KABAR DARI BUKIT (Edisi 4 September 2022)

BEJANA YANG SEMPURNA

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya (Yer. 18:4)

Salam dalam kasih Kristus.
Kita pasti pernah mendengar dan suka dengan lagu ini.

Bagaikan bejana siap dibentuk, demikian hidupku di tangan-Mu
Dengan urapan kuasa Roh-Mu, Ku dibaharui selalu

Lagu indah ini di utube sudah mencapai 1,4 juta penonton. Liriknya, ungkapan berserah kepada Tuhan, dan kerinduan untuk dibentuk dan disempurnakan, agar sama seperti Tuhan Yesus. Sebuah kutipan dari 1Yoh. 2:5-6, senada lagu NKB 138: Makin serupa Yesus, Tuhanku, inilah sungguh kerinduanku….

Allah sebagai Bapa dan sebagai Gembala telah kita tahu. Gambaran lain sebagai Tukang Periuk, dituliskan dalam Yer. 18:1-11 yang menjadi bacaan kita di hari Minggu berbahagia ini (untuk bacaan lengkap, klik https://alkitab.app/v/447b14b1267a ). Penegasan Allah sebagai Tukang Periuk juga diberikan dalam Rm. 9:20: “Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: “Mengapakah engkau membentuk aku demikian?” (band. Yes. 29:16).

Dalam renungan dua minggu lalu dari Yer. 1:4-10, dijelaskan bahwa jalan hidup manusia ditentukan oleh empat kekuatan yang tarik-menarik. Pertama, rencana Tuhan dengan kedaulatan sekaligus pemeliharaan-Nya. Kedua, adanya dosa asal dan natur berdosa manusia. Ketiga, kemauan dan kemampuan diri sendiri, yakni roh kehendak bebas, dalam ketaatan dan memahami keberadaan dan panggilannya di dunia ini. Dan terakhir, keberadaan iblis si jahat.

Allah sebagai Tukang Periuk menegaskan kembali kedaulatan Allah melalui nas ini. Kita tidak dapat menolak menjadi anak ayah-ibu kita, atau terlahir tidak jenius, kaya atau tidak terlalu rupawan, bahkan dengan tubuh tidak sempurna. Jangan juga menyesali terlahir bukan anaknya Presiden RI. Alkitab mengingatkan, “Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya; dia tidak lain dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: “Apakah yang kaubuat?” atau yang telah dibuatnya: “Engkau tidak punya tangan!” (Yes. 45:9).

Jalan kehidupan kita pun, bisa saja tidak sesuai dengan harapan. Atau merasa tidak tahu jalan mana yang terbaik ditempuh. Bahkan mungkin kita sedang terjatuh, hancur menjadi puing, kotor tidak berdaya dan melihat jalan saat ini buntu dan gelap. Untuk itu tetaplah dalam kerendahan hati dan bersyukur atas kehidupan yang diberi. Datanglah kepada Tuhan Yesus, Allah kita, Tukang Periuk yang hidup dan baik, memohon pertolongan-Nya agar mengasihi dan membentuk diri kita kembali, menjadi pribadi yang lebih baik, utuh, dan lebih dipakai sesuai dengan pengharapan baru.

Jangan merasa terlambat melakukan sesuatu yang baru, terlebih untuk kemuliaan Tuhan. Tidak ada salahnya hidup berputar, bahkan berbalik ke awal. Banyak contoh kehidupan yang berpindah jalur, atau memulai pilihan baru yang tidak terpikirkan sebelumnya; dan ternyata sangat sukses. Kita hanya perlu mengikuti petunjuk Alkitab, yakni bertekun dan rajin (Ams. 6:6-8; 12:24), bekerja keras (Ef. 4:28; 2Tes. 3:7-8), cerdik, cerdas dan berihikmat (Mat. 10:16; Ams. 1:7).

Tetapi landasan utamanya adalah tetap setia dalam iman (Mat. 24:13), menjalani hidup dengan kekuatan Roh dan bukan lagi oleh keinginan daging (Gal. 5:16-17; Rm. 8:1-11). Selalu siap berkorban dan memikul salib. Dengarkanlah panggilan-Nya, dan dendangkanlah lagu di bawah: “Inilah hidupku di tangan-Mu, bentuklah s’turut kehendak-Mu, Pakailah sesuai rencana-Mu….” Maka, kita akan menjadi bejana yang sempurna kelak di hadapan Yesus Kristus (1Kor. 1:8-9).

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut leksionari hari ini, Memikul Salib dan Mengikut Dia (Luk. 14:25-33), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 28 Agustus 2022)

SUNATLAH DIRIMU

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Sunatlah dirimu bagi TUHAN, dan jauhkanlah kulit khatan hatimu, hai orang Yehuda dan penduduk Yerusalem, supaya jangan murka-Ku mengamuk seperti api, dan menyala-nyala dengan tidak ada yang memadamkan, oleh karena perbuatan-perbuatanmu yang jahat! (Yer. 4:4)

Salam dalam kasih Kristus.
Saya kira semua kita pernah merasa kecewa bahkan marah kepada orang yang kita kasihi; terhadap anak, istri/suami, atau kakak/adik. Kita semula berharap mereka menunjukkan kasih, setia dan tanggungjawab, tapi kenyataan sebaliknya; wajarlah kita kecewa bahkan marah.

Respon manusia terhadap kekecewaan memang beragam, mulai bersikap diam, meski biasanya disertai rasa sakit terpendam, seperti jengkel, marah, kepahitan, benci atau dengki. Namun bagi yang tempramental sumbu pendek, respon kemarahan seringnya bersuara keras membentak, kadang disertai memukul atau melemparkan sesuatu, atau membanting pintu. Hanya sedikit yang melakukan hal unik, seperti anekdot, masuk ke kamar mandi dan menggunakan sikat gigi orang yang mengecewakannya untuk dipakai membersihkan kloset hehehe. Namun, itu kepuasan semu yang sia-sia.

Rasa kecewa dan marah yang terjadi berulang-ulang, biasanya menimbulkan sikap putus asa. Jika mengikuti lagu Trio Ambisi Jangan Sampai Tiga Kali: Dua kali kau sakiti hati ini juga kumaafkan, tapi jangan kau coba tiga kali. Terlalu, kata penyanyi lain. Dan puncaknya, manusia kadang menghukum langsung, tidak jarang menyakiti dan merusak jiwanya.

Itulah kisah yang diceritakan dalam nas firman Tuhan bagi kita minggu ini, dalam Yer. 4:4-13. Allah kecewa berat terhadap bangsa Israel. Kerajaan Israel telah terpecah dua akibat dosa Raja Salomo: bagian Utara dan bagian Selatan atau Yehuda. Israel Utara telah dihukum terlebih dahulu, jatuh ke tangan penjajah bangsa Asyur. Hampir seabad Kerajaan Israel Selatan masih bertahan, namun setelah kematian Raja Yosia, warga kerajaan ini pun ikut menyembah berhala dan ilah-ilah palsu. Tuhan pun menyampaikan peringatan keras melalui Nabi Yeremia (untuk membaca nas lengkap, klik link https://alkitab.app/v/2df690dbd1d2

Seperti manusia juga, Allah adalah Pribadi, yang memiliki pikiran, hati, perasaan, emosi, dan amarah. Bedanya, kekecewaan dan kemarahan Allah lebih terkendali dan memiliki visi jauh ke depan. Amarah Allah dilandasi kasih untuk pemulihan dan pertobatan, agar kembali sesuai perjanjian yang dibuat dengan umat pilihan-Nya (ay. 2, 4). Hukuman Allah bertujuan umat-Nya kembali ke jalan-Nya dan bukan untuk menghancurkan (Ams. 3:11-12; 23:13-14).

Ini yang perlu kita pahami dan ikuti jika terjadi pada diri kita. Bisa saja kita kecewa dan marah terhadap seseorang, dan itu manusiawi. Tetapi kita perlu menjaga agar tindakan kita terus dibungkus kasih, tidak didasari oleh emosi, rasa benci, iri hati, dendam, atau ingin merusak tidak terkendali. Apalagi, penyebabnya bisa saja karena kesalahan pemahaman dan miskomunikasi. Menghukum dengan menghakimi, apalagi tanpa ada keinginan untuk mengampuni, bukanlah ajaran Kristiani.

Kini saudaraku, apakah kita saat ini sedang marah dan menghukum seseorang dengan kata-kata, sikap, atau tindak perbuatan? Mungkin kita merasa bersikap diam cukup baik, menjauh dari mereka yang kita rasakan membuat persoalan. Namun, pintu pengampunan haruslah terus terbuka. Janganlah kita setiap minggu mengucapkan Doa Bapa Kami, “ampunilah kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah terhadap kami” (Mat. 6:12), namun pintunya kita tutup. Tuhan pun tentu tidak akan membuka pengampunan sebagaimana doa kita itu.

Jika itu yang terjadi, pertobatan yang perlu bukanlah dari orang lain, tetapi justru dari diri kita sendiri. Merasa terus benar, memperlakukan yang lain salah sebagai orang berdosa, itu hukuman yang tidak benar. Lihat diri kita dan sekeliling, mungkin Allah telah memberi tanda, sebagaimana kepada umat Yehuda (ay. 5-13), tetapi mereka tidak peduli, tetap bebal, tinggi hati, tidak berubah dan bertobat. Allah pun kemudian menghukum dan merendahkan mereka. Zedekia, raja terakhir digulingkan pasukan Babel yang dipimpin Nebukadnezar, Yerusalem dan bait Allah dihancurkan.

Sesal kemudian memang tidak berguna. Maka, sunatlah hatimu, penuhlah oleh kasih, abaikan hasutan si jahat, rendahkan hati, dan berhentilah melakukan yang Tuhan tidak sukai, apapun itu, sebelum kita dihukum oleh Allah dengan harga pemulihan yang mahal sekali.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, YANG MERENDAHKAN DIRI AKAN DITINGGIKAN (Luk. 14:1, 7-14) dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 21 Agustus 2022)

JALAN HIDUP

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam (Yer. 1:10)

Salam dalam kasih Kristus.
Diri kita saat ini berasal dari kemarin, bahkan dari dulu-dulu. Sebuah jalan yang panjang. Dan iman kita mengajarkan bahwa perjalanan hidup manusia ditentukan oleh Tuhan Yesus YMK. Ada rencana indah-Nya ketika kita hadir berada di dunia ini, dan akan berhasil mengikutinya dengan berupaya taat menjalani perintah-Nya sesuai Alkitab dan suara hati yang murni.

Selain ada yang berhasil dan hebat dipakai-Nya, tentu ada yang gagal. Rencana Tuhan dalam hidup mereka berantakan. Ini disebabkan tidak mau mendekatkan diri dan mendengar suara Tuhan; memilih lebih mengikut suara sekitar dan diri sendiri serta kedagingan. Roh manusia yang memiliki kehendak, pikiran, emosi, dan nafsu, lebih dominan diikuti. Ini tidak terlepas dari manusia tetap memiliki kehendak bebas (freewill), yang di kalangan teolog kuat perdebatannya. Martin Luther bahkan mengatakan, kehendak bebas adalah omong kosong. Semua adalah kedaulatan Tuhan.

Firman Tuhan bagi kita di Minggu yang berbahagia ini dari Yer. 1:4-10. Ini kisah panggilan Tuhan kepada Nabi Yeremia. Dari nas tersebut, kita tahu riwayat nabi Yeremia telah dipersiapkan oleh-Nya: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa” (ay. 5). Hal yang sama pengakuan Raja Daud, bahwa Tuhan “membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku” (Mzm. 139:13). Artinya, awal jalan hidup manusia telah ada campur tangan Tuhan.

Namun Alkitab juga mengajarkan, ada faktor lain yang ikut mempengaruhi jalan hidup seseorang yakni dari keturunan, bukan saja perihal genetika kepintaran atau sisi emosional semata, tetapi juga dosa asal yang terbawa-bawa dari orangtua dan nenek moyang. Soal dosa asal ini, memang terjadi pendapat berbeda meski tidak jauh hakekatnya: Dosa asal adalah kecendrungan atau natur berdosa (Mzm. 51:5), tetapi juga “kutuk” hukuman dari pendahulu sebagaimana Tuhan sampaikan melalui hukum Taurat kedua: “membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku” (Kel. 20:5).

Tentu kita tidak mengabaikan roh jahat atau iblis si penggoda, sebagaimana kisah jatuhnya Hawa yang membawa manusia ke dalam dosa dan terlempar dari Taman Eden. Dunia ini memang penuh tawaran, tetapi pikiran manusia tetap yang menentukan, dan melalui pertolongan Roh Kudus, kita dapat dituntun untuk tidak jatuh ke dalam jerat iblis yang kesudahannya adalah buruk, jahat dan penderitaan.

Oleh karena itu jalan hidup manusia ditentukan oleh keempat faktor tersebut. Pertama, rencana Tuhan dan sekaligus kedaulatan-Nya; kedaulatan dapat diartikan juga sebagai pemeliharaan-Nya. Kedua, ada dosa asal dan natur berdosa yang ikut mempengaruhi. Faktor ketiga, yakni kemampuan diri sendiri, roh kehendak bebas tadi, dalam wujud kendali dan kemauan serta ketaatan dalam memahami keberadaan di dunia, sebagai ciptaan Tuhan dengan misi khusus di dunia. Alkitab dipenuhi pegangan dan nasihat agar manusia membentuk dirinya dengan bertekun dan rajin (Ams. 6:6-8; 12:24; Pkh 11:6), bekerja keras (Ef. 4:28; 2Tes. 3:7-8), cerdik dan cerdas (Mat. 10:16; Ams. 1:7; 22:29). Kekuatan roh manusia untuk membawa dirinya lebih baik dan lebih tinggi sesuai dengan kemampuan (level of competence) dirinya. Terakhir, keberadaan iblis si penggoda.

Kini, dimana kita kini berada? Akankah kita sama seperti nabi Yeremia yang mengikuti rencana indah Tuhan? Untuk itu tidak perlu takut, sebab bila ada kelemahan atau kekurangan yang kita rasakan, seperti nabi Yeremia merasa tidak pandai berbicara dan masih muda, Yeremia meminta pertolongan Tuhan untuk menutupi dan memulihkannya (ay. 6-9). Dosa asal pun, mari kita bereskan kepada Tuhan yang Mahabaik, dengan mengakui dan bertobat.

Keempat kekuatan itu akan terus saling tarik-manarik membentuk jalan hidup kita. Satu atau dua faktor boleh lebih menentukan, tetapi tidak dapat mengabaikan faktor lainnya. Kitalah yang memilih, menentukan, kekuatan mana yang akan lebih kita ikuti dan kembangkan dalam menjalani hidup kita ke depan. Setiap piihan tentu membawa buah konsekuensi. Janganlah salah sampai menyesalinya kelak, sebab tidak lagi berguna. Tidak ada istilah terlambat, apalagi demi anak cucu kita, agar diberkati dan terus menjadi berkat; sebuah kerinduan seperti ayat pembuka di atas.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, Bersukacita karena Perkara Mulia (Luk. 13:10-17), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 14 Agustus 2022)

KEBUN ANGGUR

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Aku hendak menyanyikan nyanyian tentang kekasihku, nyanyian kekasihku tentang kebun anggurnya (Yes. 5:1a)

Salam dalam kasih Kristus.
Nas minggu ini sangat puitis, sebuah nyanyian. Biasanya manusia lebih puitis jika jatuh cinta, tapi kadang juga akibat penderitaan. Sangat jarang berpuisi di saat marah. Kalau suasana hati biasa-biasa aja, tidak akan timbul gejolak jiwa dan emosi, maka ekspresi juga akan biasa saja. Kata-kata indah hanya bisa keluar jika jatuh cinta kepada kekasih; dan jika menderita, biasanya kepada Tuhan pengendali hidup kita.

Firman Tuhan bagi kita di Minggu berbahagia ini dari Yes. 5:1-7, dengan judul perikop: Nyanyian tentang kebun anggur. Ini pertama sekali Alkitab PL berbicara tentang kebun anggur, yang kemudian diikuti kitab lain: Yeremia, Hosea, Yehezkiel, Mazmur dan kemudian populer di Perjanjian Baru. Memang ada metafora lain selain kebun anggur yang dipakai Tuhan untuk umat-Nya, seperti kumpulan orang kudus (Mzm. 146:1), kawanan domba Kristus (Yoh. 10:16), Israel baru (Gal. 6:10), umat Allah (1Pet. 2:9-10), kawanan Allah (1Pet. 5:2), dan lainnya.

Tetapi nada puitis tidaklah membuat pesan kabur. Allah memperlihatkan sikap kecewa berat melihat umat kesayangan-Nya, umat pilihan yang diharapkan menjadi teladan dan umat yang berbuah lebat. Allah wajar sangat kecewa, mengingat telah begitu banyak Tuhan berikan: kasih, kesabaran, dan pertolongan-Nya kepada umat-Nya. “Apakah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya? Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam?” (ay. 4).

Murka Allah kepada umat Israel sangatlah keras. “Aku akan menebang pagar durinya, sehingga kebun itu dimakan habis, dan melanda temboknya, sehingga kebun itu diinjak-injak; Aku akan membuatnya ditumbuhi semak-semak, tidak dirantingi dan tidak disiangi, sehingga tumbuh puteri malu dan rumput; Aku akan memerintahkan awan-awan, supaya jangan diturunkannya hujan ke atasnya” (ay. 5-6). Ngeri juga….

Yesus Kristus telah menggantikan Israel lama sebagai pokok anggur. Pesan Allah yang dahulu kepada umat Israel, kini diberikan kepada kita. Yesus pun kemudian berkata: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:4, selengkapnya ay. 1-8). Pesan untuk berbuah dan menjadi teladan, kini ada di pundak kita. Bila kita sebagai ranting terus melekat, maka “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku” (Yoh. 15:8).

Amarah Allah kepada Israel janganlah sampai kepada kita. Namun pertanyaan pokoknya adalah: apa yang menghalangi kita berbuah; bukan apa yang membuat kita tidak berbuah. Sebab siapa pun yang di dalam Kristus, pastilah berbuah, baik berbentuk buah Roh (Gal. 5:22-23) maupun buah Terang (Ef. 5:9).

Mari kita periksa diri. Yoh. 15:1-8 meneruskan, kita tidak berbuah bila kita sudah kehilangan kasih (ay. 9-17), hidup dalam kebencian (ay. 18-25) dan Roh Kudus Sang Penghibur tidak lagi diam dan berkuasa dalam hidup kita (ay. 26-27). Kita bahkan tidak lagi menjadi kawan sekerja Allah (1Kor. 3:9). Padahal, dari buahnya pohon itu dikenal (Mat. 12:33; 7:20).

Sebagai bagian kebun anggur-Nya, mari terus menabur (Mat. 13:1-23), memangkas dan membersihkan (Yoh. 15:2), menghilangkan ilalang, memupuk dan membabat (Luk.13:6; Yoh. 15:6). Maka kita pun akan ikut menuai (Mat. 9:37-38). Itulah yang diharapkan dan dinantikan Tuhan dari kita anak-anak-Nya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, Membaca Tanda-Tanda Zaman (Luk. 12:49-56), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 7 Agustus 2022)

HIDUP BERSANDIWARA

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba (Yes. 1:18b-19)

Salam dalam kasih Kristus.
Ayat di atas rasanya sering kita dengar dalam ibadah. Menyenangkan, sangat suka. Dan itu adalah bagian terakhir dari firman Tuhan untuk kita di hari Minggu ini, dari Yes. 1:1, 10-20. Tetapi ayat penutupnya kemudian berkata: “Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang. Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya” (ay. 20). Wuih, ngeri-ngeri sedap ya….

Nabi Yesaya menuliskan kitab nubuatannya dengan pesan awal yang sangat jelas: Tuhan tidak suka dengan orang yang tidak tahu diri, tidak membalas budi dan kebaikan, bebal (ay. 2-9). Bangsa Israel dilihat Tuhan telah bermain sandiwara. Mereka menyatakan percaya kepada Allah Abraham, Isak dan Yakub, datang ke Bait Allah membawa korban persembahan, merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan yang meriah (ay. 13-14).

Tetapi di sisi lain, kehidupan umat Israel sebaliknya, melakukan hal yang dibenci Tuhan. Kerohanian mereka tidak sesuai dengan keseharian, kehidupan mereka penuh dengan penindasan, hilang rasa kasih, tidak berbuat kebaikan nyata. Yesaya pun menulis, “…, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!”

Sikap Tuhan menghadapi sandiwara ini: “Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?; “Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai. Apabila kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku? Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku (ay. 11-13). Bahkan, Tuhan memanggil mereka dengan manusia Sodom dan Gomora (ay. 10).

Hidup orang percaya dan di dalam Tuhan memang tidak perlu bersandiwara. Mungkin dengan manusia kita bisa bersandiwara, seperti lagu Ahmad Albar: Dunia ini panggung sandiwara, cerita yang mudah berubah. Kita membuat panggung, agar bisa tampil lebih baik dilihat orang. Memakai topeng, peran lain, atau riasan tebal berlebihan menutupi bopeng wajah, atau sebagai pelarian jiwa kita. Kita ingin dipuji (Mat. 6:2-16). Tetapi Tuhan Mahatahu. Ia tidak bisa dikibuli seperti penonton. Ia membenci sandiwara kemunafikan (Mzm. 26:4), sebagaimana pesan nas minggu ini.

Kemunafikan dalam kamus berarti bermuka dua, perkataan berbeda dengan perbuatan dan isi hati; berpura-pura. Alkitab menjelaskan contoh kemunafikan, seperti senang menguji tapi memojokkan orang lain (Mat. 22:13), bersikap merasa hebat seperti orang Farisi dan ahli Taurat (Mat. 23:13), ingin selalu tampil tapi perbuatan nyata kosong (Mat. 23:25, 27). Dalam keseharian kita, hal itu tampak seperti rajin beribadah atau berkata haleluya tapi memelihara kebencian, berkata mengasihi tapi bersikap atau mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati, berlagak pintar dengan langsung menghakimi dan menghukum, melayani tapi dengan tujuan mendapatkan sesuatu.

Marilah kita menghentikan semua itu. Firman-Nya meminta dari kita, ”kasih yang keluar dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas” (1Tim. 1:5). Pengakuan kesalahan dan dosa selalu berbuah baik. Memang susah melakukannya. Lidah kita kadang berat untuk berkata: mohon maaf, minta tolong, atau terima kasih. Ego kita terlalu besar sehingga selalu melihat kesalahan orang lain lebih dahulu. Balok di mata tidak kelihatan, tetapi selumbar di mata orang lain kita mudah melihatnya (Mat. 7:4-5).

Ahmad Albar menutup lagunya dengan mengatakan, “Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan, mengapa kita bersandiwara”. Ya, semua akan ada akhirnya. Ujung jembatan menanti kita dengan pertanggungjawaban. Maka selalulah siap sedia (lihat renungan di bawah). Saatnya sandiwara rohani kita ubah menjadi kebangunan rohani. Tuhan kita baik, telah mengundang pemulihan: “Marilah, baiklah kita berperkara –firman TUHAN– Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (ay. 18-19). Haleluya, terpujilah Tuhan Yesus yang baik.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, Hendaklah Kamu Siap Sedia (Luk. 12:32-40), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 31 Juli 2022)

KASIH DAN AMARAH

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan (Hos. 11:9b)

Salam dalam kasih Kristus.
Marah adalah salah satu sifat dasar manusia, bersifat universal dan bagian dari perasaan. Sebagai manusia, kesabaran itu ada batasnya. Kasih juga ada batasnya. Meski batas itu tidak sama bagi semua orang, sesuai pribadi masing-masing. Ledakan marah timbul bila tersambar sumbunya; ada yang pendek langsung bereaksi, tetapi ada yang sumbunya panjang, meledak setelah beberapa waktu bagaikan bom atom. Kejengkelan dan tumpukan kekecewaan yang dialami, bagaikan api dalam sekam, menjalar perlahan membentuk magma panas.

Kasih adalah salah satu sifat dasar Allah, selain sifat lainnya yakni, sebagai Pribadi dan Roh yang hidup. Kita tahu cerita Tuhan Yesus yang marah di Bait Allah, membalikkan meja-meja pedagang sehingga uang yang di atasnya berhamburan. Ia juga membuat cambuk dari tali, lalu mengusir semua binatang yang diperdagangkan (Yoh. 2:15-16). Tuhan Yesus juga marah saat mengutuk pohon ara yang tidak berbuah (Mrk. 11:12-14).

Beberapa minggu ini firman Tuhan disajikan kepada kita tentang amarah Tuhan, melalui nabi Amos dan juga nabi Hosea di pasal awal. Minggu ini juga kita kembali membaca tentang amarah Tuhan, dari Hosea 11:1-11. Kekecewaan Allah terhadap bangsa Israel tampaknya mencapai puncak. Allah begitu mengasihi dan telah berbuat banyak hal kepada mereka, seperti membebaskan dari perbudakan di Mesir dan membimbing mereka hingga memberi makan (ay. 2-4). Tetapi bangsa Israel kemudian selingkuh, menyembah Baal dan patung-patung. Allah menilai bangsa ini tidak mau insyaf, sehingga Allah bermaksud untuk menghukum dengan kembali diperbudak, dan terlibat dalam peperangan dahsyat (ay. 5-6, band. 1 Kor. 10:20).

Melalui nas minggu ini kita kembali diingatkan bahwa sebagai Pribadi, Allah dapat marah. Tetapi Allah bukanlah manusia. Amarah Allah yang timbul tidaklah untuk melihat umat-Nya menderita, apalagi untuk menghanguskan (ay. 9). Kasih Allah melampaui kesalahan dan dosa yang manusia perbuat. Allah hanya menginginkan pertobatan dan umat-Nya kembali mengikut Dia dan hidup dalam damai sejahtera (ay. 11).

Kini pertanyaannya kepada kita: jika Allah dapat marah, apakah kita boleh marah? Apa batas kesabaran dan tujuan yang menjadi tolok ukur seorang Kristiani. Pertama, Alkitab mengajarkan, agar lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah (Yak. 1:20). Kedua, marah itu jangan sampai menjadi dosa, harus selesai sebelum matahari terbenam marahnya telah padam (Ef. 4:26). Ketiga, marah yang bertujuan mendidik, memberi peringatan tentang hal yang salah. Keempat, marah itu jangan sampai membuahkan rasa sakit, baik di tubuh apalagi di jiwa. Memang kitab Amsal mengajarkan perlu didikan keras dengan tongkat, tetapi penggunaannya perlu bijak (Ams. 15:10; 22:15). Jangan dilupakan, marah yang didasari kasih adalah prinsip utamanya.

Dan terakhir, marah itu pilihan, bisa dihindari penyebabnya dengan cara mengalihkan perhatian, menghentikan hubungan. Tuhan Yesus berkata: “Bila seseorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah….” (Mat. 10:14). Kadang-kadang kita perlu berkata, EGP (emangnya gua pikirin?). Apalagi jika bukan hal yang menjadi tanggungjawab utama kita. Jangan terlalu sok peduli, yang membuat diri sendiri susah dan tidak enak hati. Kita juga perlu mengasihi diri sendiri untuk tujuan lain yang lebih besar. Namun bila memang itu menjadi bagian utama hidup kita, kesabaran maksimal adalah menutupnya dengan berserah. Allah mempunyai rencana kepada tiap orang, dan berdoalah agar Allah bekerja menurut kasih dan kehendak-Nya. Kekristenan, sejatinya, bukanlah sesuatu yang rumit.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, Orang Kaya yang Bodoh (Luk. 12:13-21), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 24 Juli 2022)

PERSELINGKUHAN

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Horas, Syalom…. Saudaraku dalam Kristus. Saat ini di media dan khususnya grup WA/FB orang Batak, diskusi tentang kematian Brigadir Yosua Hutabarat menjadi topik hangat. Kematiannya yang dianggap tidak wajar, ditambah informasi dari pihak kepolisian terlambat dan sering berubah, semua menjadi kecurigaan dan diskusi publik. Bumbu ceritanya, diduga ada penganiayaan dan perselingkuhan dalam kejadian tersebut, membuat kisahnya bak sinetron. Pak Jokowi sendiri telah dua kali berbicara mengenai hal ini, tanda seriusnya masalah. Semoga pihak kepolisian dan penegak hukum lainnya, dapat mengungkap kisah sebenarnya dan menghukum yang bersalah sesuai aturan yang berlaku.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini dari Hosea 1:2-10. Nas ini juga menyangkut perselingkuhan bangsa Israel dengan menyembah ilah-ilah lain dan tidak lagi taat pada perjanjian yang Tuhan buat dengan mereka. Maka Tuhan kembali memperlihatkan amarah-Nya, sebagaimana disampaikan melalui nabi Amos pada renungan minggu-minggu lalu. Namun amarah Tuhan selalu disertai dasar kasih dengan tujuan agar terjadi pertobatan.

TUHAN berfirman kepada Hosea dengan maksud berbicara kepada bangsa Israel: “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN. Maka pergilah ia dan mengawini Gomer binti Diblaim, ….” (ayat 2-3a). Hosea pun patuh dan mendapat anak dari istrinya yang suka berselingkuh ini. Ada tafsiran, anak kedua dan ketiga adalah juga hasil perselingkuhan istrinya. Nama anak-anak ini pun diberi Tuhan, Yizreel, Lo-Ruhama dan Lo-Ami (ay. 5-9). Ketiga nama itu menunjukkan sindiran Allah terhadap bangsa pilihan-Nya itu.

Jika jujur, kita juga tentu kadang “berselingkuh”, tidak berupa fisik, tetapi dalam bentuk ketidaktaatan kepada Tuhan. Adakalanya kita mengikuti pikiran sendiri yang tidak sesuai dengan firman-Nya. Kadang kita tergoda untuk mengikuti iblis, yang sering memperlihatkan kepalsuan: indah di awal dan buruk di belakang. Bahkan, yang lebih berbahaya, kita tahu Tuhan tidak menyukainya, tapi kita tidak merasa bersalah, tidak menyesal, merasa itu tidak apa-apa. Dengan mudah kita beranggapan, Tuhan itu baik, Mahamengerti dan Mahapengasih. Tetapi cara pandang ini jelas tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.

Nas minggu ini mengingatkan kita agar pertobatan dilakukan secara total, tidak suam-suam kuku. Amarah Tuhan dapat timbul sebagaimana nas minggu ini. Jika kita mentuhankan jabatan, harta dan nafsu kedagingan serta dunia, itu jelas perselingkuhan yang Tuhan tidak menyukainya.

Saatnya kini kita berbalik, mengikuti dan setia kepada Dia. Bebaskan beban masa lalu dan terus bersyukur dengan lembaran baru. Jangan hilang niat atau kemauan kita untuk berubah, nyaman menjalani hidup seperti manusia lama. Tuhan akan terus melihat kita, tapi bukan dengan hati yang marah dan geram, melainkan hati yang penuh sukacita, melihat kita anak-anak-Nya bertumbuh terus menjadi manusia baru.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

KABAR DARI BUKIT (Edisi 17 Juli 2022)

IBADAH YANG BERCELA

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

“TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub:
“Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!” (Amos 8:7)

Horas, syalom….
Firman Tuhan bagi kita di hari yang berbahagia ini dari Amos 8:1-12. Ini kelanjutan renungan minggu lalu (Amos 7:7-17), yang melalui penglihatan ketiga kepada nabi Amos, mengingatkan Israel dan kita semua, agar selalu memperhatikan orang miskin dan yang memerlukan pertolongan. Penglihatan keempat adalah nas minggu ini. Tuhan menunjukkan buah-buahan musim kemarau dalam bakul kepada nabi Amos. Buah-buahan adalah simbol persembahan umat kepada Allah di altar.

Tetapi Tuhan berkata kepada Amos: “Kesudahan telah datang bagi umat-Ku Israel. Aku tidak akan memaafkannya lagi.
Nyanyian-nyanyian di tempat suci akan menjadi ratapan pada hari itu” (ay. 2b-3a). Tuhan telah marah, bangsa Israel tidak lagi menunjukkan perubahan dan pertobatan. Doa nabi Amos telah didengar dan dikabulkan di dua peringatan sebelumnya, tetapi kini Tuhan melihat tidak ada kemauan pertobatan lagi.

Pada masa itu orang-orang kaya Israel memberi upah pekerja sangat rendah dan mencurangi, pedagang menjual terigu yang busuk. Semua mereka rancang menginjak hak orang miskin dan lemah. Tidak ada rasa takut. Ini terjadi karena umat merasa adalah bangsa pilihan. Mereka rajin beribadah di Bait Alah, menyanyi, berdoa dan memberi persembahan. Umat dan pemimpin lebih fokus pada megahnya bangunan, riuhnya ibadah raya, dan mengutamakan kepentingan mereka sendiri.

Ibadah mereka jalankan dan memberi persembahan menurut ukuran manusia. Semua berpikir itu akan menyenangkan hati Tuhan. Tetapi Tuhan ternyata tidak melihat itu. Tuhan ingin agar umat lebih banyak berbuat konkrit. Nyata. Jangan menipu, jangan berlaku curang. Jangan berpikir yang utama adalah keuntungan semata.

Kemarahan Tuhan digambarkan begitu menyeramkan. Ada banyak bangkai: ke mana-mana orang melemparkannya dengan diam-diam. Tuhan menjauh (ay. 12) dan membuat malapetaka kekelaman: matahari terbenam di siang hari dan membuat bumi gelap pada hari cerah (ay. 9). Kelaparan akan datang melanda, dan juga kehausan. Nyanyian menjadi ratapan, mereka memakai kain kabung dengan kepala gundul sebagai tanda berkabung (ay. 10).

Nas minggu ini memperingatkan kita semua, jangan seolah kita telah mengikut Kristus maka menjadi aman selamat. Janganlah sibuk pada acara dan ritual ibadah semata termasuk jamuan kasih, memahami firman tapi dalam kenyataan mengabaikan kasih. Pusat keselamatan kita adalah Kristus, sehingga arah dan tindakan mestilah sama serupa dengan Kristus. Jangan menindas, bersikap arogan; tetaplah rendah hati, menjadi lebih baik di hadapan Tuhan. Pertobatan tidak pernah terlambat sebelum Tuhan memutuskan akan menghukum kita, sebagaimana penglihatan kepada nabi Amos. Semoga kita terus dimampukan untuk melakukannya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

KABAR DARI BUKIT (Edisi 10 Juli 2022)

ACT – ACTION KASIH

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Sesungguhnya, Aku akan menaruh tali sipat di tengah-tengah umat-Ku Israel; Aku tidak akan memaafkannya lagi (Amos 7:7-8b)

Horas, syalom….
ACT ini viral lagi. Tetapi buruk. Aslinya, Aksi Cepat Tangggap, membantu yang kesusahan khususnya akibat bencana. Dikelola saudara kita di sebelah. Tapi menurut media, dana donasi diambil pengurus melebihi ketentuan Kementrian Sosial; Kehidupan pengurus pun tidak sesuai dengan visi misi; Yayasan, yang menurut aturan baku, pengurus tidak boleh menikmati, ternyata dilanggar. Lantas, pernyataan KPK bahwa ada dana yang mengalir mendukung teroris. ACT pun dipelesetkan menjadi Ayo Cepat Transfer. Menurut media, Yayasan ini akan ditutup. Sungguh ironi, niat baik untuk berbuat kasih berbuntut buruk.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini, dari Amos 7:7-17. Pasal 7 – 9 kitab ini menceritakan lima penglihatan nubuatan nabi Amos, terkait hukuman Allah yang akan dialami oleh kerajaan Israel. Dua penglihatan pertama telah menubuatkan hukuman. Tapi nabi Amos, seorang peternak desa,
memohon pengampunan. Allah pun setuju bersabar.

Penglihatan ketiga adalah nas minggu ini. Nabi Amos melihat Tuhan berdiri dekat sebuah tembok yang tegak lurus, dan di tangan-Nya ada tali sipat (ay. 7). Sipat adalah timah hitam yang dipakai para tukang, digantung dengan benang, untuk melihat tegak lurusnya dinding atau tiang bangunan. Jelas ini pesan Allah ingin menegakkan kebenaran dan keadilan, menghukum yang salah. Amos kembali memohon pengampunan, tetapi tidak lagi diberi kesempatan. “Sesungguhnya, Aku akan menaruh tali sipat di tengah-tengah umat-Ku Israel; Aku tidak akan memaafkannya lagi,” firman-Nya seperti di atas.

Melalui nas minggu ini, Allah berpesan: dosa pasti mempunyai konsekuensi. Dosa yang merupakan perbuatan melanggar firman-Nya, akan berdampak buruk. Ya, mungkin kadang Allah bersabar, apalagi jika hamba-Nya ikut memohon. Tetapi tidak selamanya demikian. Keadilan dan kebenaran, tetap harus ditegakkan.

Nabi Amos mengingatkan bangsa Israel, bahwa Allah menghukum bangsa Israel karena tidak memedulikan keadilan sosial. Orang miskin tidak diperhatikan, malah diperlakukan buruk (Am. 2:7; 4:1). Uang dan harta menjadi yang utama (3:10,15; 6:4-6). Ibadah dibuat megah, tetapi kasih nyata tidak diwujudkan bagi yang memerlukan. Bangsa Israel dipilih untuk menjadi teladan, menjalankan rencana Allah di kawasan dan bagi dunia; ternyata gagal!

Kasus ACT refleksi bagi kita dan gereja. Jangan terlalu terus mengutamakan ibadah, perayaannya. Jangan terlalu sibuk bernyanyi dan bersekutu, lupa memberi bagi yang memerlukan. Wujudkan kasih dengan nyata. Lihat kaum miskin dan yang membutuhkan kasih sayang dan pertolongan, agar tidak sesat. Penelitian dan disertasi saya menjelaskan hal ini juga, dana persembahan umat, sedikit sekali yang dipakai untuk pelayanan sosial dan kasih nyata.

Kehebatan dan keistimewaan manusia di masa lampau, jangan disombongkan. Itu bisa hilang dan diabaikan, seperti kepada bangsa Israel, umat pilihan-Nya dalam nas ini. Nubuatan ketiga ini bentuk kemarahan Allah terhadap mereka yang tidak bertobat, berpaling menjalankan perintah-Nya. Allah menghukum Israel untuk memberi pelajaran. Ini juga pesan kepada kita umat-Nya. Dia adalah Allah semesta. Allah mengasihi umat-Nya, mengajar dengan cara menghajar.

Mari melihat diri kita sendiri. Sudahkan cukup besar memberikan kasih nyata kepada yang membutuhkan, termasuk keluarga? Semoga demikian kita adanya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, PERBUATLAH KASIH, MAKA ENGKAU AKAN HIDUP (Luk. 10:25-37), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 3 Juli 2022)

IMAN DAN PEMULIHAN

Pdt. Em. Ramles M. Silalahi

Mengapa engkau mengoyakkan pakaianmu? Biarlah ia datang kepadaku, supaya ia tahu bahwa ada seorang nabi di Israel (2Raj. 5:8b)

Horas, syalom….
Ketaatan dan pemulihan melalui iman adalah tema firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini, yakni 2Raj. 5:1-14. Ini kisah Naaman, panglima raja Aram (Syria), yang sembuh dari penyakit kusta dengan mandi di sungai Yordan. Namun sesungguhnya ini kisah berantai, tentang cara Allah bekerja pada berbagai tipe manusia.

Atas nasihat gadis tawanan yang menjadi pembantunya, Naaman pergi menghadap raja Israel dengan surat pengantar dari raja Aram, agar dapat disembuhkan (ay. 2-5). Berbagai persembahan dibawanya, berharap raja Israel bersedia. Tetapi raja Israel malah marah, mengoyakkan pakaiannya, merasa dilecehkan (ay. 7). Namun nabi Elisa meminta agar mengirimkan Naaman kepadanya. Naaman pun datang. Nabi Elisa, tanpa keluar rumah, meminta Naaman pergi mandi tujuh kali di sungai Yordan. Naaman gusar. Kok? Tetapi pegawainya mengatakan, sebaiknya mencoba dan taat, dan Naaman melakukannya. Mukjizat pemulihan pun terjadi, penyakit kusta Naaman sembuh dan tahir (ay. 14).

Allah bekerja kadang berliku, tidak mudah ditangkap akal. Pada masa itu penyakit kusta jelas belum dapat disembuhkan. Tetapi Allah memakai semua orang, untuk mengambil bagian menjadi saksi bagi kebesaran-Nya. Seorang tawanan pembantu rumah dengan imannya berpikir sederhana, memberi informasi, ia ingin menolong tuannya meski bangsa lain, untuk sembuh dengan mengenalkan Allah Israel.

Raja Aram berpikir bahwa kuasa dan harta dapat menyelesaikan semua masalah. Ada salah pengertian, berpikir Raja Israel adalah manusia, raja biasa, sehingga ia meminta menyembuhkan, dengan hadiah, yang membuat raja Israel marah. Nabi Elisa melihat peluang bagus untuk menyatakan kebesaran Tuhannya, maka ia meminta Namaan dikirimkan kepadanya. Ketaatan Namaan akhirnya membuktikan, bahwa kuasa mukjizat Allah tidak mesti melalui proses yang rumit dan meriah. Cukup mandi tujuh kali di sungai Yordan.

Melalui nas minggu ini kita diajarkan beberapa hal. Pertama, kita semua diminta untuk ikut menjadi saksi kebesaran dan kekuasaan Allah. Tidak harus menjadi orang penting. Nyatakanlah bahwa Allah Israel, Allah yang kita kenal dalam Yesus Kristus, adalah Allah yang dahsyat, berkuasa atas semua umat manusia. Berikan informasi sekecil apapun, sebagai kesaksian, tuaian, pembuka pengenalan terhadap Allah kita.

Kedua, maklumi, penyampaian informasi mudah terdistorsi dan dibelokkan. Pembantu kecil mengatakan yang menyembuhkan Allah Israel melalui nabi Elisa, ternyata berbelok menjadi raja Israel yang tidak percaya mukjizat. Oleh karena itu, jika ada informasi tidak menyenangkan diterima, jangan cepat kesal, mergut, apalagi marah. Usahakan mencari informasi yang benar. Jangan juga cepat-cepat pasrah berserah. Allah bukanlah pembantu kita, melainkan kitalah pembantu-Nya untuk menyatakan kebaikan dan kebenaran.

Ketiga, iman dan ketaatan adalah inti semua solusi. Iman setia pembantu Namaan yang berani berbicara. Iman Elisa yang tahu Allah juga berkarya bagi mereka yang tidak mengenal-Nya. Iman pegawainya yang membuat Namaan taat. Iman menjadi kunci segalanya, sepanjang dilakoni untuk menyatakan kasih dan kemuliaan Tuhan.

Saudaraku dalam Kristus. Mungkin saat ini kita dalam situasi beban penyakit atau beban hidup lainnya. Jangan pernah putus harapan. Jangan juga terkesima dengan bentuk atau proses ritualnya. Allah tidak bekerja demikian. Bila dokter sudah angkat tangan, atau tidak punya dana dan daya, air putih yang kita minum dalam iman dan doa, akan menjadi “obat” mujarab bagi kesembuhan dari Allah. Mintalah kesediaan hamba Allah untuk ikut mendoakan (Yak. 5:14). Roh Allah dapat bekerja dengan perkataan saja (Mat. 8:13; Yoh. 5:9), apalagi dengan air putih. Dalam bidang lain juga sama, ketika jalan lain sudah buntu. Imanlah yang membuat segalanya mungkin bagi orang percaya, tetapi cobalah untuk taat dan jadikan kesaksian yang hidup.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Silahkan membaca renungan lainnya menurut Leksionari hari ini, Tuaian Banyak Pekerja Sedikit (Luk. 10:1-11, 16-20), dengan mengklik

www.kabardaribukit.org

Hubungi Kami

Tanyakan pada kami apa yang ingin anda ketahui!