila kita meninggalkan perbuatan kegelapan. Ada roh pertobatan dan kerinduan kembali ke jalan Tuhan. Waktu sudah sangat sempit, jangan terlena dan terlelap. Bangun dan sigaplah. Ini seperti Doa Bapa Kami: “datanglah kerajaan-Mu”. Oleh karenanya diingatkan melalui firmanNya, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1Yoh 3:18). Maka, wujudkanlah kasih (Yoh 13:34; Kol 3:14) dan itu sudah menjalankan hukum Taurat. Berilah, berkorbanlah, dan bukan (hanya) minta, dan meminta. Selamat beribadah Minggu, Tuhan memberkati, Amin.

Pdt (Em) Ramles Silalahi, Ketua Umum PGTS – Gaja Toba

Hubungi Kami

Tanyakan pada kami apa yang ingin anda ketahui!