GUSTI MBOTEN SARE
Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi
“Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan–yaitu kamu sendiri–, namun ia telah menjadi batu penjuru” (Kis. 4:11)
Membaca nas minggu ini saya jadi teringat saat diadili dan dipenjara karena melawan rezim Presiden Suharto di tahun 1978-1979. Saat itu gerakan mahasiswa memang langsung menyerang Suharto, memintanya turun karena dianggap sebagai sumber permasalahan bangsa. Peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) sebelumnya, hanya menyerang dominasi Jepang dan peran Ali Murtopo yang dianggap otak pengerdilan partai politik, ormas dan juga mahasiswa. Meski banyak yang mendukung gerakan mahasiswa, namun tidak sedikit yang mengatakan bahwa yang kita lakukan adalah sia-sia. Penguasa kuat, militer dan partai politik kokoh mendukung Suharto. Pengadilan mahasiswa pun termasuk terhadap saya nyatanya berjalan tidak adil. Tuduhannya pasal karet. Saya dan kawan-kawan pemimpin mahasiswa akhirnya dipenjara setahun. Namun sejarah membuktikan, sepuluh tahun kemudian, Suharto jatuh! Keputusan pengadilan terdahulu bahwa kami bersalah, akhirnya dianulir. Kebenaran memang sering mengambil jalan yang panjang dan berliku.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kis. 4:5-12. Ini kisah pengadilan terhadap Rasul Petrus dan Yohanes yang dianggap penghasut oleh pemimpin-pemimpin Yahudi bersama Imam Besar yang mengadakan sidang Mahkamah Agama di Yerusalem (ay. 5). Petrus dan Yohanes memang sebelumnya menyembuhkan seorang laki-laki lumpuh di Bait Suci (Kis. 3:1-10) dan berkhotbah tentang Yesus. Tuduhannya: dengan kuasa apa mereka melakukannya?
Petrus dengan lantang menjawab: “Ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati–bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu.” Petrus berani mengatakan hal itu karena ia penuh dengan Roh Kudus (ay. 8-10).
Petrus dan Yohanes beruntung saat itu, setelah melihat penampilan mereka (ay. 13), keputusan sidang hanyalah menegur dan meminta agar mereka tidak mengulangi lagi perbuatannya. Ternyata, hal itu tidak membuat para murid takut, malah terus mengabarkan Injil hingga ke seluruh dunia.
Dalam kehidupan keseharian kita, hal seperti ini sering terjadi. Perbuatan baik, tidak selamanya dapat diterima pihak tertentu. Ada saja dibuat alasannya. Tapi ini tidak membuat kita untuk takut berbuat baik. Resiko selalu ada, ya tidak apa-apa. Kadang buah kebaikan tidak langsung kelihatan, atau tidak dihargai, itu adalah ujian ketulusan dan kesabaran kita. Tapi satu prinsip, tidak ada perbuatan baik yang sia-sia. Tuhan tidak tidur, Gusti Mboten Sare. Semua ada dalam kendali-Nya dan Ia Mahamelihat dan Mahatahu. Perlu kita sadari juga, Gusti Mboten Sare mengingatkan kita agar berpikir bijak sebelum bertindak.
Oleh karena itu jangan mudah menyerah. Tetaplah berbuat baik, dan lakukan dengan konsisten, tulus, penuh kasih, dan percaya itu adalah panggilan orang percaya. Bila buah keberanian dan pengorbanan kita tidak langsung kelihatan, bukan berarti Tuhan tidak bekerja. Kita hanya perlu meneguhkan hati dengan percaya pada rencana-Nya, mengingat janji-Nya, berpatokan keteladanan dalam Alkitab, dan berdoa serta berserah. Sebagaimana Yesus, lihat, batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan…, namun ia telah menjadi batu penjuru (ay. 11).
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏
Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Yesus Ditolak Orang Yahudi (Yoh 10:22-30) dan Mati yang Berkilau (Why. 7:9-17), silahkan klik www.kabardaribukit.org