KABAR DARI BUKIT (Edisi 27 April 2025)

KEPEDULIAN DAN KEBERSAMAAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka” (Kis. 4:34, TB2)

Dua bulan lalu saya berwisata ke Russia, ingin melihat fenomena alam aurora berupa cahaya indah berwarna-warni di langit yang hanya ada di kutub Utara dan Selatan. Dalam perjalanan tersebut saya berkesempatan bertanya kepada para pemandu wisata: Enakan mana, era saat dikuasai Partai Komunis dengan sekarang yang terbuka liberal? Umumnya mereka menjawab lebih enak dulu. Meski untuk mendapatkan makanan harus memakai kupon dan antri, tetapi dulu hal lain seperti pendidikan anak-anak lebih terjamin; semua gratis. Saat ini mereka banyak tidak mampu membayar mahal untuk mendapatkannya.

Firman Tuhan bagi kita pada hari Minggu ini adalah Kis. 4:32-35. Judul perikopnya: Cara hidup jemaat. “Kumpulan orang yang telah percaya itu sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun berkata bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” (ay. 32). Ini bagaikan sistim ekonomi sosialis, berciri kepemilikan bersama alat produksi, pemerataan ekonomi, pendidikan gratis, dan kesenjangan sosial dan ekonomi yang rendah. Memang ada harga untuk itu, yakni kebebasan pribadi berkurang, kebersamaan yang utama, dan semua diatur dari pusat. Namun kekristenan dasarnya adalah kasih dan kesediaan berkorban, bukan paksaan dengan ancaman hukuman seperti sosialisme.

Kembali kepada nas, cara hidup jemaat ini memberi dampak positif bagi semua. “Tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka. Sebab, semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki para rasul, lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya” (ay. 34-35).

Tentu kita bisa berdalih, itu jemaat kecil di masa mula-mula. Jemaat besar pasti susah menerapkannya. Betul, namun semangat kepedulian dan kebersamaan baiknya dipertahankan. Tuhan Yesus berkata, “Sebab orang-orang miskin selalu ada padamu” (Mat. 26:11a; Mrk. 14:7). Pada bagian lain dituliskan, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang telah kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25:40).

Jemaat mula-mula di tengah keterbatasannya, malah misi penginjilan tetap berjalan bagus. Bersama dukungan jemaat dan “Dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam anugerah yang melimpah-limpah” (ay. 33). Inilah melengkapi tiga misi gereja dan kita orang percaya, yakni persekutuan (koinonia), pelayanan sosial (diakonia), dan pekabaran Injil (marturia), yang mesti dilakukan berimbang. Bila fokus pada ibadah dan persekutuan saja, dengan mengabaikan dua misi lainnya, maka gereja tidak utuh keberadaannya.

Prinsip berimbang hanya dapat diukur dari sumber daya yang dipakai, seperti tenaga pelayan, waktu, dan dana. Gereja yang baik tentunya sumber daya yang diperoleh dari persembahan jemaat, dipakai berimbang untuk ketiga misi tersebut. Sayangnya, dari penelitian disertasi saya untuk S3, gereja-gereja arus utama (seperti HKBP, GKI, GPIB, dll.) hanya mengalokasikan dana persembahan sekitar 10-15% untuk pelayanan sosial dan pekabaran Injil; sementara gereja-gereja kharismatik lebih kecil umumnya dibawah 5%.

Mari kita tingkatkan kepedulian dan kebersamaan. Cakupan gereja bukanlah sebatas dinding gedung, tetapi semua anggota jemaat dengan sekeliling rumahnya dan tempat kerjanya, bahkan lebih luas. Kita ingat pernyataan Alkitab: “karena siapa yang tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya” (1Yoh. 4:20). Tetaplah peduli.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Meyakinkan Sang Peragu (Yoh 20:24-29) dan Saksi Kristus (Kis. 5:27-32), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 20 April 2025) – MINGGU PASKAH

KASIH YANG SELAMA-LAMANYA

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (Mzm. 136:1)

Setiap orang mestinya mensyukuri diberi kehidupan di dunia ini khususnya kita yang tinggal di Indonesia. Allah menciptakan alam yang indah dan tanah yang relatif subur. Bersyukur itu tidak tergantung pada situasi kita sesaat: sedang sakit, banyak persoalan, merasa miskin, berpikir tidak memiliki harapan, dan lainnya. Juga tidak tergantung kepada situasi bangsa kita yang belum menjadi negara maju; semoga bisa terwujud di tahun Indonesia Emas 2045.

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu Paskah hari sukacita ini diambil dari Mzm. 136:1-9, 23-26. Mazmur ini diperkirakan ditulis oleh Raja Daud, dan diberikan kepada orang Lewi agar dapat dipakai sebagai nyanyian syukur dan pujian pada ibadah di Bait Allah. Nas kita merupakan bagian pembuka dan penutup Mazmur ini.

Kebahagiaan dan rasa syukur memang berhubungan erat. Namun kesedihan dan adanya pergumulan dalam hidup sebaiknya tidak menghalangi kita untuk bersyukur. Banyak hal positif yang dapat kita peroleh dengan bersyukur, seperti mengurangi kecemasan dan khawatir, lebih fokus dan jernih dalam melihat situasi, meredakan emosi, mengembangkan sikap positif termasuk hubungan yang lebih baik dengan pihak lain dan tentunya Tuhan.

Untuk itu perlu menghilangkan rintangan agar mudah bersyukur. Misalnya, evaluasilah pengharapan kita – jangan terlalu tinggi apalagi di jangka pendek. Mulailah mensyukuri hal-hal kecil, jangan membanding-bandingkan, sadar akan kekurangan dan buang pikiran negatif, lihatlah hal baik di masa lalu, dan bila perlu berbicara dengan ahli dan profesional. Bersyukur sama seperti menjadi bahagia, itu adalah pilihan, sikap hidup, dan tergantung kepada kita.

Mazmur ini dengan tepat menguraikan dasar kita bersyukur kepada Allah, yakni: Pertama, kasih adalah sifat dasar dan ciri Allah dan kasih setia-Nya sampai selama-lamanya (ay. 1-3); Kedua, Allah adalah pencipta segala sesuatu di alam semesta ini. Meski proses atau jalan yang kita lalui seolah tampak natural atau alamiah, namun selalu ada campur tangan Allah dalam proses tersebut (5-9).

Dalam nas berikutnya dijelaskan bahwa Allah adalah Penyelamat. Ia tidak menginginkan manusia menjadi binasa. Umat Israel telah beberapa kali diselamatkan baik dengan cara biasa maupun yang spektakuler – dibebaskan dari Mesir. Oleh karena itu Allah selalu menjadi Penyelamat (ay. 10-22). Pengorbanan, kematian dan kebangkitan Yesus merupakan bukti kasih setia-Nya bagi kita yang percaya kepada-Nya.

Bagian akhir renungan menegaskan bahwa Allah adalah Pemelihara. Ia selalu setia dan mengingat saat kita terpuruk dan tidak membiarkan kita jatuh tergeletak apalagi oleh lawan kita, sepanjang kita mengandalkan Dia (ay. 23-24). Percayalah akan pertolongan-Nya dan jangan putus asa apalagi mengambil jalan pintas mengakhiri hidup. Dia juga yang memberikan makanan dan minuman yang secukupnya setiap hari sebagaimana Doa Bapa Kami (ay. 25). Kasih setia-Nya sampai selama-lamanya yang membuat hidup itu indah dan layak diperjuangkan. Hanya mereka yang menghargai hidup yang membuat hidup itu indah.

Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya, itulah dasar kita bersyukur dan layak memuji yang memperlihatkan kebesaran dan kemuliaan-Nya, Allah semesta langit (ay. 26). Bersyukurlah.

Selamat Paskah dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Kebangkitan Yesus Meneguhkan Iman Kita (Yoh 20:1-18) dan Paskah dan Dunia Baru (Yes. 65:17-25), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 18 April 2025 – JUMAT AGUNG)

PENANGGUNG PENYAKIT DAN SENGSARA KITA

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (Yes. 53:6)

Firman Tuhan bagi kita pada Jumat Agung, hari besar umat Kristiani ini, diambil dari Yes. 52:13-53:12. Judul perikop ini: Hamba TUHAN yang menderita.

Nabi Yesaya sangat jelas dan tepat menuliskan nubuatan tentang datangnya Juruselamat manusia. Namun gambaran hamba Tuhan yang diberikan, bukanlah seperti yang dipikirkan oleh umat Israel. Allah ingin membalik cari pikir mereka, yang beranggapan bahwa Raja dan Mesias yang datang tipikal Raja Daud atau pahlawan dalam mitos. Allah memiliki maksud tentang hal itu, menegaskan bahwa kadang-kadang yang dipikirkan manusia tidak selalu sama dengan pikiran Allah. “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yes. 55:8).

Hamba Tuhan yang datang tidak tampan dan tidak semarak; gambaran kesederhanaan-Nya. Penderitaan-Nya dituliskan begitu rinci dan buruk: seperti bukan manusia lagi, sehingga orang menutup muka ketika melihat dia (ay. 52:14; 53:2b, 3). Itu terjadi karena Ia tertikam, dihina, dianiaya, penuh kesengsaraan, tetapi membiarkan diri-Nya ditindas dan tidak membuka mulut seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian (ay. 53:7). Sebuah sikap hidup berserah tanpa banyak keluhan yang layak kita teladani.

Ironisnya, semua itu terjadi bukan karena kesalahan-Nya. “Sesungguhnya penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya…. Dia ditikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (ay. 53:4a, 5).

Sangat jelas bahwa hamba Tuhan yang digambarkan nabi Yesaya adalah Yesus Kristus. Proses peradilan yang panjang dan tidak adil dihadapi Tuhan Yesus, termasuk cuci tangan Pilatus dan saling lempar tanggungjawab, yang membuat penderitaan Yesus semakin berat. Tetapi ini meneguhkan iman kita bahwa tidak ada pemimpin agama lain yang mati bagi pengikut-Nya dan bahkan mati disalib. Itulah Yesus yang mati tersalib penanggung dosa-dosa kita.

Ia turun dari sorga dan mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba menjadi sama dengan manusia (Flp. 2:6-7). Tuhan Yesus menyadari akan melewati penderitaan yang tidak tertahankan, sehingga Dia sampai mengatakan, “biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku”, dan kemudian ditambahkan-Nya, “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat. 26:39). Ini menjadi teladan bagi kita tentang kesetiaan-Nya (Flp. 2:8).

Yesus harus mati agar kita hidup kekal (Yoh. 3:16). Manusia masih terus berbuat dosa yang upahnya maut. Sesuai prinsip penebusan, harus ada pengganti korban agar yang percaya selamat (Rm. 6:23; Ef. 1:7). Ada darah yang tercurah, dan tentu terutama didasari oleh penyesalan dan pertobatan (Im. 1-7; 2Taw. 29:23; 1Yoh. 2:2). Dengan penyesalan dan pertobatan, maka kita layak mendapat pengampunan atas dosa-dosa yang dilakukan (Kol. 1:14).

Kasih dan keagungan Tuhan Yesus itulah yang kita peringati di Jumat Agung ini. Respons terbaik kita yakni terus memuliakan dan ikut melayani Dia melalui kesaksian tentang kasih dan kuasa-Nya dan menjadi berkat bagi orang lain. Dan Ia berpesan, agar kita memperingati, merayakan, dan menerima tugas tanggungjawab tersebut dengan mengikuti perjamuan kudus (1Kor. 11:23-26).

Selamat beribadah dan mengikuti perjamuan kudus.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Dari Perjamuan Malam hingga Golgota – Via Dolorosa (Yoh 18:1-19:42) dan Kita Mempunyai Seorang Imam Besar (Ibr. 10:16-25), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 13 April 2025)

BATU YANG BERTERIAK

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Jawab-Nya: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, batu ini akan berteriak” (Luk. 19:40)

Hari Minggu ini gereja-gereja akan dipenuhi daun palem. Umat Katholik bahkan sudah membawanya dari rumah dan berjalan menuju gereja, seolah membayangkan mengelu-elukan Tuhan Yesus dengan sorak sorai yang lewat di jalan itu. Semoga demikanlah hati dan semangat kita semua.

Firman Tuhan bagi kita memasuki Minggu Sengsara ini adalah Luk. 19:28-40; sebuah kisah Tuhan Yesus saat meneruskan perjalanan-Nya menuju Yerusalem menjelang akhir hidup-Nya. Sambutan umat begitu besar, antusias, memperlakukan-Nya sebagai Raja. Tentu ini didasari oleh pengalaman mereka melihat hal yang dilakukan Yesus sebelumnya. Begitu banyak mukjizat dilakukan, kuasa-Nya yang besar, dan kasih-Nya terhadap orang-orang berkebutuhan. Ini diperkuat lagi pengharapan umat Yahudi akan Mesias yang sudah lama dinantikan, sebagai penggenapan nubuat-nubuat yang disampaikan oleh para nabi.

Namun pengharapan Mesias umat Yahudi terhadap Yesus sebagai Raja dan pemimpin massa, yang membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, ternyata salah. Yesus memasuki Yerusalem sebagai Raja Damai. Ia memberikan sinyal dengan tidak menunggangi kuda sebagai lambang kekuatan dan perlawanan, melainkan menunggangi keledai saat masuk menuju Bait Allah. Keledai itu pun hasil “pinjaman” dari orang lain, dan dipilih yang masih muda (ay. 30-34). Sebuah pesan kerendahan hati dan membawa damai.

Sementara Yesus mengendarai keledai itu, mereka menghamparkan pakaiannya di jalan (ay. 36). Respon yang luar biasa, bahkan “semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring berkata: “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di surga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!” (ay. 37-38).

Yesus sebenarnya mengetahui telah tiba akhir pelayanan-Nya di bumi, dan akan dibunuh di Yerusalem sebagaimana dikatakan-Nya (Luk. 24:25-27; Yoh. 3:14-15); sekaligus memenuhi nubuatan di Perjanjian Lama (Yes. 53:1-12; Zak. 9:9; 12:10). Namun Yesus tetap melangkah tegar memenuhi kehendak Bapa, dan menunjukkan kepada kita beberapa sikap dan keteladanan yang kita perlu ikuti dan miliki. Pertama, ketaatan pada Allah, apapun resiko dan harganya, jangan takut. Kedua, kesiapan menghadapi tantangan yang sudah ada di depan mata. Jangan lari dari tanggung jawab, baik itu atas rencana Tuhan yang tidak kita mengerti, atau atas kesalahan yang kita perbuat dan tentunya Tuhan maklumi terjadi.

Keteladanan ketiga, kesediaan untuk berkorban bagi orang lain. Kasih adalah pengorbanan. Keempat, selalu dalam tindakan mempertunjukkan kasih dan membawa damai. Kelima, meyakini semua jalan hidup ada dalam kendali dan penggenapan rencana Allah Bapa dalam diri setiap orang. Terakhir, janganlah takut menghadapi kematian, sebagaimana Yesus, meski jalannya menyakitkan.

Yesus percaya akan kuasa Bapa sehingga ketika orang Farisi meminta agar Ia menegor murid-murid yang mengelu-elukannya, Ia menjawab: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, batu ini akan berteriak” (ay. 40). Batu, benda mati berteriak, memberi makna kepada kita bahwa semua alam semesta adalah ciptaan-Nya dan di bawah kuasa-Nya. Ini juga memberi arti bahwa kebenaran dan kemuliaan Tuhan tidak dapat disembunyikan; semua akan terungkap. Batu berteriak berarti, meski manusia tidak memuji-Nya, Tuhan memiliki cara untuk menaikkan pujian bagi Dia, yang berdaulat memiliki kemuliaan untuk memuji diri-Nya sendiri.

Mari kita bersama Yesus mempersiapkan diri sebagai pemenang, dengan tegar dan kuat. Iman kita berpegang tidak akan sia-sia; palem kemenangan dan sorak sorai membuat semua pengharapan akan terjadi. Terpujilah Dia Yesus Raja kita.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Yang Terbesar di Sorga (Luk 22:24-34) dan Segala Lidah Mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan (Flp. 2:5-11), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 6 April 2025)

JALAN LURUS KEHIDUPAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Aku menggemari ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan” (Mzm. 119:16 TB2)

Sebuah video beredar di WA Group (di bawah) menampilkan seorang supir angkutan umum ngebut, menerobos kemacetan panjang. Supirnya tidak peduli mobil lain yang antri dan keselamatan pemakai jalan. Infonya video tersebut ditayangkan di TV negara Tiongkok. Sungguh memalukan dan memiriskan hati. Kita juga setiap hari dapat melihat bagaimana jalanan kita seolah tidak ada aturan lagi. Kenderaan saling menyalib dari kiri dan kanan. Truk seenaknya perlahan mengambil jalur di kanan atau tengah. Dan kita hanya bisa mengusap dada sambil berharap: kapan terjadinya perubahan?

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu V Prapaskah ini adalah Mzm. 119:9-16; sebuah nas potongan Mazmur terpanjang di Alkitab dengan tema utama tentang firman Allah dengan segala kuasanya. Nas minggu ini lebih fokus tentang keinginan, kerinduan dan komitmen penulisnya untuk berjalan mengikuti perintah-Nya dan permohonan agar dalam menjalani hidup, ia tidak menyimpang.

Dalam kitab mazmur kata “Perintah” dipadankan dengan istilah lain, seperti hukum, titah, ketetapan, jalan, dan peringatan, semuanya kepenuhan Taurat. Dalam Perjanjian Lama ada perkiraan 613 perintah bernada “Janganlah” (613 Mitzvot dalam tradisi Yahudi), dan ada 400-an perintah positif bernada “Hendaklah”.

Menghapal semua aturan/hukum tersebut tidaklah mungkin. Alkitab mengajarkan bahwa semua aturan tersebut disarikan dalam 10 Perintah Allah (empat pertama untuk Allah dan enam untuk sesama manusia). Perjanjian Baru memfokuskan lagi perintah tersebut dalam dua hukum utama, yakni: kasihilah Allahmu dan kasihilan sesamamu manusia (Mat. 22:37-40), dan ditulis versi singkat: “perbuatlah seperti orang lain ingin berbuat kepadamu” (Mat. 7:21). Kembali kepada pengemudi yang ugal-ugalan tadi, mengapa ia melakukan hal itu? Jelas ada hukum negara memberikan sanksi konkrit jika kecelakaan: penjara dan denda. Maka kita bisa membayangkan pengemudi tadi tentu tidak berpikir tentang hukum Allah, mungkin menganggap sanksinya tidak pasti dan seolah gampang menghapusnya.

Namun, nas minggu ini menegaskan keyakinan, untuk menjaga kelakuan bersih dan murni hanyalah berpegang pada firman-Nya (ay. 9). Untuk itu pemazmur terus mencari Tuhan agar hidupnya tidak menyimpang (ay. 10). Pertanyaannya kemudian: sudahkah kita membaca Alkitab atau renungan tiap pagi/hari? Jika tidak atau belum, lakukanlah! Ironis, kita takut akan hukum negara yang memberi sanksi badani dan materi, sementara tidak takut melanggar hukum Allah dengan sanksi hukuman kekal penuh ratapan dan kertakan gigi (Mat. 8:13; 13:42).

Kerinduan pemazmur akan firman Allah didasari keyakinan memegang janji-Nya dan takut berbuat dosa (ay. 11), percaya menuntun langkahnya di jalan lurus, dan tentunya mengajarkan tentang kasih. Ia menyimpannya dalam hati, bukan dalam pikiran yang mudah terkikiskan, bahkan tidak dibiarkan saja dalam Alkitab atau hiasan dinding. Hati jelas tempat tempat yang aman dan efektip menyimpan firman-Nya, agar siaga setiap saat untuk dipergunakan; sepanjang tidak digeser oleh keinginan harta dan dunia (Mat. 6:21). Menyimpan firman di hati membuatnya sebagai harta paling berharga dalam hidup. Untuk lebih efektipnya juga diminta bersaksi (ay. 13).

Kini kembali kepada kita, apakah kita sudah memiliki keinginan, kerinduan dan komitmen mengikuti perintah-Nya? Gemarilah dan renungkan seperti pemazmur (ay. 15-16). Hendaklah kita percaya, manusia tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri. Firman Tuhan dan Roh Kudus yang mampu menuntun kita agar hidup di jalan yang lurus bersih dan menyenangkan-Nya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Memberi dengan Tulus dan Penuh Syukur (Yoh 12:1-8) dan Aku Manusia Baru (Yes. 43:16-21), silahkan klik www.kabardaribukit.org

Hubungi Kami

Tanyakan pada kami apa yang ingin anda ketahui!