KABAR DARI BUKIT (Edisi 25 September 2022)

WAHYU KEPADAKU

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Maka tahulah aku, bahwa itu adalah firman TUHAN (Yer. 32:8b)

Salam dalam kasih Kristus.
Firman Tuhan bagi kita di Minggu berbahagia hari ini dari Yer. 32:1-3a, 6-15. Ini kisah tentang Nabi Yeremia yang dipenjara oleh karena bernubuat tentang kejatuhan Israel. “Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku menyerahkan kota ini ke dalam tangan raja Babel, supaya ia mendudukinya; …. Apabila kamu berperang melawan orang Kasdim itu, kamu tidak akan beruntung!” (ay. 3, 5b).

Nubuatan itu jelas kritik pedas. Sebenarnya nabi Yeremia juga memberi jalan keluar melalui pesan kiasan. Yeremia berkata bahwa ia menerima wahyu agar membeli dari sepupunya sebidang tanah. Tidak masuk akal membeli tanah di tengah situasi memburuk saat itu; perang, kelaparan, penyakit sampar melanda, dan kota Yerusalem akan jatuh (ay. 23-24). Namun ternyata, benar, sepupunya datang kepadanya dan berkata: “Belilah ladangku yang di Anatot itu, sebab engkaulah yang mempunyai hak tebus untuk membelinya” (ay. 6-8, 23-24).

Merasa itu adalah nubuatan firman Tuhan yang benar kepadanya (ay. 8), ia pun taat membelinya. Sesuai pesan wahyu, nabi Yeremia membuat surat pembelian bermeterai di depan para saksi yang ikut menandatangani, dan juga di depan semua orang Yehuda yang hadir. Yeremia pun berkata kepada Barukh: “Ambillah surat-surat ini, baik surat pembelian yang dimeteraikan itu maupun salinan yang terbuka ini, taruhlah semuanya itu dalam bejana tanah, supaya dapat tahan lama. Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Rumah, ladang dan kebun anggur akan dibeli pula di negeri ini!” (ay. 10-15). Read more

KABAR DARI BUKIT (Edisi 18 September 2022)

SAKIT HATI

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Mengapakah mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan patung-patung mereka, dengan dewa-dewa asing yang sia-sia? (Yer. 8:19b)

Salam dalam kasih Kristus.
Kita pasti pernah merasakan kesedihan yang dalam. Misalnya, kehilangan orang-orang yang kita kasihi, dipanggil Tuhan kepangkuan-Nya, atau yang kita kasihi pergi menjauh dengan marah dan tidak mau bersama kita lagi. Saya membayangkan hal ini terjadi jika anak yang kita kasihi jatuh ke dalam jerat narkoba. Atau anak kita menikah dengan orang yang tidak seiman, kemudian membenci menganggap iman kita salah.

Banyak kisah yang kita baca tentang perilaku anak yang terjerat narkoba. Mereka tidak lagi memedulikan orang tua, kakak adik, dan sesamanya; hidupnya telah diserahkan kepada racun kehidupan itu. Dampaknya sering lebih buruk lagi, mereka mencuri dan tega melakukan hal-hal yang menyakiti orang lain. Dosa berbuahkan dosa.

Demikianlah Allah merasakan kesedihan yang dalam tatkala bangsa Israel yang dikasihi-Nya, berpaling kepada allah-allah lain. Umat Israel menyembah patung dan dewa-dewa asing (ay. 19). Ratapan inilah yang disampaikan Allah melalui Nabi Yeremia, melalui nas bacaan kita di hari Minggu yang berbahagia ini, yakni Yer. 8: 8:18-9:1. “Tidak tersembuhkan kedukaan yang menimpa diriku, hatiku sakit pedih. …. Sudah lewat musim menuai, sudah berakhir musim kemarau, tetapi kita belum diselamatkan juga! …. Tidak adakah balsam di Gilead? Tidak adakah tabib di sana? Mengapakah belum datang juga kesembuhan luka puteri bangsaku?” (ay. 18, 20-22). Read more

KABAR DARI BUKIT (Edisi 11 September 2022)

PINTAR BERBUAT JAHAT

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Sekarang Aku sendiri akan menjatuhkan hukuman atas mereka (Yer. 4:12b)

Salam dalam kasih Kristus.
Saya sangat suka ayat Alkitab Yak. 4:17, dan sedikit ragu, apakah semua orang Kristen tahu dan menyadari maknanya? “Jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” Ngeri-ngeri sedap ya ayatnya…, sebab situasi ini sering kita hadapi, dan kita agaknya lebih cenderung berpaling atau berkelit.

Inilah yang dihadapi oleh Nabi Yeremia ketika harus menyampaikan kenyataan pahit, bahwa Allah sedang marah besar dan menghukum bangsa Israel. Kisah itulah nas bacaan kita di hari Minggu ini, Yer. 4:11-12, 22-28, tentang pesan Allah agar bangsa Israel bertobat. Pesannya pun sangat keras! “Sungguh, bodohlah umat-Ku itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol, dan tidak mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu” (ayat 22).

Nabi Yeremia kemudian menjabarkan hukuman yang dilakukan Allah terhadap bangsa itu. “Angin panas dari bukit-bukit gundul di padang gurun bertiup ke arah puteri umat-Ku; bukan untuk menampi dan bukan untuk membersihkan, melainkan angin yang keras datang atas perintah-Ku” (ay. 11). “Aku melihat bumi, ternyata campur baur dan kosong, dan melihat kepada langit, tidak ada terangnya…, kepada gunung-gunung, ternyata goncang; dan seluruh bukitpun goyah. Aku melihat, ternyata tidak ada manusia, dan semua burung di udara sudah lari terbang. Aku melihat, ternyata tanah subur sudah menjadi padang gurun, dan segala kotanya sudah runtuh di hadapan TUHAN, di hadapan murka-Nya yang menyala-nyala! (ay. 23-26).

Hukuman berat ini masih dilanjutkan. “Seluruh negeri ini akan menjadi sunyi sepi, tetapi Aku tidak akan membuatnya habis lenyap. Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu” (ay. 27-28).

Tidak terbayangkan dan ini menjadi salah satu gambaran pemusnahan di akhir zaman; bukan saja untuk dunia, tetapi juga untuk bangsa dan pribadi!!

Dua hari lalu dalam renungan di Radio Heartline, saya menyampaikan bahwa sebagai orang percaya, kita tidak boleh hanya bersyukur bahwa anugerah keselamatan telah diberikan, sola gratia. Bayangan masuk sorga pun timbul dengan percaya kepada Tuhan Yesus; dosa-dosa kita telah ditebus dengan Yesus mati tersalib. Tetapi, janganlah lupa, doktrin Kekritenan dan isi Alkitab menegaskan, ada ujian tiap hari yang mesti kita lalui, yang disebut sebagai ketekunan orang percaya. Percaya hanyalah sebuah awal proses, dan ujian ketaatan dan ketekunan akan berlangsung terus sepanjang hidup.

Ketekunan orang percaya inilah mesti kita jalani dan lewati, agar keselamatan berdasar anugerah dapat kita terima; kita jaga, pertahankan dan lulus. Dalam hal ini, ada beberapa ukuran yang perlu kita lihat dan pakai secara mudah dalam kehidupan sehari-hari:

1. Apakah kita hidup bukan lagi untuk diri kita, tetapi untuk Tuhan? Ini bukan berarti kita harus menjadi hamba Tuhan dan aktif di gereja, tetapi tujuan hidup kita sudah fokus menjadi alat kemuliaan Tuhan. Kita bisa saja menjadi pekerja, pengusaha, petani, dan lainnya, tapi hidup kita telah dipakai oleh-Nya.
2. Apakah kita hidup selalu mengandalkan Tuhan dan dalam kebenaran Alkitab?
3. Apakah kita hidup selalu penuh kasih, kerendahan hati, selalu mengalah?
4. Apakah dalam hidup kita, tidak lagi ada kebencian, permusuhan, bahkan ingin menyakiti orang lain?
5. Apakah kita sudah suka berbagi dan terbaik yang kita berikan?
6. Apakah kita merasa tidak diberkati, bahkan “dihukum” Tuhan, seperti ayat 12b di atas?

Bagaimana dengan kita tentang semua itu? Janganlah kita pintar berbuat jahat, dan tidak tahu berbuat baik. Janganlah hati kita menjadi tumpul, tidak peduli dan peka. Bila kita percaya diselamatkan, isilah penuh tanggungjawab. Semoga tidak seorang pun berkata: au ah gelap, EGP.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut leksionari hari ini, Ada Sukacita karena Satu Orang Bertobat (Luk. 15:1-10), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 4 September 2022)

BEJANA YANG SEMPURNA

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya (Yer. 18:4)

Salam dalam kasih Kristus.
Kita pasti pernah mendengar dan suka dengan lagu ini.

Bagaikan bejana siap dibentuk, demikian hidupku di tangan-Mu
Dengan urapan kuasa Roh-Mu, Ku dibaharui selalu

Lagu indah ini di utube sudah mencapai 1,4 juta penonton. Liriknya, ungkapan berserah kepada Tuhan, dan kerinduan untuk dibentuk dan disempurnakan, agar sama seperti Tuhan Yesus. Sebuah kutipan dari 1Yoh. 2:5-6, senada lagu NKB 138: Makin serupa Yesus, Tuhanku, inilah sungguh kerinduanku….

Allah sebagai Bapa dan sebagai Gembala telah kita tahu. Gambaran lain sebagai Tukang Periuk, dituliskan dalam Yer. 18:1-11 yang menjadi bacaan kita di hari Minggu berbahagia ini (untuk bacaan lengkap, klik https://alkitab.app/v/447b14b1267a ). Penegasan Allah sebagai Tukang Periuk juga diberikan dalam Rm. 9:20: “Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: “Mengapakah engkau membentuk aku demikian?” (band. Yes. 29:16).

Dalam renungan dua minggu lalu dari Yer. 1:4-10, dijelaskan bahwa jalan hidup manusia ditentukan oleh empat kekuatan yang tarik-menarik. Pertama, rencana Tuhan dengan kedaulatan sekaligus pemeliharaan-Nya. Kedua, adanya dosa asal dan natur berdosa manusia. Ketiga, kemauan dan kemampuan diri sendiri, yakni roh kehendak bebas, dalam ketaatan dan memahami keberadaan dan panggilannya di dunia ini. Dan terakhir, keberadaan iblis si jahat.

Allah sebagai Tukang Periuk menegaskan kembali kedaulatan Allah melalui nas ini. Kita tidak dapat menolak menjadi anak ayah-ibu kita, atau terlahir tidak jenius, kaya atau tidak terlalu rupawan, bahkan dengan tubuh tidak sempurna. Jangan juga menyesali terlahir bukan anaknya Presiden RI. Alkitab mengingatkan, “Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya; dia tidak lain dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: “Apakah yang kaubuat?” atau yang telah dibuatnya: “Engkau tidak punya tangan!” (Yes. 45:9).

Jalan kehidupan kita pun, bisa saja tidak sesuai dengan harapan. Atau merasa tidak tahu jalan mana yang terbaik ditempuh. Bahkan mungkin kita sedang terjatuh, hancur menjadi puing, kotor tidak berdaya dan melihat jalan saat ini buntu dan gelap. Untuk itu tetaplah dalam kerendahan hati dan bersyukur atas kehidupan yang diberi. Datanglah kepada Tuhan Yesus, Allah kita, Tukang Periuk yang hidup dan baik, memohon pertolongan-Nya agar mengasihi dan membentuk diri kita kembali, menjadi pribadi yang lebih baik, utuh, dan lebih dipakai sesuai dengan pengharapan baru.

Jangan merasa terlambat melakukan sesuatu yang baru, terlebih untuk kemuliaan Tuhan. Tidak ada salahnya hidup berputar, bahkan berbalik ke awal. Banyak contoh kehidupan yang berpindah jalur, atau memulai pilihan baru yang tidak terpikirkan sebelumnya; dan ternyata sangat sukses. Kita hanya perlu mengikuti petunjuk Alkitab, yakni bertekun dan rajin (Ams. 6:6-8; 12:24), bekerja keras (Ef. 4:28; 2Tes. 3:7-8), cerdik, cerdas dan berihikmat (Mat. 10:16; Ams. 1:7).

Tetapi landasan utamanya adalah tetap setia dalam iman (Mat. 24:13), menjalani hidup dengan kekuatan Roh dan bukan lagi oleh keinginan daging (Gal. 5:16-17; Rm. 8:1-11). Selalu siap berkorban dan memikul salib. Dengarkanlah panggilan-Nya, dan dendangkanlah lagu di bawah: “Inilah hidupku di tangan-Mu, bentuklah s’turut kehendak-Mu, Pakailah sesuai rencana-Mu….” Maka, kita akan menjadi bejana yang sempurna kelak di hadapan Yesus Kristus (1Kor. 1:8-9).

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut leksionari hari ini, Memikul Salib dan Mengikut Dia (Luk. 14:25-33), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 28 Agustus 2022)

SUNATLAH DIRIMU

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Sunatlah dirimu bagi TUHAN, dan jauhkanlah kulit khatan hatimu, hai orang Yehuda dan penduduk Yerusalem, supaya jangan murka-Ku mengamuk seperti api, dan menyala-nyala dengan tidak ada yang memadamkan, oleh karena perbuatan-perbuatanmu yang jahat! (Yer. 4:4)

Salam dalam kasih Kristus.
Saya kira semua kita pernah merasa kecewa bahkan marah kepada orang yang kita kasihi; terhadap anak, istri/suami, atau kakak/adik. Kita semula berharap mereka menunjukkan kasih, setia dan tanggungjawab, tapi kenyataan sebaliknya; wajarlah kita kecewa bahkan marah.

Respon manusia terhadap kekecewaan memang beragam, mulai bersikap diam, meski biasanya disertai rasa sakit terpendam, seperti jengkel, marah, kepahitan, benci atau dengki. Namun bagi yang tempramental sumbu pendek, respon kemarahan seringnya bersuara keras membentak, kadang disertai memukul atau melemparkan sesuatu, atau membanting pintu. Hanya sedikit yang melakukan hal unik, seperti anekdot, masuk ke kamar mandi dan menggunakan sikat gigi orang yang mengecewakannya untuk dipakai membersihkan kloset hehehe. Namun, itu kepuasan semu yang sia-sia.

Rasa kecewa dan marah yang terjadi berulang-ulang, biasanya menimbulkan sikap putus asa. Jika mengikuti lagu Trio Ambisi Jangan Sampai Tiga Kali: Dua kali kau sakiti hati ini juga kumaafkan, tapi jangan kau coba tiga kali. Terlalu, kata penyanyi lain. Dan puncaknya, manusia kadang menghukum langsung, tidak jarang menyakiti dan merusak jiwanya.

Itulah kisah yang diceritakan dalam nas firman Tuhan bagi kita minggu ini, dalam Yer. 4:4-13. Allah kecewa berat terhadap bangsa Israel. Kerajaan Israel telah terpecah dua akibat dosa Raja Salomo: bagian Utara dan bagian Selatan atau Yehuda. Israel Utara telah dihukum terlebih dahulu, jatuh ke tangan penjajah bangsa Asyur. Hampir seabad Kerajaan Israel Selatan masih bertahan, namun setelah kematian Raja Yosia, warga kerajaan ini pun ikut menyembah berhala dan ilah-ilah palsu. Tuhan pun menyampaikan peringatan keras melalui Nabi Yeremia (untuk membaca nas lengkap, klik link https://alkitab.app/v/2df690dbd1d2

Seperti manusia juga, Allah adalah Pribadi, yang memiliki pikiran, hati, perasaan, emosi, dan amarah. Bedanya, kekecewaan dan kemarahan Allah lebih terkendali dan memiliki visi jauh ke depan. Amarah Allah dilandasi kasih untuk pemulihan dan pertobatan, agar kembali sesuai perjanjian yang dibuat dengan umat pilihan-Nya (ay. 2, 4). Hukuman Allah bertujuan umat-Nya kembali ke jalan-Nya dan bukan untuk menghancurkan (Ams. 3:11-12; 23:13-14).

Ini yang perlu kita pahami dan ikuti jika terjadi pada diri kita. Bisa saja kita kecewa dan marah terhadap seseorang, dan itu manusiawi. Tetapi kita perlu menjaga agar tindakan kita terus dibungkus kasih, tidak didasari oleh emosi, rasa benci, iri hati, dendam, atau ingin merusak tidak terkendali. Apalagi, penyebabnya bisa saja karena kesalahan pemahaman dan miskomunikasi. Menghukum dengan menghakimi, apalagi tanpa ada keinginan untuk mengampuni, bukanlah ajaran Kristiani.

Kini saudaraku, apakah kita saat ini sedang marah dan menghukum seseorang dengan kata-kata, sikap, atau tindak perbuatan? Mungkin kita merasa bersikap diam cukup baik, menjauh dari mereka yang kita rasakan membuat persoalan. Namun, pintu pengampunan haruslah terus terbuka. Janganlah kita setiap minggu mengucapkan Doa Bapa Kami, “ampunilah kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah terhadap kami” (Mat. 6:12), namun pintunya kita tutup. Tuhan pun tentu tidak akan membuka pengampunan sebagaimana doa kita itu.

Jika itu yang terjadi, pertobatan yang perlu bukanlah dari orang lain, tetapi justru dari diri kita sendiri. Merasa terus benar, memperlakukan yang lain salah sebagai orang berdosa, itu hukuman yang tidak benar. Lihat diri kita dan sekeliling, mungkin Allah telah memberi tanda, sebagaimana kepada umat Yehuda (ay. 5-13), tetapi mereka tidak peduli, tetap bebal, tinggi hati, tidak berubah dan bertobat. Allah pun kemudian menghukum dan merendahkan mereka. Zedekia, raja terakhir digulingkan pasukan Babel yang dipimpin Nebukadnezar, Yerusalem dan bait Allah dihancurkan.

Sesal kemudian memang tidak berguna. Maka, sunatlah hatimu, penuhlah oleh kasih, abaikan hasutan si jahat, rendahkan hati, dan berhentilah melakukan yang Tuhan tidak sukai, apapun itu, sebelum kita dihukum oleh Allah dengan harga pemulihan yang mahal sekali.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, YANG MERENDAHKAN DIRI AKAN DITINGGIKAN (Luk. 14:1, 7-14) dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 21 Agustus 2022)

JALAN HIDUP

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam (Yer. 1:10)

Salam dalam kasih Kristus.
Diri kita saat ini berasal dari kemarin, bahkan dari dulu-dulu. Sebuah jalan yang panjang. Dan iman kita mengajarkan bahwa perjalanan hidup manusia ditentukan oleh Tuhan Yesus YMK. Ada rencana indah-Nya ketika kita hadir berada di dunia ini, dan akan berhasil mengikutinya dengan berupaya taat menjalani perintah-Nya sesuai Alkitab dan suara hati yang murni.

Selain ada yang berhasil dan hebat dipakai-Nya, tentu ada yang gagal. Rencana Tuhan dalam hidup mereka berantakan. Ini disebabkan tidak mau mendekatkan diri dan mendengar suara Tuhan; memilih lebih mengikut suara sekitar dan diri sendiri serta kedagingan. Roh manusia yang memiliki kehendak, pikiran, emosi, dan nafsu, lebih dominan diikuti. Ini tidak terlepas dari manusia tetap memiliki kehendak bebas (freewill), yang di kalangan teolog kuat perdebatannya. Martin Luther bahkan mengatakan, kehendak bebas adalah omong kosong. Semua adalah kedaulatan Tuhan.

Firman Tuhan bagi kita di Minggu yang berbahagia ini dari Yer. 1:4-10. Ini kisah panggilan Tuhan kepada Nabi Yeremia. Dari nas tersebut, kita tahu riwayat nabi Yeremia telah dipersiapkan oleh-Nya: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa” (ay. 5). Hal yang sama pengakuan Raja Daud, bahwa Tuhan “membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku” (Mzm. 139:13). Artinya, awal jalan hidup manusia telah ada campur tangan Tuhan.

Namun Alkitab juga mengajarkan, ada faktor lain yang ikut mempengaruhi jalan hidup seseorang yakni dari keturunan, bukan saja perihal genetika kepintaran atau sisi emosional semata, tetapi juga dosa asal yang terbawa-bawa dari orangtua dan nenek moyang. Soal dosa asal ini, memang terjadi pendapat berbeda meski tidak jauh hakekatnya: Dosa asal adalah kecendrungan atau natur berdosa (Mzm. 51:5), tetapi juga “kutuk” hukuman dari pendahulu sebagaimana Tuhan sampaikan melalui hukum Taurat kedua: “membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku” (Kel. 20:5).

Tentu kita tidak mengabaikan roh jahat atau iblis si penggoda, sebagaimana kisah jatuhnya Hawa yang membawa manusia ke dalam dosa dan terlempar dari Taman Eden. Dunia ini memang penuh tawaran, tetapi pikiran manusia tetap yang menentukan, dan melalui pertolongan Roh Kudus, kita dapat dituntun untuk tidak jatuh ke dalam jerat iblis yang kesudahannya adalah buruk, jahat dan penderitaan.

Oleh karena itu jalan hidup manusia ditentukan oleh keempat faktor tersebut. Pertama, rencana Tuhan dan sekaligus kedaulatan-Nya; kedaulatan dapat diartikan juga sebagai pemeliharaan-Nya. Kedua, ada dosa asal dan natur berdosa yang ikut mempengaruhi. Faktor ketiga, yakni kemampuan diri sendiri, roh kehendak bebas tadi, dalam wujud kendali dan kemauan serta ketaatan dalam memahami keberadaan di dunia, sebagai ciptaan Tuhan dengan misi khusus di dunia. Alkitab dipenuhi pegangan dan nasihat agar manusia membentuk dirinya dengan bertekun dan rajin (Ams. 6:6-8; 12:24; Pkh 11:6), bekerja keras (Ef. 4:28; 2Tes. 3:7-8), cerdik dan cerdas (Mat. 10:16; Ams. 1:7; 22:29). Kekuatan roh manusia untuk membawa dirinya lebih baik dan lebih tinggi sesuai dengan kemampuan (level of competence) dirinya. Terakhir, keberadaan iblis si penggoda.

Kini, dimana kita kini berada? Akankah kita sama seperti nabi Yeremia yang mengikuti rencana indah Tuhan? Untuk itu tidak perlu takut, sebab bila ada kelemahan atau kekurangan yang kita rasakan, seperti nabi Yeremia merasa tidak pandai berbicara dan masih muda, Yeremia meminta pertolongan Tuhan untuk menutupi dan memulihkannya (ay. 6-9). Dosa asal pun, mari kita bereskan kepada Tuhan yang Mahabaik, dengan mengakui dan bertobat.

Keempat kekuatan itu akan terus saling tarik-manarik membentuk jalan hidup kita. Satu atau dua faktor boleh lebih menentukan, tetapi tidak dapat mengabaikan faktor lainnya. Kitalah yang memilih, menentukan, kekuatan mana yang akan lebih kita ikuti dan kembangkan dalam menjalani hidup kita ke depan. Setiap piihan tentu membawa buah konsekuensi. Janganlah salah sampai menyesalinya kelak, sebab tidak lagi berguna. Tidak ada istilah terlambat, apalagi demi anak cucu kita, agar diberkati dan terus menjadi berkat; sebuah kerinduan seperti ayat pembuka di atas.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, Bersukacita karena Perkara Mulia (Luk. 13:10-17), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 14 Agustus 2022)

KEBUN ANGGUR

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Aku hendak menyanyikan nyanyian tentang kekasihku, nyanyian kekasihku tentang kebun anggurnya (Yes. 5:1a)

Salam dalam kasih Kristus.
Nas minggu ini sangat puitis, sebuah nyanyian. Biasanya manusia lebih puitis jika jatuh cinta, tapi kadang juga akibat penderitaan. Sangat jarang berpuisi di saat marah. Kalau suasana hati biasa-biasa aja, tidak akan timbul gejolak jiwa dan emosi, maka ekspresi juga akan biasa saja. Kata-kata indah hanya bisa keluar jika jatuh cinta kepada kekasih; dan jika menderita, biasanya kepada Tuhan pengendali hidup kita.

Firman Tuhan bagi kita di Minggu berbahagia ini dari Yes. 5:1-7, dengan judul perikop: Nyanyian tentang kebun anggur. Ini pertama sekali Alkitab PL berbicara tentang kebun anggur, yang kemudian diikuti kitab lain: Yeremia, Hosea, Yehezkiel, Mazmur dan kemudian populer di Perjanjian Baru. Memang ada metafora lain selain kebun anggur yang dipakai Tuhan untuk umat-Nya, seperti kumpulan orang kudus (Mzm. 146:1), kawanan domba Kristus (Yoh. 10:16), Israel baru (Gal. 6:10), umat Allah (1Pet. 2:9-10), kawanan Allah (1Pet. 5:2), dan lainnya.

Tetapi nada puitis tidaklah membuat pesan kabur. Allah memperlihatkan sikap kecewa berat melihat umat kesayangan-Nya, umat pilihan yang diharapkan menjadi teladan dan umat yang berbuah lebat. Allah wajar sangat kecewa, mengingat telah begitu banyak Tuhan berikan: kasih, kesabaran, dan pertolongan-Nya kepada umat-Nya. “Apakah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya? Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam?” (ay. 4).

Murka Allah kepada umat Israel sangatlah keras. “Aku akan menebang pagar durinya, sehingga kebun itu dimakan habis, dan melanda temboknya, sehingga kebun itu diinjak-injak; Aku akan membuatnya ditumbuhi semak-semak, tidak dirantingi dan tidak disiangi, sehingga tumbuh puteri malu dan rumput; Aku akan memerintahkan awan-awan, supaya jangan diturunkannya hujan ke atasnya” (ay. 5-6). Ngeri juga….

Yesus Kristus telah menggantikan Israel lama sebagai pokok anggur. Pesan Allah yang dahulu kepada umat Israel, kini diberikan kepada kita. Yesus pun kemudian berkata: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:4, selengkapnya ay. 1-8). Pesan untuk berbuah dan menjadi teladan, kini ada di pundak kita. Bila kita sebagai ranting terus melekat, maka “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku” (Yoh. 15:8).

Amarah Allah kepada Israel janganlah sampai kepada kita. Namun pertanyaan pokoknya adalah: apa yang menghalangi kita berbuah; bukan apa yang membuat kita tidak berbuah. Sebab siapa pun yang di dalam Kristus, pastilah berbuah, baik berbentuk buah Roh (Gal. 5:22-23) maupun buah Terang (Ef. 5:9).

Mari kita periksa diri. Yoh. 15:1-8 meneruskan, kita tidak berbuah bila kita sudah kehilangan kasih (ay. 9-17), hidup dalam kebencian (ay. 18-25) dan Roh Kudus Sang Penghibur tidak lagi diam dan berkuasa dalam hidup kita (ay. 26-27). Kita bahkan tidak lagi menjadi kawan sekerja Allah (1Kor. 3:9). Padahal, dari buahnya pohon itu dikenal (Mat. 12:33; 7:20).

Sebagai bagian kebun anggur-Nya, mari terus menabur (Mat. 13:1-23), memangkas dan membersihkan (Yoh. 15:2), menghilangkan ilalang, memupuk dan membabat (Luk.13:6; Yoh. 15:6). Maka kita pun akan ikut menuai (Mat. 9:37-38). Itulah yang diharapkan dan dinantikan Tuhan dari kita anak-anak-Nya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, Membaca Tanda-Tanda Zaman (Luk. 12:49-56), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 7 Agustus 2022)

HIDUP BERSANDIWARA

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba (Yes. 1:18b-19)

Salam dalam kasih Kristus.
Ayat di atas rasanya sering kita dengar dalam ibadah. Menyenangkan, sangat suka. Dan itu adalah bagian terakhir dari firman Tuhan untuk kita di hari Minggu ini, dari Yes. 1:1, 10-20. Tetapi ayat penutupnya kemudian berkata: “Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang. Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya” (ay. 20). Wuih, ngeri-ngeri sedap ya….

Nabi Yesaya menuliskan kitab nubuatannya dengan pesan awal yang sangat jelas: Tuhan tidak suka dengan orang yang tidak tahu diri, tidak membalas budi dan kebaikan, bebal (ay. 2-9). Bangsa Israel dilihat Tuhan telah bermain sandiwara. Mereka menyatakan percaya kepada Allah Abraham, Isak dan Yakub, datang ke Bait Allah membawa korban persembahan, merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan yang meriah (ay. 13-14).

Tetapi di sisi lain, kehidupan umat Israel sebaliknya, melakukan hal yang dibenci Tuhan. Kerohanian mereka tidak sesuai dengan keseharian, kehidupan mereka penuh dengan penindasan, hilang rasa kasih, tidak berbuat kebaikan nyata. Yesaya pun menulis, “…, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!”

Sikap Tuhan menghadapi sandiwara ini: “Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?; “Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai. Apabila kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku? Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku (ay. 11-13). Bahkan, Tuhan memanggil mereka dengan manusia Sodom dan Gomora (ay. 10).

Hidup orang percaya dan di dalam Tuhan memang tidak perlu bersandiwara. Mungkin dengan manusia kita bisa bersandiwara, seperti lagu Ahmad Albar: Dunia ini panggung sandiwara, cerita yang mudah berubah. Kita membuat panggung, agar bisa tampil lebih baik dilihat orang. Memakai topeng, peran lain, atau riasan tebal berlebihan menutupi bopeng wajah, atau sebagai pelarian jiwa kita. Kita ingin dipuji (Mat. 6:2-16). Tetapi Tuhan Mahatahu. Ia tidak bisa dikibuli seperti penonton. Ia membenci sandiwara kemunafikan (Mzm. 26:4), sebagaimana pesan nas minggu ini.

Kemunafikan dalam kamus berarti bermuka dua, perkataan berbeda dengan perbuatan dan isi hati; berpura-pura. Alkitab menjelaskan contoh kemunafikan, seperti senang menguji tapi memojokkan orang lain (Mat. 22:13), bersikap merasa hebat seperti orang Farisi dan ahli Taurat (Mat. 23:13), ingin selalu tampil tapi perbuatan nyata kosong (Mat. 23:25, 27). Dalam keseharian kita, hal itu tampak seperti rajin beribadah atau berkata haleluya tapi memelihara kebencian, berkata mengasihi tapi bersikap atau mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati, berlagak pintar dengan langsung menghakimi dan menghukum, melayani tapi dengan tujuan mendapatkan sesuatu.

Marilah kita menghentikan semua itu. Firman-Nya meminta dari kita, ”kasih yang keluar dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas” (1Tim. 1:5). Pengakuan kesalahan dan dosa selalu berbuah baik. Memang susah melakukannya. Lidah kita kadang berat untuk berkata: mohon maaf, minta tolong, atau terima kasih. Ego kita terlalu besar sehingga selalu melihat kesalahan orang lain lebih dahulu. Balok di mata tidak kelihatan, tetapi selumbar di mata orang lain kita mudah melihatnya (Mat. 7:4-5).

Ahmad Albar menutup lagunya dengan mengatakan, “Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan, mengapa kita bersandiwara”. Ya, semua akan ada akhirnya. Ujung jembatan menanti kita dengan pertanggungjawaban. Maka selalulah siap sedia (lihat renungan di bawah). Saatnya sandiwara rohani kita ubah menjadi kebangunan rohani. Tuhan kita baik, telah mengundang pemulihan: “Marilah, baiklah kita berperkara –firman TUHAN– Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (ay. 18-19). Haleluya, terpujilah Tuhan Yesus yang baik.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, Hendaklah Kamu Siap Sedia (Luk. 12:32-40), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

Hubungi Kami

Tanyakan pada kami apa yang ingin anda ketahui!