KABAR DARI BUKIT (Edisi 9 Maret 2025)

LAIN DI MULUT LAIN DI HATI

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (Rm. 10:10)

Rano Karno yang saat ini sebagai Wakil Gubernur Jakarta, pernah membawakan lagu yang sangat populer berjudul “Lain di Bibir Lain di hati”. Lagu ini juga dibawakan banyak penyanyi lain. Liriknya bernada sakit hati dan mengekpresikan rasa benci terhadap kekasih, yang tega membagi cinta, pandai bersandiwara, lain dibibir dan lain pula di hati.

Firman Tuhan hari Minggu ini Rm. 10:8-15 berbicara tentang hubungan erat dan berkaitan antara firman, iman dan pengakuan. Paulus mengutip hal yang disampaikan Nabi Musa kepada umat Israel, yakni “Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu” (ay. 8; Ul. 30). Artinya, firman perintah Allah itu telah diberikan melalui Musa dan juga Yesus membuat sangat dekat, menyatu dengan diri kita sehingga kita dengan mudah menerima dan memahaminya. Tidak ada alasan untuk mengabaikannya, yang tentunya memiliki konsekuensi kita kehilangan arah dan masuk terjerumus ke dalam kematian kekal dan penghakiman.

Iman berarti percaya dalam hati bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Paulus menjelaskan iman ini yang membawa kepada keselamatan (ay. 11-12). Dalam hal ini tidak ada perbedaan bagi Yahudi dan yang lain, “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan” (ay. 13).

Namun juga diingatkan bahwa iman yang sudah dekat di hati tersebut, tidak cukup hanya dengan pengucapan dalam ibadah melalui Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari; mewujudnyatakan firman dalam kehidupan sehari-hari yang membuat hidup kita sesuai dengan kehendak Allah. Pengakuan juga perlu diberitakan, disebarluaskan agar orang lain juga menerima dan pengakuan iman tersebut menghasilkan buah. Nas minggu ini memberi alasan yang kuat, “Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? (ay. 14-15).

Dengan dasar yang sama kitab Yakobus menuliskan, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.
Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin” (Yak. 1:22-23). Bahkan kemudian ditegaskan, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yak. 2:26).

Kita boleh saja tidak peduli atas keselamatan orang lain; berpikir yang penting saya selamat. Namun semua itu memperlihatkan bahwa sebenarnya kita tidak mengenal Allah yang Firman hidup. Ini menunjukkan kita tidak dekat dan memahami dasar kita diselamatkan oleh anugerah. Seperti ayat pembuka di atas, “dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan” (ay. 10). Janganlah lain di mulut lain pula di hati. Resikonya, tidak akan ada upah dan damai sejahtera sejati. Dan kita bisa terkaget-kaget kelak di masa penghakiman, Tuhan berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat. 7:23). “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mat. 13:9).

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari Minggu I Prapaskah ini dengan tema: Menang Melawan Pencobaan Iblis (Luk 4:1-13) dan Persembahan Sulung (Ul. 26:1-11), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 2 Maret 2025)

MEMBUKA SELUBUNG KEMULIAAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (2Kor. 3:18)

Tentu tidak enak rasanya jika kita disebut sebagai kafir, apalagi oleh orang seiman dengan kita. Alkitab terjemahan baru (edisi 1) memang menggunakan kata “kafir” baik dalam Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB), yakni pada Bil. 23:9, Mat. 5:22 dan Gal. 2:14. Namum pada terjemahan baru (edisi 2) yang diterbitkan oleh LAI, kata “kafir” telah diganti dengan istilah lain yang maknanya sama. Kafir sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya tertutup, terselubung, dalam arti tidak menerima doktrin yang dianut pengikutnya.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu Transfigurasi yang berbahagia ini adalah 2Kor. 3:12–4:2. Nas ini berbicara tentang pelayanan Rasul Paulus (ay. 12; 4:1-2) dan keberaniannya untuk memberitakan Injil, serta menjelaskan perbedaan Nabi Musa dengan dirinya. Setelah perjumpaannya dengan Tuhan, Musa menyelubungi mukanya yang bersinar saat turun dari Gunung Sinai. Ia menutupi wajahnya agar umat Israel tidak melihat kemuliaan Allah yang diterimanya dan bersifat sementara (ay. 13-14; Kel. 34:29-35). Oleh karena itu, dengan terselubung, pikiran orang Israel menjadi buta, tumpul, hati mereka tertutup sehingga tidak dapat memahami firman Tuhan sepenuhnya. Menurut Paulus, hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya, itupun apabila hati mereka berbalik kepada Kristus (ay. 14-16).

Kita tahu agama Yahudi sampai saat ini masih tetap agama tertutup. Keselamatan yang mereka imani bukanlah bagi bangsa-bangsa lain, melainkan hanya bagi mereka sebagai bangsa pilihan Allah. Ini berbeda dengan keselamatan melalui Kristus (doktrin PB), anugerah dari Allah tersebut terbuka bagi semua bangsa. “Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya” (Rm. 10:12).

Berikutnya nas minggu ini menjelaskan, “Tuhan adalah Roh, dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan” (ay. 17). Kemerdekaan dimaksudkan bukan kebebasan mutlak, melainkan kemerdekaan dari kuasa dosa yang telah menjerat manusia. Kemerdekaan yang diberikan membuat orang percaya tidak terikat pada aturan legalistik hukum Taurat menurut tafsir manusia, melainkan kemerdekaan hidup sesuai kehendak Allah yang dinyatakan dalam hati orang percaya dengan tuntunan Roh Kudus. Allah berkehendak agar melalui kehidupan orang percaya yang sudah dimerdekakan, kemuliaan yang datang dari Tuhan, setiap yang percaya diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar (ay. 18). Itulah makna transfigurasi dalam minggu ini, dalam arti ada perubahan rupa dan kehidupan.

Jeratan dosa dan ketidakpercayaan terhadap Kristus, membuat hati dan pikiran terselubung; itu merupakan kekafiran. Ini berlaku juga bagi mereka yang mengaku percaya namun tidak melakukan perubahan dalam dirinya. Proses transformasi dari “kemuliaan awal kepada kemuliaan penuh,” melalui perubahan diri yang terus-menerus, haruslah terjadi pada setiap orang percaya untuk menuju gambaran Kristus dalam dirinya.

Rasul Paulus juga mengingatkan, mereka yang terbuka hatinya akan masuk dalam pelayanan dengan jujur, berani, tidak licik tersembunyi dan memalukan, bahkan didasari pengharapan yang penuh dan tidak pudar (ay. 12; 4:1-2). Melalui Kristus, kita akan memperoleh kebenaran Allah yang sejati dan melihat kemuliaan-Nya dengan perubahan hidup. Roh Kudus akan setia menuntun kita menjalaninya. Terpujilah Bapa sorgawi atas kasih-Nya yang besar.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari Minggu Transfigurasi dengan tema: No Gain Without Pain (Luk 9:28-36) dan Transfigurasi dan Transformasi (Kel. 34:29-35), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 23 Februari 2025)

SAMPAI BERTEMU DI SORGA

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

“Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Tubuh yang ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan; yang ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan; yang ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan” (1Kor. 15:42-43)

Kita sering mendengar renungan/khotbah penghiburan saat seseorang meninggal dunia, dikatakan bahwa meski mereka mendahului, namun kelak kita akan bertemu kembali di sorga. Kebangkitan orang mati memang salah satu doktrin Kristiani sebagaimana dinyatakan dalam bagian ketiga Pengakuan Iman Rasuli. Manusia dibangkitkan sebagaimana Kristus telah bangkit dan itulah kemenangan iman kita (lihat renungan minggu-minggu lalu 1Kor. 15:1-11 dan 1Kor. 15:12-20).

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah lanjutannya, 1Kor. 15: 35-38, 42-50. Judul perikopnya: kebangkitan tubuh; yang dimulai dengan pertanyaan menarik: “Bagaimana orang mati dibangkitkan? Dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?” (ay. 35). Pikiran yang sama muncul, apakah saat kita bertemu dengan keluarga dan sahabat kelak di sorga, perlu menggunakan tubuh fisik sehingga dapat saling mengenali?

Rasul Paulus memulainya dengan menggunakan ilustrasi biji atau benih saat ditaburkan, lalu tumbuh dan hidup menjadi tanaman baru; sebuah proses kebangkitan (ay. 36-38). Tubuh yang baru selain memiliki keunikan masing-masing, juga merupakan transformasi ke tubuh rohaniah, sebagaimana tubuh Yesus saat bangkit dari kematian-Nya. Paulus juga menjelaskan tentang Adam, manusia pertama yang berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, namun manusia kedua (Yesus) berasal dari sorga (ay. 45-47).

Tubuh rohaniah memang tidak mementingkan daging, namun bisa berwujud sebagaimana Yesus kadang tampil di hadapan murid-murid. Kisah percakapan dalam perjalanan Yesus dengan dua murid ke Emaus, dan juga saat Ia menerobos pintu merupakan penjelasan yang pas untuk hal ini (Luk. 24:30-31; Yoh. 20:19-26). Nas minggu ini juga menjelaskan bahwa kita akan melihat Tuhan Yesus: “Namun, kita tahu bahwa apabila Kristus dinyatakan, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” (1Yoh. 3:2b; Flp. 3:21).

Oleh karena itu kita kelak akan bertemu dengan orang-orang yang kita kasihi, meski tanpa tubuh fisik. Kita akan saling mengenali melalui komunikasi rohani, seperti melalui doa dan penglihatan (2Kor. 12:1-4; Ef. 6:18a); Maria mengenali Yesus saat dipanggil namanya (Yoh. 20:16); atau mengenali melalui pernyataan Roh (1Kor. 12:4-11). Kita bahkan akan saling mengenali lebih lengkap dan sempurna. “Sebab, sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal secara sempurna, seperti aku sendiri dikenal” (1Kor. 13:12; bdk. Mat. 8:11).

Tubuh manusia dari debu, lemah dan dapat binasa, namun tubuh kebangkitan berasal dari sorga, rohaniah, kuat dan mulia. “Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi” (ay. 42-43; 48-49). Melalui iman kita percaya bahwa Allah telah menyediakan cara bagi orang percaya untuk saling mengenal dan berinteraksi dengan tubuh rohaniah kelak di sorga. Maka dalam kerendahan hati, jangan ragu mengatakan: Sampai bertemu di sorga.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini (Minggu VII Setelah Epifani) dengan tema: Mengasihi Musuh (Luk. 6:27-38) dan Melihat dengan Iman (Kej. 45:3-11, 15), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 16 Februari 2025)

KEBANGKITAN KITA DAN JAMINAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Kalau pengharapan kita kepada Kristus terbatas pada hidup kita di dalam dunia ini saja, maka dari seluruh umat manusia di dalam dunia ini, kitalah yang paling malang!” (1Kor. 15:19 BIS)

Minggu lalu renungan kita tentang kebangkitan Yesus (1Kor. 15:1-11). Tentu ada perbedaan antara kebangkitan Yesus dengan kisah kebangkitan manusia di dalam Alkitab. Kitab PL mencertakan Nabi Elia menghidupkan anak janda di Sarfat (1Raj. 17:21-22), Nabi Elisa menghidupkan anak perempuan Sunem (2Raj. 4:32-36, serta orang yang hidup kembali setelah tersentuh tulang-tulang Elisa (2Raj. 13:21). Demikian juga dengan kebangkitan di PB yakni putri Yairus (Mat. 9:24-25), pemuda dari Nain (Luk. 7:14-16), Lazarus (Yoh. 11:43-44), Dorkas dan Eutikhus (Kis. 9:40-41; 20:9-12). Perbedaan ini jelas yakni mereka yang bangkit memiliki tubuh seperti semula, sementara Yesus bangkit dengan tubuh kemuliaan. Perbedaan lainnya, manusia yang bangkit mati kembali, sementara Yesus tetap hidup dan terangkat ke sorga. Kebangkitan Yesus juga atas kuasa-Nya sendiri tidak melalui nabi-nabi.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah lanjutannya, yakni 1Kor. 15:12-20. Judul perikopnya: Kebangkitan kita. Rasul Paulus menjelaskan tentang kebangkitan pada jemaat Korintus, sebab ada yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati sebagaimana golongan Saduki (ay. 12; Mat. 22:23-24).

Melalui nas minggu ini kita belajar tentang kebangkitan kita manusia. Pertama, dasar kebangkitan adalah adanya hukum sebab-akibat, aksi dan reaksi, yakni setiap tindakan manusia pasti memiliki konsekuensi. Apa yang ditabur itu yang akan dituai (Gal, 6:7) dan orang yang menabur angin akan menuai badai (Hos. 8:7; 2Kor. 5:10). Dasar lainnya adalah Allah Mahaadil. Manusia dapat menyembunyikan perbuatan jahatnya di dunia, namun keadilan Allah harus ditegakkan dan semua akan dibukakan kelak dan diperhitungkan (Mrk. 4:22; Mzm. 37:28-29). Kematian fisik di dunia bukanlah akhir segalanya, sebab tubuh dari tanah kembali ke tanah namun roh/nafas manusia yang dihembuskan Allah tetap hidup dan kembali kepada Allah (Kej. 2:7; Rm. 14:7-9).

Tujuan kebangkitan yakni agar manusia memahami dan mengerti semua perbuatan mempunyai konsekuensi. Perbuatan baik wajar mendapatkan upah dan perbuatan jahat mendapatkan hukuman. Ini secara otomatis akan membentuk dan mendidik manusia dengan karakter yang seturut dengan kehendak Allah. Kadang hukuman itu dilakukan di dunia sebagaimana Daud dan Batyseba dihukum akibat perbuatan jahatnya dengan kematian anak mereka (2 Sam. 12). Semua itu perlu dilakukan agar manusia siap dalam menghadapi kehidupan pasca kematian fisik dalam bentuk kehidupan bersama Allah Bapa. Tanpa kebangkitan orang mati, iman kita akan menjadi sia-sia (ay. 13-19)

Melalui kebangkitan Yesus, Allah memiliki rencana dalam kehidupan manusia yakni memulihkan hubungan dengan-Nya yang telah dirusak oleh dosa. Melalui iman dan kebangkitan Yesus, maka kematian telah dikalahkan dan kebangkitan-Nya merupakan kemenangan atas dosa. Dengan percaya kepada Yesus akan kebangkitan-Nya maka orang percaya akan memiliki kehidupan baru. Oleh karena itu dalam ayat 19 dituliskan, pengharapan kita akan Kristus tidak hanya untuk hidup di dunia ini, tetapi juga saat kebangkitan nanti (versi BIS).

Bagian terakhir nas minggu ini memberi kita kekuatan bahwa kebangkitan Yesus merupakan jaminan bahwa kita orang percaya juga akan dibangkitkan (ay. 20). Dengan memelihara iman dan pengharapan yang kuat, menjalani kehidupan seturut kehendak-Nya, maka melalui kebangkitan kita akan hidup bersama Allah selamanya. Terpujilah Tuhan Yesus.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari Minggu VI Setelah Epifani dengan tema: Tubuh dan Jiwa (Luk. 6:17-26) dan Kutuk dan Berkat (Yer. 17:5-10), silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 9 Februari 2025)

KESIA-SIAN DALAM HIDUP

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Tetapi karena anugerah Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan anugerah yang diberikan-Nya kepadaku tidak sia-sia” (1Kor. 15:10a)

Raja Salomo berkuasa, kaya, mempunyai 1.000 istri dan selir, namun merasa hidupnya sia-sia, tidak memberi kebahagiaan sejati. Dalam kitab Pengkhotbah yang ditulisnya: “Kesia-siaan belaka…, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia…. Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin” (Pkh. 1:2, 14). Apakah kita juga menjalani hidup yang sia-sia?

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah 1Kor. 15:1-11; nas tentang kebangkitan Kristus dan konsekuensinya bagi kita orang percaya. Kita tahu bahwa Yesus hidup-Nya singkat, mati kemudian bangkit, dan naik ke sorga (ay. 3-8). Lantas Roh Kudus dicurahkan sebagai Penolong, Penghibur, Pembaru, Pemimpin kita ke dalam kebenaran (Yoh. 16:13), dan sebagai meterai/jaminan (Ef. 1:13-14).

Roh Kudus memberi kita talenta, karunia rohani. Alkitab menjelaskan ada 18 karunia rohani berbagai ragam dengan tiga katagori kemampuan: melalui mulut/berbicara, membuat tanda-tanda kuasa Allah, dan melayani melalui tangan dan hati. Setiap orang tentunya tidak mendapatkan semua, namun pasti memiliki beberapa karunia tersebut; sebab Tuhan mengenal kita, memberi sesuai keunikan, kapasitas dan rencana-Nya. Rasul Paulus yang hidupnya penuh dosa, penganiaya Jemaat Allah, ternyata diselamatkan, diberi kasih karunia Allah dan ia membuatnya tidak sia-sia (ay. 9-10).

Jika kita melihat nas ini lebih dalam, maka kunci agar tidak menjalani hidup sia-sia adalah dengan pengenalan diri, seperti ditulikannya: “sebagaimana aku ada sekarang” (ay. 10). Ia mengenali dan menyadari dirinya, alasan keberadaannya (raison d’etre, reason for being). Kita juga perlu menyadari bahwa Allah memberi kita hidup, memberi talenta dan karunia rohani, tentunya Allah memiliki rencana dalam hidup kita.

Setelah pengenalan diri, kita juga perlu mengenal Injil dengan baik. “Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu –kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya” (ay. 2). Ini senada dengan yang dituliskan, “Andai kata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (ay. 14).

Dalam menggunakan karunia rohani, tidak semua berjalan mulus, langsung berhasil dan berbuah bagus; kadang melalui jalan terjal dan kegagalan sebelum keberhasilan. Semua itu mestinya tetap diterima dengan rasa syukur, bukan kekecewaan, sebab kesempatan masih ada dan Allah akan menyempurnakan-Nya (Flp. 1:6). Namun iblis menggunakan cara jahat yang berasal dari Dewa Dis, menambahkan kata-kata dis di depan kata, seperti dissatisfaction (tidak puas dari satisfy = puas), disqualification (tidak mampu), disadvantage (tidak beruntung), disbelief, discourage dan sebagainya.

Rasul Paulus mewujudkan rasa syukurnya dengan bekerja lebih keras (ay. 10-11), agar kita percaya dan meneladani dirinya. Dengan pengenalan diri, sadar akan pemberian karunia rohani, dan pemahaman Injil Kristus, ini mendorong kita menjaga motivasi dan semangat ke tujuan hidup sesuai rencana-Nya. Mari kita periksa karunia yang diberikan Tuhan, pergunakan dengan baik dan bijaksana, agar hidup tidak sia-sia, sebab kita harus mempertanggungjawabkan pemakaiannya sesuai perumpamaan talenta yang diberikan Tuhan (Mat. 25:14-30). Bila mengabaikannya, pesan-Nya sangat jelas: “Tentang hamba yang tidak berguna itu, campakkanlah dia ke dalam kegelapan di luar. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi” (Mat. 25:30). Ampun…!

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari Minggu V Setelah Epifani hari ini dengan tema: Penjala Manusia (Luk. 5:1-11) dan Manusia Bebal (Yes. 6:1-13), dengan mengklik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 2 Februari 2025)

MASA TUA YANG DAMAI SEJAHTERA

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Jadilah bagiku gunung batu, tempat berteduh, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku” (Mzm. 71:3a)

Ungkapan ini pasti benar: menjadi tua adalah kepastian, menjadi bijaksana dan dewasa adalah pilihan. Mzm. 90:10a berkata, “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan.” Dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin maju serta ekonomi yang lebih sejahtera, harapan hidup orang Indonesia saat ini sudah mencapai 72 tahun. Ini tentunya akan meningkat terus, sebagaimana banyak negara maju yang harapan hidup penduduknya sejak lahir ada yang mencapai 83-84 tahun, seperti Jepang, Korea, Swiss, Italia, Norwegia dan lainnya.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 71:1-6; sebuah perikop ungkapan rasa khawatir sekaligus permohonan Raja Daud untuk perlindungan di masa tuanya. Ia tampaknya sedang mengalami masa surut kekuasaannya, entah persoalan internal dengan anaknya Absalom yang ingin mengambil alih, atau adanya serangan musuh dari luar. Oleh karena itu doa Daud pada perikop ini fokus pada dua hal: ia tidak dipermalukan (ay. 1), sebaliknya para musuhnyalah yang dipermalukan (ay. 13).

Iman memang bisa pasang surut, seperti sebuah biji dapat bertumbuh dan mengkerut. Raja Daud sejak muda imannya sangatlah kokoh (ay. 5); juga dituliskannya pada berbagai mazmur, seperti Mzm. 27:1: “TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?”

Usia lanjut jelas sebuah berkat. Namun jika di masa itu justru timbul tantangan dan pergumulan yang berat, tentulah tidak menyenangkan; seperti Daud, tampak goyah juga. Wajar, manusiawi. Tidak seorangpun kita dapat memprediksi dan menghindarinya. Malang tak dapat ditolak dan untung tak dapat diraih, jika sudah dalam rencana dan perkenaan Tuhan.

Oleh karena itu, iman yang menyusut jangan dibiarkan lama, mesti dilawan. Manusia hanya mampu jika bersama Tuhan melampaui dan mengalahkannya. Oleh karena itu, pesan pertama nas minggu ini khususnya di masa tua, berusahalah menghindari masalah. Ada banyak nasihat di media sosial agar kita semakin dewasa, berhikmat dan bijaksana. Paling tidak kita harus lebih sabar, ikhlas, menjauhkan ambisi, membuat hidup lebih lambat. Sebaliknya, masa tua diisi lebih banyak dengan bersyukur, berbuat kebaikan, bersosialisasi dan menjaga makanan dan kesehatan.

Namun jika ujian atau pencobaan datang tanpa diundang, pesan kedua nas ini, hendaklah kita seperti Daud, perlu menegaskan bahwa Allah adalah tempat kita berteduh dan berlindung, serta memohon pertolongan. “Sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku!” (ay. 2).

Pesan ketiga, kita harus mengakui ketergantungan pada Allah di dalam menghadapi berbagai ujian dan pencobaan. Tidak perlu rasa takut berlebihan, sebab pertolongan-Nya pasti datang dan kita yakin Ia Maha Kuasa, benteng yang lebih besar dan mampu meluputkan dari masalah kita (ay. 3-4). Tentu, kita juga tidak lantas diam menunggu, tapi melakukan yang terbaik dengan berhikmat dan bijaksana atas tuntunan-Nya.

Hal terakhir, tetaplah berpengharapan dan percaya, Dia Maha Kasih (ay. 5-6). “Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu” (1Kor. 10:13). Allah pasti menolong untuk membebaskan kita dari segala kesulitan. Indahnya berjalan bersama Tuhan. “Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa” (Mzm. 23:6).

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari Minggu ini: Yang Paling Besar adalah Kasih (1Kor 13:1-13) dan Percaya dan Berserah (Luk. 4:21-30), dengan mengklik www.kabardaribukit.org  

KABAR DARI BUKIT (Edisi 26 Januari 2025)

BANGKIT DARI KEGAGALAN

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu” (Yun. 3:2)

Mengubah sifat dasar seseorang tidaklah semudah diucapkan; apalagi karakter yang sudah berkarat. Misalnya pribadi berpandangan pesimis atau cenderung berpikiran negatif, mengubahnya menjadi selalu optimis dan berpikiran positif – melihat dibalik yang buruk pasti ada hal baiknya, itu tidak mudah. Namun sebagai orang percaya, Allah kita hidup dan berkuasa, maka segala sesuatu bukanlah mustahil (Mrk. 9:23; Luk. 1:37).

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Yun. 3:1-5, 10. Kisah ini sejak di sekolah minggu sangatlah populer. Yunus tidak taat mengikuti perintah Allah untuk pergi ke Niniwe, kota yang jahat, menyampaikan amanat agar bertobat. Bila tidak bertobat, maka kota itu akan ditunggangbalikkan dalam 40 hari. Yunus takut, lari menjauh menuju Tarsis, Spanyol. Namun ada badai, Yunus ketahuan dan kemudian dilempar awak kapal ke laut. Allah menyiapkan ikan besar memakannya. Yunus pun hidup selama tiga hari di perut ikan. Atas doanya dan berjanji taat, ikan kemudian memuntahkannya kembali ke darat (Pasal 1-2).

Nabi Yunus merasa gagal. Alkitab juga menceritakan banyak tokoh yang pernah gagal, seperti Musa, Daud, Elia, Paulus dan bahkan Petrus menyangkal Yesus. Pemicu kegagalan bisa banyak faktor termasuk ketakutan, namun sebaliknya kegagalan juga menimbulkan ketakutan baru.

Dari semua tokoh tersebut, terlihat Allah memberi kesempatan kedua. Panggilan-Nya tidak pernah berhenti untuk kita kembali ke jalan-Nya. Dasar semua adalah kasih-Nya yang besar. Sukacita besar di sorga apabila seseorang bertobat, seperti kisah seekor domba yang hilang dicari dari 100 domba (Luk. 15:1-7).

Pertobatan memang bukan sesuatu yang sederhana. Para ahli teologia sepakat, ada banyak tahapan yang diperlukan agar seseorang benar-benar bertobat. Titik awalnya bisa dari panggilan Tuhan atau pemahaman sendiri tentang penebusan dosa dan keselamatan. Lantas tahapan berikutnya yakni perlunya berpaling, lahir baru, dan berdamai dengan Allah. Dari titik ini kita akan dibenarkan, diangkat menjadi anak-anak-Nya, menyatu dengan Kristus dan mulainya proses pengudusan.

Yunus dengan jelas melihat sumber penyebabnya, ia gagal, tidak taat bahkan bersembunyi di dek kapal. Lantas ketika tertangkap, Yunus tahu resikonya dan meminta ia dibuang ke laut. Ia merasa layak menerimanya dan siap mati. Namun, Allah penuh kasih, memberi kesempatan kedua kepada Yunus.

Maka ketika kita gagal, merasa takut, tidak perlu meratapinya. Sadari sudah bersalah, berdosa dan gagal. Kenali dan akui meski rasa kecewa timbul. Tidak perlu mencari kambing hitam, justru kita harus memaafkan diri sendiri. Berdoa dan berserah. Evaluasi, cari titik lemahnya. Segera bangun rencana untuk bangkit, singkirkan hal yang dianggap menghambat untuk mencapai titik balik. Ikuti langkah dengan percaya diri, berpikir positif, semuanya akan baik-baik saja sepanjang setia dan melakukan yang terbaik. Tuhan menolong kita bangkit.

Pengampunan terjadi jika kita siap menerima ganjarannya, berserah, meninggalkan kesalahan serupa dan perbuatan lain yang tidak disukai-Nya. Berjanji setia dan memberi yang terbaik, seperti doa Yunus: “Dalam kesusahanku aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab aku, dari tengah-tengah dunia orang mati aku berteriak, dan Kaudengarkan suaraku” (2:1). Tuhan memakai Yunus, menyampaikan pesan-Nya. Orang Niniwe percaya termasuk rajanya, mereka puasa mengenakan kain kabung, bertobat. Allah pun tidak jadi menghukum mereka (ay. 10). Haleluya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari Minggu III Setelah Epifani dengan tema: Dia Datang untuk Mereka yang Menderita (Luk 4:14-21), dan Re-View Ibadah (Neh. 8:1-3, 4-6, 8-10), silahkan klik_ www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 19 Januari 2025)

DOSA DAN KEBAIKAN ALLAH

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang” (Mzm. 36:10)

Berbuat jahat pasti tidak baik, apalagi jika direncanakan berlapis taktik dan tipu. Tidak setitik pun ada manfaatnya, kecuali kepuasan hati sesaat, yang cepat atau lambat pasti disesali. Memang, kadang perbuatan jahat dapat terjadi karena ketidaksengajaan atau kelemahan. Tentang ini firman-Nya berkata, “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat” (Rm. 7:15). Sayangnya, dosa tetaplah upahnya maut (Rm. 6:23a).

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Mzm. 36:5-10; judul perikopnya: Kefasikan orang berdosa dan kasih setia Allah. Ini mazmur Daud, ditulis saat dia diburu untuk dibunuh; mungkin oleh Raja Saul atau Absalom, anaknya. Jelas ini dosa disengaja. “Kejahatan dirancangkannya di tempat tidurnya, ia menempatkan dirinya di jalan yang tidak baik” (ay. 5). Namun Daud kemudian mengungkapkan kebaikan Tuhan. “Ya Tuhan, kasih-Mu sampai ke langit, setia-Mu sampai ke awan. Keadilan-Mu adalah seperti gunung-gunung Allah,
hukum-Mu bagaikan samudera raya yang hebat (ay. 6-7a).

Di sini muncul paradoks, kombinasi dua pemikiran yang berkontradiksi satu sama lain. Allah yang membenci perbuatan dosa dan mesti menghukum, di lain sisi memiliki kasih besar dan Pengampun. Pikiran sederhana mempertanyakan, kok bisa terjadi? Tetapi benar, tidak ada kontradiksi. Sebab Allah memiliki kedaulatan mutlak atas diri manusia; di lain pihak juga mereka bertanggungjawab atas perbuatannya. Ini dapat dilihat pada penyaliban Yesus. Sejak semula Allah telah menetapkan Yesus akan mati – dan bangkit kembali, namun mereka yang mengkhianati dan membunuh-Nya, harus bertanggungjawab atas perbuatannya.

Anthony A. Hoekema dalam bukunya “Save By Grace” mengatakan bahwa orang percaya perlu memahami adanya kedaulatan Allah sekaligus tanggungjawab tersebut; anugerah Allah berdaulat, tapi partisipasi aktif kita ikut bekerja dalam keselamatan (Flp. 2:12). Karya keselamatan Kristus tidak akan memberi manfaat apapun bagi kita sampai diterapkan ke dalam hati dan kehidupan keseharian yang dipimpin Roh Kudus.

Maka bagi kita yang masih senang berbuat dosa, suka mendukakan hati Allah dan sesama, saatnya berhenti dan berbalik. Alkitab menegaskan, ada banyak hukuman bagi yang tidak taat setia, dapat di dunia ini berupa hukuman fisik (sakit, miskin, mati prematur), hukuman rohani (tidak damai sejahtera, rasa bersalah, jauh dari Allah), hukuman sosial (rasa malu, harga diri, terkucil), maupun hukuman pasca kematian yakni kehilangan warisan kerajaan Allah dan menderita di neraka.

Betapa berharganya kasih setia Allah, membuka kita jalan menghapuskannya, memberi harta sorgawi di bumi dan di sorga (ay. 8-9). Semua berkat (kebalikan hukuman) menjadi bagian kita. Namun perlu dilakukan beberapa hal agar dosa dihapuskan dan kasih Allah nyata, yakni dengan datang mengakui dosa kita (1Yoh. 1:9), bertobat (Luk. 24:47) dan percaya kepada Yesus Kristus (Yoh. 3:16). Allah akan melihat keseriusan pertobatan kita, iman dan buahnya, keadilan, dan kasih sayang-Nya secara keseluruhan. Datanglah ke sumber hayat, ke dalam terang-Nya (ay. 10).

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari Minggu ini: Mukjizat itu Masih Ada dan Nyata (Yoh 2:1-11) dan Ada Rupa-Rupa Karunia, Tetapi Satu Roh (1Kor. 12:1-13), dengan mengklik www.kabardaribukit.org  

KABAR DARI BUKIT (Edisi 12 Januari 2025)

TERANG GELAP DI BUMI

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi” (Kej. 1:3)

Salah satu keistimewaan dan keunggulan kitab suci Alkitab – selain terbaik dalam menjelaskan keberadaan, Pribadi dan kekuasaan Allah, isinya sangat sistematis. Alkitab di bagian pembukanya mendeklarasikan penciptaan langit, bumi dan alam semesta dengan singkat padat oleh Allah, hingga diciptakan-Nya manusia sebagai makhluk sempurna.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kej. 1:1-5, penciptaan hari pertama saja. Kita tahu Allah mencipta dalam enam hari, berhenti pada hari ketujuh, memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya (Kej. 2:2-3). Tentu ada alasan para pemimpin gereja menyusun leksionari nas Minggu ini dengan penggalan lima ayat, yang ditutup kalimat, “Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama” (ay. 5). Rahasia itulah yang ingin kita pelajari mengapa Allah pertama sekali menciptakan bumi dan terang, serta memaknai pentingnya terang dalam kehidupan.

Tuhan menciptakan bumi yang pertama karena dimaksudkan sebagai tempat berdiam manusia dan segala makhluk; bukan untuk tempat ujian apalagi tempat pengasingan. Oleh karena itu bumi diperlengkapi dengan ekosistem yang mendukung agar manusia dan segala makhluk hidup nyaman: berupa darat dan air, tumbuhan dan binatang, serta langit cakrawala dengan segala isi dan bentuknya. Bumi atau dunia ini juga dimaksudkan tempat kita berkarya sebagai garam dan terang (Mat. 5:13-14). Memang tantangan diberikan kepada manusia ketika diberi perintah, “penuhilah bumi dan taklukkanlah itu (Kej. 1:28), dengan mengembangkan semua potensi kecerdasan sekaligus menghadapi iblis, godaan kenikmatan dunia dan daging, serta ego – itulah ujian iman, hikmat dan moralitasnya.

Menurut Yohanes Calvin, sorga bukanlah “tempat”, melainkan sebuah “keadaan pikiran” (states of mind), dan ini seturut pemikiran bahwa kerajaan sorga itu sudah ada di bumi. Allah jelas menempatkan Adam dan Hawa di Taman Eden dan masih bisa ditelusuri lokasinya di bumi, diperkirakan di wilayah Irak. Yesus juga berkata pertama kali, bahwa “Kerajaan sorga sudah dekat” (Mat. 4:17). Kemudian dilanjutkan-Nya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat. 21:31). Alkitab juga menegaskan, “Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm. 14:17).

Terang diciptakan karena terang itu penting untuk melihat segala sesuatu lebih baik dan jelas. Allah hadir melalui Terang, melambangkan kebaikan dan keindahan kehidupan, sekaligus memisahkannya dengan kegelapan. Dengan terang, kita tahu akan kehadiran dan kekuasaan-Nya, melihat pengharapan dan kehendak Allah.

Adanya kegelapan berupa malam, sebagaimana di tengah kebaikan selalu saja ada kejahatan. Bagai orang menanam padi, selalu ada ilalang, namun mereka yang menanam ilalang tidak akan pernah mendapatkan padi; mereka yang menanam kejahatan tidak akan pernah mendapatkan kebaikan.

Dalam menjalani kehidupan di bumi, manusia diperlengkapi dengan Terang yakni Yesus, yang dalam hidup-Nya terang itu bersinar, memberi kita teladan, hikmat dan kuasa-Nya.

Hanya dengan Terang Tuhan Yesus kita dapat menjauhkan diri dari segala kejahatan dan kegelapan. “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan” (1Tes. 5:21-22). Berjalan dengan Terang Yesus, sungguh akan menyenangkan hati-Nya. Sudahkan Terang itu berkuasa dalam hati kita?

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari Minggu I Setelah Epifani & Peringatan Pembaptisan Tuhan Yesus – dengan tema: Teguh Dalam Baptisan (Luk. 3:15-17, 21-22) dan Tumpang Tangan (Kis. 8:14-17) silahkan klik www.kabardaribukit.org

KABAR DARI BUKIT (Edisi 5 Januari 2025)

KEKAYAAN DI DALAM YESUS

Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi

”Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya” (Ef. 1:14)

Semua orang ingin hidup dalam kekayaan, termasuk materi. Memang ada ungkapan: uang bukanlah segala-galanya, tapi tanpa uang, akan susah segala-galanya. Namun uang/harta tidak dapat membeli keselamatan, kedamaian dan kebahagiaan sejati; bahkan akan menyirami “cinta uang akar segala kejahatan” dan berujung maut (1Tim. 6:10; Rm. 6:23a).

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Ef. 1:3-14; sebuah pujian syukur yang dalam bahasa aslinya (Yunani) berupa puisi kalimat panjang, tanpa koma. Judul perikopnya: Kekayaan orang-orang yang terpilih. Ada enam kekayaan besar yang diterima dari Allah Bapa, bila kita “Di dalam Dia”, Yesus Kristus.

Kekayaan pertama, “Di dalam Dia” kita telah dipilih sebagai milik-Nya; mengenal diri sendiri. Yesus berkata: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh. 15:16). Juga tertulis, iman adalah pemberian, karunia rohani, bukan atas dasar pikiran dan kehebatan manusia (1Kor. 12:9; Rm. 12:3). Tentang kita dipilih sebelum dunia dijadikan (predestinasi), memang masih misteri, sebab konsep ini bisa bersifat pribadi, kelompok atau bangsa, misalnya, bangsa Israel; dan semua kelak akan dibukakan. Dipilih tentunya untuk dikhususkan, kudus, dan tak bercacat di hadapan-Nya (ay. 4-5).

Kedua, “Di dalam Dia” kita ditentukan dari semula untuk menjadi anak-anak-Nya (ay. 6). Firman-Nya menyatakan, “semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yoh. 1:12). Menjadi anak-anak Allah dilakukan dengan prinsip adopsi, diambil dan diangkat sebagai manusia baru di dalam Yesus Kristus.

Kekayaan ketiga, “Di dalam Dia” dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa (ay. 7; 1Pet. 1:18-19). Penegasan lain, “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus,.. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita” (1Kor. 1:30). “Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus” (Ibr. 10:10).

Keempat, “Di dalam Dia” kita masuk persiapan dalam kegenapan yaitu dipersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi (ay. 10). Di bumi kita dipersatukan dalam gereja-Nya dan di sorga kita dipersatukan dalam persekutuan yang Am/universal dengan Kristus sebagai Kepala (Luk. 13:29; Why. 19:6-9).

Kelima, “Di dalam Dia” kita “mendapat bagian yang dijanjikan – yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah…, menurut keputusan kehendak-Nya” (ay. 11-12). Artinya, kita tidak dapat menuntut upah atau pahala, sebab semua adalah anugerah, bukan hasil usaha kita (Ef. 2:8-9).

Terakhir, “Di dalam Dia” kita diperlengkapi dan dikuatkan dengan Alkitab firman kebenaran – yaitu Injil keselamatan, yang menuntun kita menjalani kehidupan (ay. 13; 2Tim. 3:16). Selanjutnya kita dimeteraikan dengan Roh Kudus, Roh Allah yang hidup menyertai kita. Dengan setia membaca firman-Nya dan teguh percaya, maka Roh Kudus menjadi jaminannya (ay. 14).

Oleh karena itu Alkitab berkata, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi, ngengat dan karat merusakkannya” dan “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:19, 33). Semoga di tahun yang baru ini kita lebih kaya di dalam Dia.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin. 🙏

Bacalah renungan paralel menurut leksionari hari ini – Minggu II Setelah Natal dengan tema: Terang yang Bercahaya (Yoh. 1:1-9) dan Spesial di Hadapan Allah (Mzm. 147:12-20) dan Sukacita Menanti (Yer. 31:7-14), silahkan klik www.kabardaribukit.org

Hubungi Kami

Tanyakan pada kami apa yang ingin anda ketahui!