KABAR DARI BUKIT (Edisi 11 Mei 2025)

GUSTI MBOTEN SARE

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan–yaitu kamu sendiri–, namun ia telah menjadi batu penjuru” (Kis. 4:11)

Membaca nas minggu ini saya jadi teringat saat diadili dan dipenjara karena melawan rezim Presiden Suharto di tahun 1978-1979. Saat itu gerakan mahasiswa memang langsung menyerang Suharto, memintanya turun karena dianggap sebagai sumber permasalahan bangsa. Peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) sebelumnya, hanya menyerang dominasi Jepang dan peran Ali Murtopo yang dianggap otak pengerdilan partai politik, ormas dan juga mahasiswa. Meski banyak yang mendukung gerakan mahasiswa, namun tidak sedikit yang mengatakan bahwa yang kita lakukan adalah sia-sia. Penguasa kuat, militer dan partai politik kokoh mendukung Suharto. Pengadilan mahasiswa pun termasuk terhadap saya nyatanya berjalan tidak adil. Tuduhannya pasal karet. Saya dan kawan-kawan pemimpin mahasiswa akhirnya dipenjara setahun. Namun sejarah membuktikan, sepuluh tahun kemudian, Suharto jatuh! Keputusan pengadilan terdahulu bahwa kami bersalah, akhirnya dianulir. Kebenaran memang sering mengambil jalan yang panjang dan berliku.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kis. 4:5-12. Ini kisah pengadilan terhadap Rasul Petrus dan Yohanes yang dianggap penghasut oleh pemimpin-pemimpin Yahudi bersama Imam Besar yang mengadakan sidang Mahkamah Agama di Yerusalem (ay. 5). Petrus dan Yohanes memang sebelumnya menyembuhkan seorang laki-laki lumpuh di Bait Suci (Kis. 3:1-10) dan berkhotbah tentang Yesus. Tuduhannya: dengan kuasa apa mereka melakukannya?

Petrus dengan lantang menjawab: “Ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati–bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu.” Petrus berani mengatakan hal itu karena ia penuh dengan Roh Kudus (ay. 8-10).

Petrus dan Yohanes beruntung saat itu, setelah melihat penampilan mereka (ay. 13), keputusan sidang hanyalah menegur dan meminta agar mereka tidak mengulangi lagi perbuatannya. Ternyata, hal itu tidak membuat para murid takut, malah terus mengabarkan Injil hingga ke seluruh dunia.

Dalam kehidupan keseharian kita, hal seperti ini sering terjadi. Perbuatan baik, tidak selamanya dapat diterima pihak tertentu. Ada saja dibuat alasannya. Tapi ini tidak membuat kita untuk takut berbuat baik. Resiko selalu ada, ya tidak apa-apa. Kadang buah kebaikan tidak langsung kelihatan, atau tidak dihargai, itu adalah ujian ketulusan dan kesabaran kita. Tapi satu prinsip, tidak ada perbuatan baik yang sia-sia. Tuhan tidak tidur, Gusti Mboten Sare. Semua ada dalam kendali-Nya dan Ia Mahamelihat dan Mahatahu. Perlu kita sadari juga, Gusti Mboten Sare mengingatkan kita agar berpikir bijak sebelum bertindak.

Oleh karena itu jangan mudah menyerah. Tetaplah berbuat baik, dan lakukan dengan konsisten, tulus, penuh kasih, dan percaya itu adalah panggilan orang percaya. Bila buah keberanian dan pengorbanan kita tidak langsung kelihatan, bukan berarti Tuhan tidak bekerja. Kita hanya perlu meneguhkan hati dengan percaya pada rencana-Nya, mengingat janji-Nya, berpatokan keteladanan dalam Alkitab, dan berdoa serta berserah. Sebagaimana Yesus, lihat, batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan…, namun ia telah menjadi batu penjuru (ay. 11).

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Yesus Ditolak Orang Yahudi (Yoh 10:22-30) dan Mati yang Berkilau (Why. 7:9-17), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 4 Mei 2025)

JANGAN BERGUMUL SENDIRIAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati” (Yoh 21:14)

Manusia memiliki kemampuan luar biasa, baik fisik, pikiran, maupun jiwanya. Tentunya setelah melewati didikan dan latihan yang panjang; itulah yang membuat manusia semakin siap. Untuk itu boleh saja ada mengkatagorikan manusia berdasar kemampuan: kurang, biasa, tinggi, dan super. Namun ada saatnya tantangan tidak dapat diatasi. Seiring usaha, muncul temuan dan jawabannya sehingga masalah yang dulu berat, kini ada penyelesaiannya. Sayangnya, permasalahan baru muncul lagi; hidup bagaikan putaran spiral tanpa ujung.

Firman Tuhan bagi kita pada hari Minggu yang berbahagia ini adalah Yoh. 21:1-14. Nas ini menceritakan penampakan ketiga Kristus setelah kebangkitan-Nya, di hadapan tujuh murid yang sedang mencari ikan di danau Tiberias. Yesus kembali memperlihatkan mukjizat meneguhkan kuasa-Nya, saat murid-murid sedang menjala tapi tidak mendapat ikan. Namun dengan mengikuti perintah Yesus, mereka mendapatkan banyak ikan, jalanya tidak koyak dan jumlah ikan yang ditangkap tepat (ay. 6-11).

Hal kedua dari nas ini menegaskan bahwa pasca kematian-Nya, Yesus memiliki dua jenis tubuh, yakni tubuh rohani dan kemuliaan, seperti saat pertama bangkit bertemu Maria hingga terakhir Ia naik ke sorga. Tubuh kedua sama seperti kita, daging dengan kebutuhannya termasuk rasa lapar sehingga Yesus meminta ikan hasil tangkapan untuk dipanggang dan dimakan (ay. 5, 12).

Ada pelajaran hidup yang kita dapatkan dari nas ini. Pertama, kerja keras dan cerdas kadang tidak cukup untuk mendapatkan hasil terbaik. Manusia berencana Tuhan yang menetapkan (Ams. 16:9; 19:21; bdk. Luk. 5:5). Penting sekali doa (Ams. 16:1, 3) dan juga ketaatan kepada perintah Allah, sebagaimana Petrus mengikuti perintah untuk menebar jala ke sebelah kanan perahu (ay. 6).

Hal kedua, jangan terjebak pada situasi sulit. Sejak kematian Yesus, para murid mengalami “goncangan” jiwa. Namun mereka tidak mau terjebak dalam kesedihan; mereka kembali bekerja sebagaimana semula. Memang ada faktor ketakutan kepada penguasa Romawi, harapan menipis, dan tidak adanya kepastian. Yesus sendiri baru saat pengangkatan-Nya memberi perintah agar mereka terus mengabarkan Injil setelah Roh Kudus dicurahkan penuh, yang membuat mereka kembali bersemangat. Maka itu, manfaatkan waktu sebaik mungkin, dengan demikian kesedihan hilang sebab badai pasti berlalu.

Ketiga, upayakan selalu bersama-sama orang percaya, seperti murid di nas ini. Perintah Alkitab sangat jelas bahwa kita mesti bersekutu – meski bagi yang tidak sesuai dengan diri kita sebaiknya menjauh (Luk. 9:5; Ams. 13:20). Dalam kebersamaan, akan ada saling peduli, saling menghibur dan membangun (Ibr. 10:25; 1Tes. 5:11).

Keempat, Yesus selalu peduli. Para murid tidak menduga kedatangan-Nya di subuh hari itu. Tapi Yesus tahu permasalahan yang setiap orang percaya hadapi, baik pengharapan maupun pergumulan. Hati Yesus tetap untuk kita, bahkan saat ini di sorga Ia berdoa untuk kita sebagai Pengantara dan Imam Besar (Ibr. 7:25; 9:24), mempersiapkan tempat bagi kita (Yoh. 14:2-3), memerintah sebagai Raja (Ef. 1:20-22), dan menjadi Pembela kita. Oleh karena itu janganlah bergumul sendirian, seolah tidak ada lagi harapan. “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” (1Pet. 5:7; bdk. Mzm. 37:3). Bahkan, Yesus sering melakukan yang lebih baik dari pada yang kita pikirkan (Ef. 3:20). Ia setia dan penuh kasih.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Gembalakanlah Domba-dombaku (Yoh 21:15-19) dan Pentas Drama Sorgawi (Why. 5:11-14), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 27 April 2025)

KEPEDULIAN DAN KEBERSAMAAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka” (Kis. 4:34, TB2)

Dua bulan lalu saya berwisata ke Russia, ingin melihat fenomena alam aurora berupa cahaya indah berwarna-warni di langit yang hanya ada di kutub Utara dan Selatan. Dalam perjalanan tersebut saya berkesempatan bertanya kepada para pemandu wisata: Enakan mana, era saat dikuasai Partai Komunis dengan sekarang yang terbuka liberal? Umumnya mereka menjawab lebih enak dulu. Meski untuk mendapatkan makanan harus memakai kupon dan antri, tetapi dulu hal lain seperti pendidikan anak-anak lebih terjamin; semua gratis. Saat ini mereka banyak tidak mampu membayar mahal untuk mendapatkannya.

Firman Tuhan bagi kita pada hari Minggu ini adalah Kis. 4:32-35. Judul perikopnya: Cara hidup jemaat. “Kumpulan orang yang telah percaya itu sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun berkata bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” (ay. 32). Ini bagaikan sistim ekonomi sosialis, berciri kepemilikan bersama alat produksi, pemerataan ekonomi, pendidikan gratis, dan kesenjangan sosial dan ekonomi yang rendah. Memang ada harga untuk itu, yakni kebebasan pribadi berkurang, kebersamaan yang utama, dan semua diatur dari pusat. Namun kekristenan dasarnya adalah kasih dan kesediaan berkorban, bukan paksaan dengan ancaman hukuman seperti sosialisme.

Kembali kepada nas, cara hidup jemaat ini memberi dampak positif bagi semua. “Tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka. Sebab, semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki para rasul, lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya” (ay. 34-35).

Tentu kita bisa berdalih, itu jemaat kecil di masa mula-mula. Jemaat besar pasti susah menerapkannya. Betul, namun semangat kepedulian dan kebersamaan baiknya dipertahankan. Tuhan Yesus berkata, “Sebab orang-orang miskin selalu ada padamu” (Mat. 26:11a; Mrk. 14:7). Pada bagian lain dituliskan, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang telah kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25:40).

Jemaat mula-mula di tengah keterbatasannya, malah misi penginjilan tetap berjalan bagus. Bersama dukungan jemaat dan “Dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam anugerah yang melimpah-limpah” (ay. 33). Inilah melengkapi tiga misi gereja dan kita orang percaya, yakni persekutuan (koinonia), pelayanan sosial (diakonia), dan pekabaran Injil (marturia), yang mesti dilakukan berimbang. Bila fokus pada ibadah dan persekutuan saja, dengan mengabaikan dua misi lainnya, maka gereja tidak utuh keberadaannya.

Prinsip berimbang hanya dapat diukur dari sumber daya yang dipakai, seperti tenaga pelayan, waktu, dan dana. Gereja yang baik tentunya sumber daya yang diperoleh dari persembahan jemaat, dipakai berimbang untuk ketiga misi tersebut. Sayangnya, dari penelitian disertasi saya untuk S3, gereja-gereja arus utama (seperti HKBP, GKI, GPIB, dll.) hanya mengalokasikan dana persembahan sekitar 10-15% untuk pelayanan sosial dan pekabaran Injil; sementara gereja-gereja kharismatik lebih kecil umumnya dibawah 5%.

Mari kita tingkatkan kepedulian dan kebersamaan. Cakupan gereja bukanlah sebatas dinding gedung, tetapi semua anggota jemaat dengan sekeliling rumahnya dan tempat kerjanya, bahkan lebih luas. Kita ingat pernyataan Alkitab: “karena siapa yang tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya” (1Yoh. 4:20). Tetaplah peduli.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Meyakinkan Sang Peragu (Yoh 20:24-29) dan Saksi Kristus (Kis. 5:27-32), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 20 April 2025) – MINGGU PASKAH

KASIH YANG SELAMA-LAMANYA

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (Mzm. 136:1)

Setiap orang mestinya mensyukuri diberi kehidupan di dunia ini khususnya kita yang tinggal di Indonesia. Allah menciptakan alam yang indah dan tanah yang relatif subur. Bersyukur itu tidak tergantung pada situasi kita sesaat: sedang sakit, banyak persoalan, merasa miskin, berpikir tidak memiliki harapan, dan lainnya. Juga tidak tergantung kepada situasi bangsa kita yang belum menjadi negara maju; semoga bisa terwujud di tahun Indonesia Emas 2045.

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu Paskah hari sukacita ini diambil dari Mzm. 136:1-9, 23-26. Mazmur ini diperkirakan ditulis oleh Raja Daud, dan diberikan kepada orang Lewi agar dapat dipakai sebagai nyanyian syukur dan pujian pada ibadah di Bait Allah. Nas kita merupakan bagian pembuka dan penutup Mazmur ini.

Kebahagiaan dan rasa syukur memang berhubungan erat. Namun kesedihan dan adanya pergumulan dalam hidup sebaiknya tidak menghalangi kita untuk bersyukur. Banyak hal positif yang dapat kita peroleh dengan bersyukur, seperti mengurangi kecemasan dan khawatir, lebih fokus dan jernih dalam melihat situasi, meredakan emosi, mengembangkan sikap positif termasuk hubungan yang lebih baik dengan pihak lain dan tentunya Tuhan.

Untuk itu perlu menghilangkan rintangan agar mudah bersyukur. Misalnya, evaluasilah pengharapan kita – jangan terlalu tinggi apalagi di jangka pendek. Mulailah mensyukuri hal-hal kecil, jangan membanding-bandingkan, sadar akan kekurangan dan buang pikiran negatif, lihatlah hal baik di masa lalu, dan bila perlu berbicara dengan ahli dan profesional. Bersyukur sama seperti menjadi bahagia, itu adalah pilihan, sikap hidup, dan tergantung kepada kita.

Mazmur ini dengan tepat menguraikan dasar kita bersyukur kepada Allah, yakni: Pertama, kasih adalah sifat dasar dan ciri Allah dan kasih setia-Nya sampai selama-lamanya (ay. 1-3); Kedua, Allah adalah pencipta segala sesuatu di alam semesta ini. Meski proses atau jalan yang kita lalui seolah tampak natural atau alamiah, namun selalu ada campur tangan Allah dalam proses tersebut (5-9).

Dalam nas berikutnya dijelaskan bahwa Allah adalah Penyelamat. Ia tidak menginginkan manusia menjadi binasa. Umat Israel telah beberapa kali diselamatkan baik dengan cara biasa maupun yang spektakuler – dibebaskan dari Mesir. Oleh karena itu Allah selalu menjadi Penyelamat (ay. 10-22). Pengorbanan, kematian dan kebangkitan Yesus merupakan bukti kasih setia-Nya bagi kita yang percaya kepada-Nya.

Bagian akhir renungan menegaskan bahwa Allah adalah Pemelihara. Ia selalu setia dan mengingat saat kita terpuruk dan tidak membiarkan kita jatuh tergeletak apalagi oleh lawan kita, sepanjang kita mengandalkan Dia (ay. 23-24). Percayalah akan pertolongan-Nya dan jangan putus asa apalagi mengambil jalan pintas mengakhiri hidup. Dia juga yang memberikan makanan dan minuman yang secukupnya setiap hari sebagaimana Doa Bapa Kami (ay. 25). Kasih setia-Nya sampai selama-lamanya yang membuat hidup itu indah dan layak diperjuangkan. Hanya mereka yang menghargai hidup yang membuat hidup itu indah.

Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya, itulah dasar kita bersyukur dan layak memuji yang memperlihatkan kebesaran dan kemuliaan-Nya, Allah semesta langit (ay. 26). Bersyukurlah.

Selamat Paskah dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Kebangkitan Yesus Meneguhkan Iman Kita (Yoh 20:1-18) dan Paskah dan Dunia Baru (Yes. 65:17-25), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 18 April 2025 – JUMAT AGUNG)

PENANGGUNG PENYAKIT DAN SENGSARA KITA

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (Yes. 53:6)

Firman Tuhan bagi kita pada Jumat Agung, hari besar umat Kristiani ini, diambil dari Yes. 52:13-53:12. Judul perikop ini: Hamba TUHAN yang menderita.

Nabi Yesaya sangat jelas dan tepat menuliskan nubuatan tentang datangnya Juruselamat manusia. Namun gambaran hamba Tuhan yang diberikan, bukanlah seperti yang dipikirkan oleh umat Israel. Allah ingin membalik cari pikir mereka, yang beranggapan bahwa Raja dan Mesias yang datang tipikal Raja Daud atau pahlawan dalam mitos. Allah memiliki maksud tentang hal itu, menegaskan bahwa kadang-kadang yang dipikirkan manusia tidak selalu sama dengan pikiran Allah. “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yes. 55:8).

Hamba Tuhan yang datang tidak tampan dan tidak semarak; gambaran kesederhanaan-Nya. Penderitaan-Nya dituliskan begitu rinci dan buruk: seperti bukan manusia lagi, sehingga orang menutup muka ketika melihat dia (ay. 52:14; 53:2b, 3). Itu terjadi karena Ia tertikam, dihina, dianiaya, penuh kesengsaraan, tetapi membiarkan diri-Nya ditindas dan tidak membuka mulut seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian (ay. 53:7). Sebuah sikap hidup berserah tanpa banyak keluhan yang layak kita teladani.

Ironisnya, semua itu terjadi bukan karena kesalahan-Nya. “Sesungguhnya penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya…. Dia ditikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (ay. 53:4a, 5).

Sangat jelas bahwa hamba Tuhan yang digambarkan nabi Yesaya adalah Yesus Kristus. Proses peradilan yang panjang dan tidak adil dihadapi Tuhan Yesus, termasuk cuci tangan Pilatus dan saling lempar tanggungjawab, yang membuat penderitaan Yesus semakin berat. Tetapi ini meneguhkan iman kita bahwa tidak ada pemimpin agama lain yang mati bagi pengikut-Nya dan bahkan mati disalib. Itulah Yesus yang mati tersalib penanggung dosa-dosa kita.

Ia turun dari sorga dan mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba menjadi sama dengan manusia (Flp. 2:6-7). Tuhan Yesus menyadari akan melewati penderitaan yang tidak tertahankan, sehingga Dia sampai mengatakan, “biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku”, dan kemudian ditambahkan-Nya, “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat. 26:39). Ini menjadi teladan bagi kita tentang kesetiaan-Nya (Flp. 2:8).

Yesus harus mati agar kita hidup kekal (Yoh. 3:16). Manusia masih terus berbuat dosa yang upahnya maut. Sesuai prinsip penebusan, harus ada pengganti korban agar yang percaya selamat (Rm. 6:23; Ef. 1:7). Ada darah yang tercurah, dan tentu terutama didasari oleh penyesalan dan pertobatan (Im. 1-7; 2Taw. 29:23; 1Yoh. 2:2). Dengan penyesalan dan pertobatan, maka kita layak mendapat pengampunan atas dosa-dosa yang dilakukan (Kol. 1:14).

Kasih dan keagungan Tuhan Yesus itulah yang kita peringati di Jumat Agung ini. Respons terbaik kita yakni terus memuliakan dan ikut melayani Dia melalui kesaksian tentang kasih dan kuasa-Nya dan menjadi berkat bagi orang lain. Dan Ia berpesan, agar kita memperingati, merayakan, dan menerima tugas tanggungjawab tersebut dengan mengikuti perjamuan kudus (1Kor. 11:23-26).

Selamat beribadah dan mengikuti perjamuan kudus.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Dari Perjamuan Malam hingga Golgota – Via Dolorosa (Yoh 18:1-19:42) dan Kita Mempunyai Seorang Imam Besar (Ibr. 10:16-25), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 13 April 2025)

BATU YANG BERTERIAK

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Jawab-Nya: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, batu ini akan berteriak” (Luk. 19:40)

Hari Minggu ini gereja-gereja akan dipenuhi daun palem. Umat Katholik bahkan sudah membawanya dari rumah dan berjalan menuju gereja, seolah membayangkan mengelu-elukan Tuhan Yesus dengan sorak sorai yang lewat di jalan itu. Semoga demikanlah hati dan semangat kita semua.

Firman Tuhan bagi kita memasuki Minggu Sengsara ini adalah Luk. 19:28-40; sebuah kisah Tuhan Yesus saat meneruskan perjalanan-Nya menuju Yerusalem menjelang akhir hidup-Nya. Sambutan umat begitu besar, antusias, memperlakukan-Nya sebagai Raja. Tentu ini didasari oleh pengalaman mereka melihat hal yang dilakukan Yesus sebelumnya. Begitu banyak mukjizat dilakukan, kuasa-Nya yang besar, dan kasih-Nya terhadap orang-orang berkebutuhan. Ini diperkuat lagi pengharapan umat Yahudi akan Mesias yang sudah lama dinantikan, sebagai penggenapan nubuat-nubuat yang disampaikan oleh para nabi.

Namun pengharapan Mesias umat Yahudi terhadap Yesus sebagai Raja dan pemimpin massa, yang membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, ternyata salah. Yesus memasuki Yerusalem sebagai Raja Damai. Ia memberikan sinyal dengan tidak menunggangi kuda sebagai lambang kekuatan dan perlawanan, melainkan menunggangi keledai saat masuk menuju Bait Allah. Keledai itu pun hasil “pinjaman” dari orang lain, dan dipilih yang masih muda (ay. 30-34). Sebuah pesan kerendahan hati dan membawa damai.

Sementara Yesus mengendarai keledai itu, mereka menghamparkan pakaiannya di jalan (ay. 36). Respon yang luar biasa, bahkan “semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring berkata: “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di surga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!” (ay. 37-38).

Yesus sebenarnya mengetahui telah tiba akhir pelayanan-Nya di bumi, dan akan dibunuh di Yerusalem sebagaimana dikatakan-Nya (Luk. 24:25-27; Yoh. 3:14-15); sekaligus memenuhi nubuatan di Perjanjian Lama (Yes. 53:1-12; Zak. 9:9; 12:10). Namun Yesus tetap melangkah tegar memenuhi kehendak Bapa, dan menunjukkan kepada kita beberapa sikap dan keteladanan yang kita perlu ikuti dan miliki. Pertama, ketaatan pada Allah, apapun resiko dan harganya, jangan takut. Kedua, kesiapan menghadapi tantangan yang sudah ada di depan mata. Jangan lari dari tanggung jawab, baik itu atas rencana Tuhan yang tidak kita mengerti, atau atas kesalahan yang kita perbuat dan tentunya Tuhan maklumi terjadi.

Keteladanan ketiga, kesediaan untuk berkorban bagi orang lain. Kasih adalah pengorbanan. Keempat, selalu dalam tindakan mempertunjukkan kasih dan membawa damai. Kelima, meyakini semua jalan hidup ada dalam kendali dan penggenapan rencana Allah Bapa dalam diri setiap orang. Terakhir, janganlah takut menghadapi kematian, sebagaimana Yesus, meski jalannya menyakitkan.

Yesus percaya akan kuasa Bapa sehingga ketika orang Farisi meminta agar Ia menegor murid-murid yang mengelu-elukannya, Ia menjawab: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, batu ini akan berteriak” (ay. 40). Batu, benda mati berteriak, memberi makna kepada kita bahwa semua alam semesta adalah ciptaan-Nya dan di bawah kuasa-Nya. Ini juga memberi arti bahwa kebenaran dan kemuliaan Tuhan tidak dapat disembunyikan; semua akan terungkap. Batu berteriak berarti, meski manusia tidak memuji-Nya, Tuhan memiliki cara untuk menaikkan pujian bagi Dia, yang berdaulat memiliki kemuliaan untuk memuji diri-Nya sendiri.

Mari kita bersama Yesus mempersiapkan diri sebagai pemenang, dengan tegar dan kuat. Iman kita berpegang tidak akan sia-sia; palem kemenangan dan sorak sorai membuat semua pengharapan akan terjadi. Terpujilah Dia Yesus Raja kita.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Yang Terbesar di Sorga (Luk 22:24-34) dan Segala Lidah Mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan (Flp. 2:5-11), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 6 April 2025)

JALAN LURUS KEHIDUPAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Aku menggemari ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan” (Mzm. 119:16 TB2)

Sebuah video beredar di WA Group (di bawah) menampilkan seorang supir angkutan umum ngebut, menerobos kemacetan panjang. Supirnya tidak peduli mobil lain yang antri dan keselamatan pemakai jalan. Infonya video tersebut ditayangkan di TV negara Tiongkok. Sungguh memalukan dan memiriskan hati. Kita juga setiap hari dapat melihat bagaimana jalanan kita seolah tidak ada aturan lagi. Kenderaan saling menyalib dari kiri dan kanan. Truk seenaknya perlahan mengambil jalur di kanan atau tengah. Dan kita hanya bisa mengusap dada sambil berharap: kapan terjadinya perubahan?

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu V Prapaskah ini adalah Mzm. 119:9-16; sebuah nas potongan Mazmur terpanjang di Alkitab dengan tema utama tentang firman Allah dengan segala kuasanya. Nas minggu ini lebih fokus tentang keinginan, kerinduan dan komitmen penulisnya untuk berjalan mengikuti perintah-Nya dan permohonan agar dalam menjalani hidup, ia tidak menyimpang.

Dalam kitab mazmur kata “Perintah” dipadankan dengan istilah lain, seperti hukum, titah, ketetapan, jalan, dan peringatan, semuanya kepenuhan Taurat. Dalam Perjanjian Lama ada perkiraan 613 perintah bernada “Janganlah” (613 Mitzvot dalam tradisi Yahudi), dan ada 400-an perintah positif bernada “Hendaklah”.

Menghapal semua aturan/hukum tersebut tidaklah mungkin. Alkitab mengajarkan bahwa semua aturan tersebut disarikan dalam 10 Perintah Allah (empat pertama untuk Allah dan enam untuk sesama manusia). Perjanjian Baru memfokuskan lagi perintah tersebut dalam dua hukum utama, yakni: kasihilah Allahmu dan kasihilan sesamamu manusia (Mat. 22:37-40), dan ditulis versi singkat: “perbuatlah seperti orang lain ingin berbuat kepadamu” (Mat. 7:21). Kembali kepada pengemudi yang ugal-ugalan tadi, mengapa ia melakukan hal itu? Jelas ada hukum negara memberikan sanksi konkrit jika kecelakaan: penjara dan denda. Maka kita bisa membayangkan pengemudi tadi tentu tidak berpikir tentang hukum Allah, mungkin menganggap sanksinya tidak pasti dan seolah gampang menghapusnya.

Namun, nas minggu ini menegaskan keyakinan, untuk menjaga kelakuan bersih dan murni hanyalah berpegang pada firman-Nya (ay. 9). Untuk itu pemazmur terus mencari Tuhan agar hidupnya tidak menyimpang (ay. 10). Pertanyaannya kemudian: sudahkah kita membaca Alkitab atau renungan tiap pagi/hari? Jika tidak atau belum, lakukanlah! Ironis, kita takut akan hukum negara yang memberi sanksi badani dan materi, sementara tidak takut melanggar hukum Allah dengan sanksi hukuman kekal penuh ratapan dan kertakan gigi (Mat. 8:13; 13:42).

Kerinduan pemazmur akan firman Allah didasari keyakinan memegang janji-Nya dan takut berbuat dosa (ay. 11), percaya menuntun langkahnya di jalan lurus, dan tentunya mengajarkan tentang kasih. Ia menyimpannya dalam hati, bukan dalam pikiran yang mudah terkikiskan, bahkan tidak dibiarkan saja dalam Alkitab atau hiasan dinding. Hati jelas tempat tempat yang aman dan efektip menyimpan firman-Nya, agar siaga setiap saat untuk dipergunakan; sepanjang tidak digeser oleh keinginan harta dan dunia (Mat. 6:21). Menyimpan firman di hati membuatnya sebagai harta paling berharga dalam hidup. Untuk lebih efektipnya juga diminta bersaksi (ay. 13).

Kini kembali kepada kita, apakah kita sudah memiliki keinginan, kerinduan dan komitmen mengikuti perintah-Nya? Gemarilah dan renungkan seperti pemazmur (ay. 15-16). Hendaklah kita percaya, manusia tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri. Firman Tuhan dan Roh Kudus yang mampu menuntun kita agar hidup di jalan yang lurus bersih dan menyenangkan-Nya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Memberi dengan Tulus dan Penuh Syukur (Yoh 12:1-8) dan Aku Manusia Baru (Yes. 43:16-21), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 30 Maret 2025)

RAHASIA DOSA DIAMPUNI

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan” (Mzm. 32:1-2a)

Pernah melakukan kesalahan kepada orang lain dan kemudian dimaafkan? Lega bangat, tentunya. Begitu jugalah perasaan kita bila Tuhan mengampuni semua kesalahan yang kita lakukan. Semua kita pastilah pernah berbuat salah – baik sengaja atau tidak sengaja, direncanakan atau respon spontan, yang menyakiti hati sesama dan Tuhan; dan itu adalah dosa, melanggar perintah Allah. Oleh karena itu Alkitab berkata, semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23).

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 32, ada 11 ayat. Ini merupakan nyanyian pengajaran Daud setelah ia mengakui dosanya kepada Tuhan (ay. 5-6). Tadinya ia menyembunyikannya, dan dampaknya ia merasakan beban yang berat: “tulang-tulangku menjadi lesu / karena aku mengeluh sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas” (ay. 3-4, 10a).

Memang kadang orang mau menyembunyikan dosanya kepada Tuhan dan sesama, dengan alasan rasa malu, takut dihukum, merasa jatuh harga diri yang dilandasi rasa sombong. Padahal, menyimpan semua itu ibarat menggendong beban sampah atau kotoran dalam menjalani hidup, yang mestinya bisa dilepas dan dibuang. Apalagi sampai merasa bangga melakukan dosa, misalnya berhasil mencuri uang kantor yang besar, atau memukuli seseorang yang sebenarnya tidak bersalah padahal bisa diselesaikan dengan baik atau jalur hukum. Itu bukanlah sifat kristiani yang menonjolkan ego dan kehebatan diri, penggunaan kekuasaan yang menyimpang, bahkan penyaluran sakit hati dan dendam yang salah. Ini sebenarnya memperlihatkan kelemahan moral, dampak kurangnya hubungan erat dengan Tuhan yang penuh kasih. Kadang ada juga alasan lain, seseorang tidak mau mengaku dosanya karena pengaruh orang lain, oleh karenanya hati-hatilah dalam bergaul dan berteman.

Mengaku dosa adalah sesuatu yang baik dan positif; kita berarti melepaskan beban yang tidak perlu. Untuk itu kita hanya perlu mengakui secara jujur dan tidak menyangkal (1Yoh. 1:8-10). Kedua, kita juga mengungkapkan penyesalan dalam dan mengakui kelemahan diri. Ketiga, berusahalah menyelesaikannya dengan orang yang kita sakiti atau rugikan (Mat. 6:14-15). Bila tidak direspon, maka tugas kita adalah berdoa dan bersabar, pasti akhirnya indah pada waktunya.

Semua ini tentunya dibungkus dengan iman dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat yang telah menebus dosa-dosa kita dengan darah-Nya (Rm. 10:9-10, Ef. 2:8-9). Selanjutnya, kita perlu berjanji akan berubah dan terkendali mengikuti firman-Nya sebagaimana nas miimggu ini mengingatkan, “Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang (ay. 9; Kis. 3:19; Luk. 24:47).

Ketika mengaku dosa dan berjanji, maka kita akan merasakan aman dan damai sukacita (ay. 7; Rm. 5:1), ada kelegaan di hati (ay. 1-2, 10; 1Pet. 5:7), dosa kita telah ditebus di dalam iman (1Yoh. 1:9, Rm. 4:6-8), serta Roh Kudus semakin menguasai hidup kita yang tampak pada perubahan sikap dan cara pandang (ay. 8; 2Kor. 5:17, Ef. 4:22-24).

Kita lihat Raja Daud setelah mengaku dosanya, mengatakan: “Bersukacitalah dalam Tuhan / dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!” (ay. 11). Itulah rahasia indahnya hidup yang diampuni dosanya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Berdosa kepada Tuhan dan kepada Manusia (Luk 15:1-3, 11b-32) dan Menjalani Kehidupan (Yos. 5:9-12), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 23 Maret 2025)

RINDU HADIRAT TUHAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Ya Allah, Engkaulah Allahku, pagi-pagi aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku letih merindukan Engkau” (Mzm 63:2a TB2)

Seperti rusa yang haus/Rindu aliran sungai-Mu/Hatiku tak tahan menunggu-Mu
Bagai padang gersang/Menanti datangnya hujan/Begitu pun jiwaku, Tuhan….

Saya dan mungkin banyak orang sering terbawa suasana sentimental tatkala menyanyikan pujian di atas, sama seperti lagu di bawah yang keduanya diinspirasi dari Mazmur 42 tentang kerinduan akan kehadiran Tuhan dalam hidup kita.

S’perti rusa rindu sungai-Mu/Jiwaku rindu Engkau/Kaulah Tuhan hasrat hatiku/Kurindu menyembah-Mu …. Yesus, Yesus Kau segalanya bagiku….

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 63:1-8. Seperti Mzm. 42, Mazmur ini juga berbicara tentang kerinduan Daud akan hadirat Tuhan dalam situasinya yang sulit tatkala dikejar-kejar oleh Raja Saul yang ingin membunuhnya. Memang ada beberapa Mazmur yang dituliskan oleh Raja Daud tentang kerinduan yang sama, Mzm. 27:4 tentang dambaan “tinggal di Rumah Tuhan seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya” (bdk. Mzm. 84:1-2; 1Sam. 23:14-16; 2Sam. 6:14-15).

Perasaan rindu tentu saja datang bila memiliki pengalaman yang menyenangkan dan indah mengenangkan. Jika pengalaman bersama malah sebaliknya, membuatnya tanpa kesan apalagi menimbulkan rasa tidak suka dan sakit hati, kerinduan tidak akan muncul. Oleh karena itu nasihat bagus ialah membuat setiap momen kebersamaan dalam hidup menjadi sesuatu yang istimewa dan indah, apalagi hal itu dengan orang-orang terdekat dan tercinta. Jangan merusaknya!

Kerinduan Raja Daud bukan hanya saat situasi sulit meminta pertolongan. Jangan seperti yang dikatakan orang, justru di rumah sakit tempat paling banyak doa-doa dinaikkan dan lebih sungguh-sungguh. Raja Daud juga mengekspresikan kerinduannya pada situasi sukacita atas datangnya berkat dan sukacita, seperti Mzm. 16:8-11; 21:1-2. Bahkan pada nas minggu ini dikatakan, Daud rindu hadirat Tuhan karena ingin memandang dan melihat kekuatan dan kemuliaan-Nya, memegahkan dan memuji-Nya seumur hidupnya (ay. 3-5).

Tentu bagi kita yang merasa belum memiliki hubungan dekat dengan Tuhan, perlu membuka mata hati dahulu akan kebesaran dan Maha kuasa-Nya dan mengakui keterbatasan manusia dalam menghadapi (segala) masalah dalam kehidupan. Kerendahan hati akan membangun hubungan yang erat dan intim dengan-Nya. Ekspresikan kerinduan kita melalui doa atau pujian akan hadirat Tuhan dalam hidup kita, baik dalam suka maupun duka, saat berkat dan kehilangan, kiranya Tuhan akan hadir dan Tuhan memberi kelepasan dan kepuasan (Mat. 11:28-30; Mzm. 55:2; Flp. 4:6-7).

Tuhan selalu menjawab kerinduan anak-anaknya sebagaimana Ia menjawab Daud. Ada banyak cara Tuhan menjawabnya, yakni melalui penglihatan dan mimpi (1Sam. 23:11, 2Sam. 7:4-17), pesan melalui hamba-Nya tentang kehendak-Nya (1 Sam. 28:6, 2Sam. 7:1-17), tanda-tanda kehadiran-Nya (1Sam. 17:45-47, 2Sam. 6:12-15) dan tentunya lewat pengalaman pribadi sebagaimana Daud selamat dari tangan jahat Saul (1Sam. 23:14-16).

Mari kita lebih dekat dengan-Nya dan tidak perlu khawatir. Tuhan Mahaadil dan setia (Mzm. 145:17, 1Yoh. 1:9), Ia mendengar doa semua orang (Mzm. 65:2, 1Pet. 3:12) dan selalu memberikan jawaban tepat di saat yang tepat (Mzm. 138:8, Yer. 29:11). Hanya untuk itu diperlukan iman dan ketaatan (Ibr. 11:6, Mrk. 11:22-24), persekutuan, doa yang tulus dan sungguh-sungguh (Mzm. 51:17, 1Pet. 3:12), menjadikan Dia naungan dan andalan pertolongan, serta jiwa kita melekat kepada-Nya (ay. 7-8). Terakhir, berupayalah menjalani kehidupan yang seturut dengan firman-Nya. Nyatakan: Yesus, Yesus, Kau segalanya bagiku…! Sulit? Yah, gampang jika sudah dimulai.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Adakah Kesempatan Kedua? (Luk 13:1-9) dan Israel dan Peringatan (1Kor. 10:1-13), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 16 Maret 2025)

TELADAN DAN MENTOR SORGAWI

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Sebab, kewargaan kita terdapat di dalam surga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat” (Flp. 3:20 TB2)

Penulis dan pemikir kepemimpinan John C. Maxwell mengatakan dalam bukunya “The 21 Irrefutable Laws of Leadership” bahwa “meneladani orang lain yang sukses adalah cara untuk menjadi sukses sendiri.” Stephen Covey dalam bukunya yang populer “The 7 Habits of Highly Effective People” juga mengatakan bahwa “meneladani orang lain yang efektif adalah cara untuk menjadi efektif sendiri.”

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Flp. 3:17-4:1. Judul perikopnya “Nasihat-nasihat kepada jemaat”; menyangkut pentingnya mengikuti teladan yang baik dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Ada banyak yang memberi contoh buruk bahkan hidup dengan topeng namun dibaliknya penuh bopeng.

Tujuan hidup kita adalah menjadi serupa dengan Kristus (1Yoh. 2:6; Flp. 2:5-8; Ef. 5:2). Rasul Paulus menjelaskan hal itu tidak mudah. Ada banyak yang “hidup sebagai seteru salib Kristus. Ilah mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi.” Namun, “kesudahan mereka ialah kebinasaan” (ay. 18-19).

Nas minggu ini mengingatkan, kita orang percaya adalah warga sorgawi; kewargaan kita adalah ganda: KTP dunia dan KTP sorga. Arah hidup kita dalam iman yakni menantikan kedatangan Tuhan Yesus (ay. 20). Oleh karena itu, janganlah sampai hidup kita penuh cacat saat kedatangan-Nya kembali atau saat ajal menyambut kita dipanggil terlebih dahulu. Orang percaya harus berdiri teguh, jangan tergoda dan terbawa kehidupan dunia yang tidak berkenan kepada Tuhan (ay. 4:1).

Nasihat minggu ini menekankan pentingnya memiliki teladan atau panutan. Selain Kristus yang kita jadikan panutan utama, nas ini juga memberi nasihat untuk menjadikan Rasul Paulus sebagai teladan (ay. 17a). Maksud Paulus bukan untuk menyaingi Kristus, namun meneladani hidupnya sebagai seorang Kristen yang taat dan setia kepada Yesus Kristus, seperti dituliskannya pada bagian lain: “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1Kor. 11:1).

Rasul Paulus juga mengatakan perlu meneladani orang lain yang hidupnya sama seperti dia (ay. 17b). Mereka bisa kita dapatkan dari lingkungan kita. Panutan hidup kita pilih dengan selektip, misalnya: orangtua, guru, pendeta jemaat, sahabat dekat, pemimpin atau tokoh inspiratif dari buku-buku. Melalui kehidupan mereka, kita belajar menerapkan cara yang sesuai dengan pribadi dan situasi untuk mengembangkan karakter diri, mengasah keterampilan dan pengetahuan, mendapatkan inspirasi dan motivasi sehingga hidup kita mendekati serupa dengan mereka dan bahkan lebih baik lagi.

Untuk itu perlu langkah-langkah yang dilakukan, yakni mempelajari kehidupan mereka melalui pengamatan, melalui buku atau informasi lainnya. Tentu tidak mungkin semua hidupnya kita teladani; dipilih yang relevan saja, seperti kerja kerasnya, gaya kepemimpinannya, penanganan masalah, cara berbicara, sikap mengasihi, berdoa, dan lainnya. Itu pun tidak hanya di simpan di kepala, perlu dibuat rencana aksi untuk menerapkannya dalam hidup kita, serta dilakukan evaluasi. Kadang, perlu bertanya kepada ahli yang kita pilih sebagai mentor, sebab hidup dan persoalan tidak selalu hitam putih. Mengandalkan pikiran sendiri dapat salah arah.

Tidak ada kata terlambat untuk memilih teladan hidup saat ini dan mencari mentor rohani kita. Dan kita pun dapat sebagai teladan bagi orang lain.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini dengan tema: Yerusalem, Engkau yang Membunuh Nabi-Nabi (Luk 13:31-35) dan Kekuatan Percaya (Kej. 15:1-12, 17-18), silahkan klik www.kabardaribukit.org

Hubungi Kami

Tanyakan pada kami apa yang ingin anda ketahui!