KABAR DARI BUKIT (Edisi 30 Maret 2025)

RAHASIA DOSA DIAMPUNI

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan” (Mzm. 32:1-2a)

Pernah melakukan kesalahan kepada orang lain dan kemudian dimaafkan? Lega bangat, tentunya. Begitu jugalah perasaan kita bila Tuhan mengampuni semua kesalahan yang kita lakukan. Semua kita pastilah pernah berbuat salah – baik sengaja atau tidak sengaja, direncanakan atau respon spontan, yang menyakiti hati sesama dan Tuhan; dan itu adalah dosa, melanggar perintah Allah. Oleh karena itu Alkitab berkata, semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23).

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 32, ada 11 ayat. Ini merupakan nyanyian pengajaran Daud setelah ia mengakui dosanya kepada Tuhan (ay. 5-6). Tadinya ia menyembunyikannya, dan dampaknya ia merasakan beban yang berat: “tulang-tulangku menjadi lesu / karena aku mengeluh sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas” (ay. 3-4, 10a).

Memang kadang orang mau menyembunyikan dosanya kepada Tuhan dan sesama, dengan alasan rasa malu, takut dihukum, merasa jatuh harga diri yang dilandasi rasa sombong. Padahal, menyimpan semua itu ibarat menggendong beban sampah atau kotoran dalam menjalani hidup, yang mestinya bisa dilepas dan dibuang. Apalagi sampai merasa bangga melakukan dosa, misalnya berhasil mencuri uang kantor yang besar, atau memukuli seseorang yang sebenarnya tidak bersalah padahal bisa diselesaikan dengan baik atau jalur hukum. Itu bukanlah sifat kristiani yang menonjolkan ego dan kehebatan diri, penggunaan kekuasaan yang menyimpang, bahkan penyaluran sakit hati dan dendam yang salah. Ini sebenarnya memperlihatkan kelemahan moral, dampak kurangnya hubungan erat dengan Tuhan yang penuh kasih. Kadang ada juga alasan lain, seseorang tidak mau mengaku dosanya karena pengaruh orang lain, oleh karenanya hati-hatilah dalam bergaul dan berteman.

Mengaku dosa adalah sesuatu yang baik dan positif; kita berarti melepaskan beban yang tidak perlu. Untuk itu kita hanya perlu mengakui secara jujur dan tidak menyangkal (1Yoh. 1:8-10). Kedua, kita juga mengungkapkan penyesalan dalam dan mengakui kelemahan diri. Ketiga, berusahalah menyelesaikannya dengan orang yang kita sakiti atau rugikan (Mat. 6:14-15). Bila tidak direspon, maka tugas kita adalah berdoa dan bersabar, pasti akhirnya indah pada waktunya.

Semua ini tentunya dibungkus dengan iman dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat yang telah menebus dosa-dosa kita dengan darah-Nya (Rm. 10:9-10, Ef. 2:8-9). Selanjutnya, kita perlu berjanji akan berubah dan terkendali mengikuti firman-Nya sebagaimana nas miimggu ini mengingatkan, “Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang (ay. 9; Kis. 3:19; Luk. 24:47).

Ketika mengaku dosa dan berjanji, maka kita akan merasakan aman dan damai sukacita (ay. 7; Rm. 5:1), ada kelegaan di hati (ay. 1-2, 10; 1Pet. 5:7), dosa kita telah ditebus di dalam iman (1Yoh. 1:9, Rm. 4:6-8), serta Roh Kudus semakin menguasai hidup kita yang tampak pada perubahan sikap dan cara pandang (ay. 8; 2Kor. 5:17, Ef. 4:22-24).

Kita lihat Raja Daud setelah mengaku dosanya, mengatakan: “Bersukacitalah dalam Tuhan / dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!” (ay. 11). Itulah rahasia indahnya hidup yang diampuni dosanya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Berdosa kepada Tuhan dan kepada Manusia (Luk 15:1-3, 11b-32) dan Menjalani Kehidupan (Yos. 5:9-12), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 23 Maret 2025)

RINDU HADIRAT TUHAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Ya Allah, Engkaulah Allahku, pagi-pagi aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku letih merindukan Engkau” (Mzm 63:2a TB2)

Seperti rusa yang haus/Rindu aliran sungai-Mu/Hatiku tak tahan menunggu-Mu
Bagai padang gersang/Menanti datangnya hujan/Begitu pun jiwaku, Tuhan….

Saya dan mungkin banyak orang sering terbawa suasana sentimental tatkala menyanyikan pujian di atas, sama seperti lagu di bawah yang keduanya diinspirasi dari Mazmur 42 tentang kerinduan akan kehadiran Tuhan dalam hidup kita.

S’perti rusa rindu sungai-Mu/Jiwaku rindu Engkau/Kaulah Tuhan hasrat hatiku/Kurindu menyembah-Mu …. Yesus, Yesus Kau segalanya bagiku….

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 63:1-8. Seperti Mzm. 42, Mazmur ini juga berbicara tentang kerinduan Daud akan hadirat Tuhan dalam situasinya yang sulit tatkala dikejar-kejar oleh Raja Saul yang ingin membunuhnya. Memang ada beberapa Mazmur yang dituliskan oleh Raja Daud tentang kerinduan yang sama, Mzm. 27:4 tentang dambaan “tinggal di Rumah Tuhan seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya” (bdk. Mzm. 84:1-2; 1Sam. 23:14-16; 2Sam. 6:14-15).

Perasaan rindu tentu saja datang bila memiliki pengalaman yang menyenangkan dan indah mengenangkan. Jika pengalaman bersama malah sebaliknya, membuatnya tanpa kesan apalagi menimbulkan rasa tidak suka dan sakit hati, kerinduan tidak akan muncul. Oleh karena itu nasihat bagus ialah membuat setiap momen kebersamaan dalam hidup menjadi sesuatu yang istimewa dan indah, apalagi hal itu dengan orang-orang terdekat dan tercinta. Jangan merusaknya!

Kerinduan Raja Daud bukan hanya saat situasi sulit meminta pertolongan. Jangan seperti yang dikatakan orang, justru di rumah sakit tempat paling banyak doa-doa dinaikkan dan lebih sungguh-sungguh. Raja Daud juga mengekspresikan kerinduannya pada situasi sukacita atas datangnya berkat dan sukacita, seperti Mzm. 16:8-11; 21:1-2. Bahkan pada nas minggu ini dikatakan, Daud rindu hadirat Tuhan karena ingin memandang dan melihat kekuatan dan kemuliaan-Nya, memegahkan dan memuji-Nya seumur hidupnya (ay. 3-5).

Tentu bagi kita yang merasa belum memiliki hubungan dekat dengan Tuhan, perlu membuka mata hati dahulu akan kebesaran dan Maha kuasa-Nya dan mengakui keterbatasan manusia dalam menghadapi (segala) masalah dalam kehidupan. Kerendahan hati akan membangun hubungan yang erat dan intim dengan-Nya. Ekspresikan kerinduan kita melalui doa atau pujian akan hadirat Tuhan dalam hidup kita, baik dalam suka maupun duka, saat berkat dan kehilangan, kiranya Tuhan akan hadir dan Tuhan memberi kelepasan dan kepuasan (Mat. 11:28-30; Mzm. 55:2; Flp. 4:6-7).

Tuhan selalu menjawab kerinduan anak-anaknya sebagaimana Ia menjawab Daud. Ada banyak cara Tuhan menjawabnya, yakni melalui penglihatan dan mimpi (1Sam. 23:11, 2Sam. 7:4-17), pesan melalui hamba-Nya tentang kehendak-Nya (1 Sam. 28:6, 2Sam. 7:1-17), tanda-tanda kehadiran-Nya (1Sam. 17:45-47, 2Sam. 6:12-15) dan tentunya lewat pengalaman pribadi sebagaimana Daud selamat dari tangan jahat Saul (1Sam. 23:14-16).

Mari kita lebih dekat dengan-Nya dan tidak perlu khawatir. Tuhan Mahaadil dan setia (Mzm. 145:17, 1Yoh. 1:9), Ia mendengar doa semua orang (Mzm. 65:2, 1Pet. 3:12) dan selalu memberikan jawaban tepat di saat yang tepat (Mzm. 138:8, Yer. 29:11). Hanya untuk itu diperlukan iman dan ketaatan (Ibr. 11:6, Mrk. 11:22-24), persekutuan, doa yang tulus dan sungguh-sungguh (Mzm. 51:17, 1Pet. 3:12), menjadikan Dia naungan dan andalan pertolongan, serta jiwa kita melekat kepada-Nya (ay. 7-8). Terakhir, berupayalah menjalani kehidupan yang seturut dengan firman-Nya. Nyatakan: Yesus, Yesus, Kau segalanya bagiku…! Sulit? Yah, gampang jika sudah dimulai.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Adakah Kesempatan Kedua? (Luk 13:1-9) dan Israel dan Peringatan (1Kor. 10:1-13), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 16 Maret 2025)

TELADAN DAN MENTOR SORGAWI

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Sebab, kewargaan kita terdapat di dalam surga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat” (Flp. 3:20 TB2)

Penulis dan pemikir kepemimpinan John C. Maxwell mengatakan dalam bukunya “The 21 Irrefutable Laws of Leadership” bahwa “meneladani orang lain yang sukses adalah cara untuk menjadi sukses sendiri.” Stephen Covey dalam bukunya yang populer “The 7 Habits of Highly Effective People” juga mengatakan bahwa “meneladani orang lain yang efektif adalah cara untuk menjadi efektif sendiri.”

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Flp. 3:17-4:1. Judul perikopnya “Nasihat-nasihat kepada jemaat”; menyangkut pentingnya mengikuti teladan yang baik dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Ada banyak yang memberi contoh buruk bahkan hidup dengan topeng namun dibaliknya penuh bopeng.

Tujuan hidup kita adalah menjadi serupa dengan Kristus (1Yoh. 2:6; Flp. 2:5-8; Ef. 5:2). Rasul Paulus menjelaskan hal itu tidak mudah. Ada banyak yang “hidup sebagai seteru salib Kristus. Ilah mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi.” Namun, “kesudahan mereka ialah kebinasaan” (ay. 18-19).

Nas minggu ini mengingatkan, kita orang percaya adalah warga sorgawi; kewargaan kita adalah ganda: KTP dunia dan KTP sorga. Arah hidup kita dalam iman yakni menantikan kedatangan Tuhan Yesus (ay. 20). Oleh karena itu, janganlah sampai hidup kita penuh cacat saat kedatangan-Nya kembali atau saat ajal menyambut kita dipanggil terlebih dahulu. Orang percaya harus berdiri teguh, jangan tergoda dan terbawa kehidupan dunia yang tidak berkenan kepada Tuhan (ay. 4:1).

Nasihat minggu ini menekankan pentingnya memiliki teladan atau panutan. Selain Kristus yang kita jadikan panutan utama, nas ini juga memberi nasihat untuk menjadikan Rasul Paulus sebagai teladan (ay. 17a). Maksud Paulus bukan untuk menyaingi Kristus, namun meneladani hidupnya sebagai seorang Kristen yang taat dan setia kepada Yesus Kristus, seperti dituliskannya pada bagian lain: “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1Kor. 11:1).

Rasul Paulus juga mengatakan perlu meneladani orang lain yang hidupnya sama seperti dia (ay. 17b). Mereka bisa kita dapatkan dari lingkungan kita. Panutan hidup kita pilih dengan selektip, misalnya: orangtua, guru, pendeta jemaat, sahabat dekat, pemimpin atau tokoh inspiratif dari buku-buku. Melalui kehidupan mereka, kita belajar menerapkan cara yang sesuai dengan pribadi dan situasi untuk mengembangkan karakter diri, mengasah keterampilan dan pengetahuan, mendapatkan inspirasi dan motivasi sehingga hidup kita mendekati serupa dengan mereka dan bahkan lebih baik lagi.

Untuk itu perlu langkah-langkah yang dilakukan, yakni mempelajari kehidupan mereka melalui pengamatan, melalui buku atau informasi lainnya. Tentu tidak mungkin semua hidupnya kita teladani; dipilih yang relevan saja, seperti kerja kerasnya, gaya kepemimpinannya, penanganan masalah, cara berbicara, sikap mengasihi, berdoa, dan lainnya. Itu pun tidak hanya di simpan di kepala, perlu dibuat rencana aksi untuk menerapkannya dalam hidup kita, serta dilakukan evaluasi. Kadang, perlu bertanya kepada ahli yang kita pilih sebagai mentor, sebab hidup dan persoalan tidak selalu hitam putih. Mengandalkan pikiran sendiri dapat salah arah.

Tidak ada kata terlambat untuk memilih teladan hidup saat ini dan mencari mentor rohani kita. Dan kita pun dapat sebagai teladan bagi orang lain.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Yerusalem, Engkau yang Membunuh Nabi-Nabi (Luk 13:31-35) dan Kekuatan Percaya (Kej. 15:1-12, 17-18), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 9 Maret 2025)

LAIN DI MULUT LAIN DI HATI

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (Rm. 10:10)

Rano Karno yang saat ini sebagai Wakil Gubernur Jakarta, pernah membawakan lagu yang sangat populer berjudul “Lain di Bibir Lain di hati”. Lagu ini juga dibawakan banyak penyanyi lain. Liriknya bernada sakit hati dan mengekpresikan rasa benci terhadap kekasih, yang tega membagi cinta, pandai bersandiwara, lain dibibir dan lain pula di hati.

Firman Tuhan hari Minggu ini Rm. 10:8-15 berbicara tentang hubungan erat dan berkaitan antara firman, iman dan pengakuan. Paulus mengutip hal yang disampaikan Nabi Musa kepada umat Israel, yakni “Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu” (ay. 8; Ul. 30). Artinya, firman perintah Allah itu telah diberikan melalui Musa dan juga Yesus membuat sangat dekat, menyatu dengan diri kita sehingga kita dengan mudah menerima dan memahaminya. Tidak ada alasan untuk mengabaikannya, yang tentunya memiliki konsekuensi kita kehilangan arah dan masuk terjerumus ke dalam kematian kekal dan penghakiman.

Iman berarti percaya dalam hati bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Paulus menjelaskan iman ini yang membawa kepada keselamatan (ay. 11-12). Dalam hal ini tidak ada perbedaan bagi Yahudi dan yang lain, “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan” (ay. 13).

Namun juga diingatkan bahwa iman yang sudah dekat di hati tersebut, tidak cukup hanya dengan pengucapan dalam ibadah melalui Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari; mewujudnyatakan firman dalam kehidupan sehari-hari yang membuat hidup kita sesuai dengan kehendak Allah. Pengakuan juga perlu diberitakan, disebarluaskan agar orang lain juga menerima dan pengakuan iman tersebut menghasilkan buah. Nas minggu ini memberi alasan yang kuat, “Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? (ay. 14-15).

Dengan dasar yang sama kitab Yakobus menuliskan, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.
Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin” (Yak. 1:22-23). Bahkan kemudian ditegaskan, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yak. 2:26).

Kita boleh saja tidak peduli atas keselamatan orang lain; berpikir yang penting saya selamat. Namun semua itu memperlihatkan bahwa sebenarnya kita tidak mengenal Allah yang Firman hidup. Ini menunjukkan kita tidak dekat dan memahami dasar kita diselamatkan oleh anugerah. Seperti ayat pembuka di atas, “dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (ay. 10). Janganlah lain di mulut lain pula di hati. Resikonya, tidak akan ada upah dan damai sejahtera sejati. Dan kita bisa terkaget-kaget kelak di masa penghakiman, Tuhan berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat. 7:23). “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mat. 13:9).

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari Minggu I Prapaskah ini dengan tema: Menang Melawan Pencobaan Iblis (Luk 4:1-13) dan Persembahan Sulung (Ul. 26:1-11), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 2 Maret 2025)

MEMBUKA SELUBUNG KEMULIAAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (2Kor. 3:18)

Tentu tidak enak rasanya jika kita disebut sebagai kafir, apalagi oleh orang seiman dengan kita. Alkitab terjemahan baru (edisi 1) memang menggunakan kata “kafir” baik dalam Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB), yakni pada Bil. 23:9, Mat. 5:22 dan Gal. 2:14. Namum pada terjemahan baru (edisi 2) yang diterbitkan oleh LAI, kata “kafir” telah diganti dengan istilah lain yang maknanya sama. Kafir sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya tertutup, terselubung, dalam arti tidak menerima doktrin yang dianut pengikutnya.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu Transfigurasi yang berbahagia ini adalah 2Kor. 3:12–4:2. Nas ini berbicara tentang pelayanan Rasul Paulus (ay. 12; 4:1-2) dan keberaniannya untuk memberitakan Injil, serta menjelaskan perbedaan Nabi Musa dengan dirinya. Setelah perjumpaannya dengan Tuhan, Musa menyelubungi mukanya yang bersinar saat turun dari Gunung Sinai. Ia menutupi wajahnya agar umat Israel tidak melihat kemuliaan Allah yang diterimanya dan bersifat sementara (ay. 13-14; Kel. 34:29-35). Oleh karena itu, dengan terselubung, pikiran orang Israel menjadi buta, tumpul, hati mereka tertutup sehingga tidak dapat memahami firman Tuhan sepenuhnya. Menurut Paulus, hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya, itupun apabila hati mereka berbalik kepada Kristus (ay. 14-16).

Kita tahu agama Yahudi sampai saat ini masih tetap agama tertutup. Keselamatan yang mereka imani bukanlah bagi bangsa-bangsa lain, melainkan hanya bagi mereka sebagai bangsa pilihan Allah. Ini berbeda dengan keselamatan melalui Kristus (doktrin PB), anugerah dari Allah tersebut terbuka bagi semua bangsa. “Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya” (Rm. 10:12).

Berikutnya nas minggu ini menjelaskan, “Tuhan adalah Roh, dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan” (ay. 17). Kemerdekaan dimaksudkan bukan kebebasan mutlak, melainkan kemerdekaan dari kuasa dosa yang telah menjerat manusia. Kemerdekaan yang diberikan membuat orang percaya tidak terikat pada aturan legalistik hukum Taurat menurut tafsir manusia, melainkan kemerdekaan hidup sesuai kehendak Allah yang dinyatakan dalam hati orang percaya dengan tuntunan Roh Kudus. Allah berkehendak agar melalui kehidupan orang percaya yang sudah dimerdekakan, kemuliaan yang datang dari Tuhan, setiap yang percaya diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar (ay. 18). Itulah makna transfigurasi dalam minggu ini, dalam arti ada perubahan rupa dan kehidupan.

Jeratan dosa dan ketidakpercayaan terhadap Kristus, membuat hati dan pikiran terselubung; itu merupakan kekafiran. Ini berlaku juga bagi mereka yang mengaku percaya namun tidak melakukan perubahan dalam dirinya. Proses transformasi dari “kemuliaan awal kepada kemuliaan penuh,” melalui perubahan diri yang terus-menerus, haruslah terjadi pada setiap orang percaya untuk menuju gambaran Kristus dalam dirinya.

Rasul Paulus juga mengingatkan, mereka yang terbuka hatinya akan masuk dalam pelayanan dengan jujur, berani, tidak licik tersembunyi dan memalukan, bahkan didasari pengharapan yang penuh dan tidak pudar (ay. 12; 4:1-2). Melalui Kristus, kita akan memperoleh kebenaran Allah yang sejati dan melihat kemuliaan-Nya dengan perubahan hidup. Roh Kudus akan setia menuntun kita menjalaninya. Terpujilah Bapa sorgawi atas kasih-Nya yang besar.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari Minggu Transfigurasi dengan tema: No Gain Without Pain (Luk 9:28-36) dan Transfigurasi dan Transformasi (Kel. 34:29-35), silahkan klik www.kabardaribukit.org

Hubungi Kami

Tanyakan pada kami apa yang ingin anda ketahui!