Tumpang Tangan
Hari ini adalah Minggu peringatan pembaptisan Tuhan Yesus. Firman Tuhan yang menjadi renungan Kis 8:14-17 berbicara tentang kisah tanah Samaria yang telah menerima firman Allah, tetapi Roh Kudus belum turun di atas seorang pun di antara mereka. Padahal,
dua rasul yakni Petrus dan Yohanes telah berdoa bagi mereka supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Mereka bahkan sudah dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kemudian kedua rasul menumpangkan tangan di atas orang-orang Samaria, lalu mereka menerima Roh Kudus (ayat 14-17).
Pertanyaan yang muncul mengapa harus ada tumpang tangan? Apakah dengan doa saja tidak cukup untuk mendapatkan kuasa sehingga Roh Kudus diam dan bekerja pada seseorang? Tumpang tangan sudah ada sejak zaman PL dan itu dilakukan oleh para imam dalam pelbagai upacara, khususnya untuk berdoa (1Raj 8:54) dan memohon berkat Tuhan (Im 9:22; Luk 24:50). Tetapi orangtua juga sering tumpang tangan, seperti Yakub memberkati anak-cucunya (Kej 48:8-20). Tuhan Yesus juga memberkati anak-anak yang dibawa kepada-Nya (Mrk 10:16; Mat 19:13-15) atau pada orang sakit (Mrk 5:23; Mat 9:18; Luk 4:40).
Kita juga sering melihat penumpangan tangan dalam peneguhan panitia dan pejabat gerejawi. Ini sama dengan Musa yang menumpangkan tangannya saat Yosua diteguhkan sebagai penggantinya (Bil 27:18-23; Ul 34:9, band. 2Tim 1:6). Maka terlihat bahwa fungsi dan makna penumpangan tangan sangat penting sejak dahulu, dan merupakan simbol kuasa dan berkat rohani yang turun dari Allah kepada orang yang ditumpang tangan (band. Mrk 5:30)
Tujuan dari semua itu yakni Roh Kudus diam dan bekerja dalam diri orang tersebut. Maka kita yang sudah dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus oleh hamba Tuhan perlu mengingat dan memahami itu dengan baik. Tidak ada yang dapat memindahkan atau menghalau. Terlebih bagi para pengerja gereja atau organisasi yang menyatakan dirinya Kristiani dan ada tumpang tangan. Buah-buah karya Roh Kudus harus terlihat dalam kehidupan sehari-hari yakni: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal 5:22-23).
Orang yang hidup oleh Roh Kudus tidak suam-suam kuku. Tidak terlihat semangat dan kuasa yang bekerja dalam dirinya. Sama seperti teguran kepada orang-orang kristiani di Laodikia yang tidak panas dan tidak dingin (Why 3:14-22). Mereka tidak menjadi sumber berkat dan kesegaran bagi orang lain. Tidak menjadi pendorong semangat, sukacita, dan pengharapan bagi sesama. Allah sangat tidak menyukainya. Maka tetaplah semangat dan terus berbuah, sebab Roh Allah diam dalam diri kita. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.
Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Umum Gaja Toba