September 5, 2017 roy

KABAR DARI BUKIT (Edisi 3 September 2017)

Hidup Dalam Kasih

Saya suka negor hingga marah pada orang yang merokok di ruangan ber-AC. Kepedulian kita adalah wujud kasih termasuk pada mereka yang lemah imannya. Kasih itu mahkota karunia rohani dan merupakan landasan kedua gereja setelah batu penjuru Yesus Kristus.

Firman Tuhan hari Minggu ini Rm 12:9-21 mengajar kita agar hidup dalam kasih. Pertama, ditekankan, kasih jangan berpura-pura. Alasan takut, menjaga citra diri, tapi membiarkan orang lain berdosa, itu kasih yang pura-pura. Mendapat manfaat tapi tidak berbagi berkat, itu kasih yang berpura-pura. Allah meminta kita mengasihi dengan tulus dan nyata, memberi perhatian serius, usaha, waktu, hati, bahkan materi, dan bagi orang lain berarti (1Tes 4:9; Ibr 13:1; 1Pet 1:22). Kasih adalah sebuah sikap. Terlibat. Kita tidak perlu bicara perkara yang tinggi, menikmati diskusi teori panjang lebar, pollung. Tapi arahkan diri pada perkara-perkara sederhana konkrit bagi mereka orang-orang kecil (Mat 25:40; Yoh 13:34-35).

Mewujudkan kasih bagi orang lain adalah pelayanan. Semua dilakukan dengan roh yang menyala-nyala, tidak malas, atau fokus pada diri sendiri. Bila semangat dan kerajinan kendor, itu karena tidak memahami arti dan tujuan yang dilakukannya. Perlu ritme yang konstan. Antusias, semangat, yang hanya ada ketika kita melakukannya bersama dengan Tuhan, yakni roh kita bersinergi dengan Roh Tuhan. Enthuastic, entheos= di dalam Tuhan. Itu poin keduanya.

Poin ketiga nas minggu ini mengingatkan kita agar berusaha membantu hamba-hamba Tuhan dan penginjil (disebut orang-orang kudus). Itu bisa diwujudkan dengan memberi tumpangan (band. 1Tim 3:2; 5:10; Ibr 13:2) atau kebutuhan hidup mereka. Jangan beralasan hanya memberi kepada gereja kita tempat beribadah, tetapi bagikan juga untuk misi dan diakonia. Pengertian Gal 6:6 sering ditafsir sempit, membatasi. Kita ada untuk orang lain, bersaksi, itu prinsip Kristiani. Sudah hukum rohani, kalau sukacita dibagikan maka sukacitanya akan bertambah; dan apabila kesusahan dibagikan, maka kesusahannya juga berkurang. Bila orang lain menangis karena penderitaan, kita ikut menangis sebagai jalan mengurangi beban yang kita kasihi (Ayb 30:25; Yes 5:21; Yer 45:5). Maka, teruslah berbagi, dan rasakan hidup yang penuh makna. Lihat sekeliling, di kampung (halaman), dan lainnya, pasti ada yang membutuhkan. Cari orang yang tepat untuk dikasihi secara pribadi, dan ajaklah teman-teman lainnya.

Tidak ada jaminan ketika kita berbuat baik semua akan datang yang baik. Kadang timbul persaingan irihati atau sakit hati karena salah faham. Tidak perlu kecil hati, atau marah berkepanjangan. Mereka yang terus mau sakit hati, biarkan dihukum oleh rasa sakitnya. Nas minggu ini menekankan jangan membalas kejahatan dengan kejahatan. Pepatah di nas, “menumpukkan bara api di atas kepalanya.” Ini terkait kebiasaan orang Mesir di zaman itu, yakni bila seseorang menunjukkan penyesalan dan pertobatan, maka ia akan membawa panci di kepalanya berisi arang yang menyala dan berjalan di hadapan umum. Melalui peribahasa ini, Rasul Paulus ingin mengatakan kita harus memperlakukan musuh dengan cara-cara yang baik. Untuk menghukum, biarlah Tuhan yang melakukannya, itu hak-Nya (Rm 12:19; band. Ams 20:22; Ibr 10:30). Cara terbaik untuk menyingkirkan musuh adalah dengan membuat mereka sebagai teman. Kita selalu memiliki prinsip: musuh satu orang terlalu banyak dan teman seribu orang terlalu sedikit. Hiduplah dalam kasih. Selamat hari Minggu dan beribadah, Tuhan memberkati, Amin.

Pdt (Em) Ramles M. Silalahi, Ketua Umum PGTS.

Hubungi Kami

Tanyakan pada kami apa yang ingin anda ketahui!