KABAR DARI BUKIT (Edisi 22 September 2019)

Doa Syafaat

Dalam memimpin PA sering saya tanyakan apa arti “syafaat”? Ternyata banyak yang tidak tahu meski tiap hari Minggu mendengar kata doa syafaat. Bahkan ada yang mengartikan doa syafaat sebagai doa panjang, doa gado-gado. Kebenarannya: syafaat berarti perantaraan, intercession (Inggris), to entugkhanein (Yunani). Doa syafaat berarti permohonan melalui (kita sebagai) perantara. Intinya doa untuk pihak lain.

Firman Tuhan hari Minggu ini dipilih dari 1Tim. 2:1-7 mengenai doa jemaat. Kita diminta menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan (ayat 1-2). Dalam ayat berikutnya, Allah, Juruselamat kita, menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (ayat 4, band. 2Pet. 3:9). Untuk itu peran doa dan saling mendoakan sangatlah penting (band. Yak 5:14).

Kekristenan dasarnya pengakuan iman, yakni percaya adanya Allah yang Esa (ayat 5) dan Allah Bapa sebapai Pencipta; percaya Allah menjadi manusia yakni Yesus Kristus untuk menyelamatkan semua manusia dengan menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan (ayat 6); dan percaya Allah kita itu Allah yang hidup untuk menyertai dan menolong kita dalam kehidupan ini melalui Roh Kudus. Semua itu tertulis dalam Alkitab yang kita yakini sebagai kebenaran yang tanpa salah (infallibility dan inerrancy)

Manusia diciptakan sempurna tetapi tetap terbatas kemampuannya. Untuk melihat kuping dengan mata langsung saja tidak bisa, apalagi memahami alam semesta ini termasuk jalan kehidupan di tengah-tengah dinamika kehidupan yang berjalan dan terlebih masa yang akan datang. Untuk itu manusia membutuhkan orang lain termasuk untuk saling mendoakan. Berdoa berarti kita mengakui keterbatasan, tanda ketaatan, tanda kasih dan kesatuan umat, dengan memohon pertolongan Allah yang hidup untuk campur tangan. Berdoa bukan hanya untuk diri sendiri – dengan daftar yang panjang seperti belanjaan, tetapi juga untuk pihak lain sebagaimana diminta firman hari ini.

Pihak-pihak yang masuk dalam doa syafaat lebih mudah diingat dengan menggunakan tangan dan kelima jarinya sebagai model.

– Tangan diangkat bermakna doa dimulai dengan ucapan syukur (ayat 1; Flp 4:6);
– Ibu jari memaknai berdoa bagi orang tua dan keluarga dekat (Ef 6:2; Kel 20:12);
– Jari telunjuk memaknai doa bagi penunjuk jalan keselamatan: para pendeta, pengerja gereja, dan para hamba Tuhan khususnya di ladang misi (Kol 4:3; 2Tes 3:1);
– Jari tengah yang tertinggi/terpanjang menandai untuk para pemimpin kita, organisasi, kumpulan, RT/RW bahkan negara;
– Jari manis memaknai doa bagi semua persoalan dan pergumulan termasuk musuh kita (Mat 5:44)
– Jari kelingking menandakan berdoa bagi yang kecil lemah dan kaum miskin.

Doa menyambung hasrat kita kepada Allah dan melalui doa kita menjadi dekat denganNya. Alkitab meminta kita bertekun dalam doa (Rm 12:22; 1Tes 5:17). Pentingnya doa juga dinyatakan dengan Roh Kudus berdoa bagi kita (Rm 8:26-27) sebagaimana Tuhan Yesus berdoa dari sorga (Yoh 17:9, 20). Tetaplah berdoa dan “percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” (Mrk 11:24). Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.

(Pdt. Em. Ramles M Silalahi)
 
Khotbah lainnya bagian leksionari hari Minggu ini Setia Dalam Perkara-perkara Kecil (Luk 16:1-13) dapat mengklik web www.kabardaribukit.org.

KABAR DARI BUKIT (Edisi 15 September 2019)

Anugerah dan Kesaksian

(1) “Meski tak layak diriku, tetapi kar’na darahMu, dan kar’na kau memanggilku, ‘ku datang, Yesus, padaMu; (2) Sebagaimana adanya jiwaku sungguh bercela, darahMu-lah pembasuhnya; ‘ku datang, Tuhan, padaMu” (KJ 27:1-2).

Firman Tuhan hari Minggu ini diambil dari surat 1Tim 1:12-17 tentang pengakuan Rasul Paulus atas kebaikan Tuhan dalam hidupnya. Ia menyadari tidak layak memperoleh anugerah yang sedemikian besar, sebab masa lalunya kelam, penuh dengan dosa dan kebencian. Ia menghujat Allah dan menganiaya jemaat dengan ganas (ayat 13; Kis 8:1-3; 9:1-2). Tetapi ternyata ia merasakan Allah telah mengasihaninya, dan menguatkannya, menganggapnya setia, dan memberinya kepercayaan untuk masuk dalam pelayanan (ayat 12).

Ia bersyukur atas semua itu. Kasih karunia Tuhan sungguh berlimpah. Anugerah melahirkan rasa syukur. Gratia membuahkan Gratude. Paulus semakin meyakini bahwa “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.” Dan, semua dilakukan Yesus dengan kesabaranNya, dengan tujuan agar orang yang merasa paling berdosa sekali pun, tidak akan berputus asa meminta belas kasihan Allah. Mereka yang percaya dan taat akan menerima hidup kekal dan bukan hukuman kekal.

Hidup tidak sekedar dijalani tetapi juga harus diisi. Hidup bukan hanya menikmati anugerah keselamatan Allah melalui penebusan Tuhan Yesus, tetapi juga meresponsnya dengan memberi hidup kita dalam pelayanan. Kita bertanggungjawab Janganlah anugerah keselamatan diterima dengan sukacita tetapi hubungan dan tanggungjawab terhadap Allah dihindari. Kebaikan Tuhan yang tidak layak bagi kita mesti menjadi dasar penguatan iman dan berbuah dalam pelayanan kasih di dalam Yesus Kristus (ayat 14).

Kesadaran akan keberdosaan akan membawa kita dalam kerendahan hati. Rasul Paulus mengakuinya dan menyebut dirinya “yang paling berdosa.” Adanya pertobatan membuka kesadaran bahwa Allah itu baik. Jangan hati kita menjadi tumpul, tidak peka dan merasa biasa-biasa saja. Perjalanan hidup yang diwarnai hidup baru akan menghasilkan rasa syukur dan ingin terus melekat dengan Allah (2Kor 4:1). Mungkin kadang kita dibiarkan jatuh bahkan dalam, tetapi dibaliknya ada rencana Allah termasuk pengampunan dan pembentukan manusia baru.

Pesan terakhir nas minggu ini agar kita menempatkan Allah sebagai Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Kita terus rindu untuk dipakaiNya dan percaya Allah yang menempatkan dan memampukan setiap orang yang di dalam pelayanan (Kis 26:16-17). Melalui pelayanan, menjadi berkat bagi sesama, membuat kita semakin bersyukur akan kebaikan dan kebesaran Allah. Sudahkah yang terbaik kita berikan? Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagiNya. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.

Khotbah lainnya bagian leksionari hari Minggu ini Ada Sukacita Karena Satu Orang Bertobat (Luk 15:1-10) dapat mengklik web www.kabardaribukit.org.

(Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Majelis Pertimbangan Sinode GKSI dan Wakil Ketua Dewan Penasihat Alumni ITB Gaja Toba)

KABAR DARI BUKIT (Edisi 8 September 2019)

Bersyukur dan Peduli

“Dan aku berdoa, agar persekutuanmu di dalam iman turut mengerjakan pengetahuan akan yang baik di antara kita untuk Kristus” (ayat 6).

Firman Tuhan hari Minggu ini diambil dari Surat Paulus kepada Filemon yang hanya satu bab dengan 25 ayat. Filemon adalah rekan pekerja Rasul Paulus, orang terpandang di Kolose, pemilik para budak. Salah satu budaknya, Onesimus, pernah melarikan diri dan kemudian menjadi pelayan Paulus di penjara. Surat Paulus ini meminta agar Filemon menerimanya kembali dan memaafkannya.

Permintaan Paulus tersebut berdasar setelah melihat hidup Filemon yang sudah menerima Kristus dan berbuah. Ia membuka persekutuan jemaat di rumahnya (ayat 2), penuh dengan iman dan kasih. Rasul Paulus sangat bersyukur dan sangat bergembira akan hal itu dan terus mendoakan Filemon bersama rekan-rekannya, seperti Apfia dan Arkhipus. Inilah pelajaran pertama dari nas ini, agar kita selalu bersyukur atas kemajuan orang lain, terus mendoakan, dan tidak malah irihati.

Rasul Paulus dalam meminta, tidak dengan paksa atau menggunakan wewenangnya sebagai rasul. Ia memintanya dengan rendah hati, memakai bahasa kasih, meminta Filemon menyetujuinya dengan sukarela (ayat 14). Rasul Paulus bahkan bersedia mengganti kerugian yang diderita Filemon atas larinya Onesimus yang tidak sepatutnya dilakukannya seorang hamba (ayat 18). Kerendahan hati, tidak merasa hebat, dan sok berkuasa. Ia juga tidak lupa menyertakan salam dari teman-teman sepelayanan (ayat 1, 23), tidak ada penonjolan diri. Ini menjadi pelajaran kedua bagi kita dari nas minggu ini, merendahkan hati dan utamakan kebersamaan.

Pelajaran ketiga, kita perlu mengikut teladan Paulus, bagaimana ia peduli dan penuh kasih terhadap orang lain khususnya orang-orang baik, meski ia sendiri sedang susah di penjara. Onesimus hanya seorang hamba yang melayaninya, tetapi telah dianggapnya menjadi anaknya. Sikapnya ia perlihatkan juga dengan menyebut Onesimus sebagai buah hatinya (ayat 12) dan saudara kekasih (ayat 16). Refleksi, bila kita sering mengganti staf, supir atau pembantu, perlu bertanya: apakah kita sudah memperlakukan orang lain dengan kasih, atau justru tidak peduli? Peduli dan kasih adalah ciri orang percaya.

Kesimpulan nas minggu ini mengajarkan kita tentang bersikap sebagai seorang pengikut Kristus dalam menjalin hubungan antar sesama. Iman tetap menjadi dasar yakni Tuhan bekerja dan punya rencana dalam hidup kita dan memakai kita menjadi duta-dutaNya. Kedua, dasar hubungan kita kepada sesama adalah kasih. Terlepas latar belakang dan status orang lain, kita perlu menaruh rasa hormat dan tidak bersikap sombong. Ketiga, segala yang kita lakukan perlu tuntas, all-out. Kita melakukannya dengan segenap hati, perbuatan kita seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kol 3:23). Ada kesediaan dan sigap untuk berkorban, kesediaan untuk memberi dan menjadi berkat. Itulah buah dari kasih karunia yang sudah kita terima; dengan demikian juga kita ikut membangun kerajaanNya dan meninggikan namaNya. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.

Khotbah lainnya bagian leksionari hari Minggu ini Memikul Salib dan Mengikut Dia (Luk 14:25-33) dapat mengklik web www.kabardaribukit.org.

(Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Majelis Pertimbangan Sinode GKSI dan Wakil Ketua Dewan Penasihat Alumni ITB Gaja Toba)

KABAR DARI BUKIT (Edisi 1 September 2019)

Iman dan Kasih

Firman Tuhan hari Minggu ini – Minggu XII setelah Pentakosta atau ke XI setelah Trinitas, terdiri dari dua bagian, Ibr 13:1-8 dan dilanjut ke ayat 15-16 dengan judul perikop “Nasihat dan doa selamat.” Ibrani bab 1 – 12 lebih menyampaikan tentang iman dengan ayat puncak Ibr 11:1 yakni definisi: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Nas kita minggu ini yang merupakan bab terakhir, justru ditutup dengan penjelasan kasih. Ini menguatkan yang disampaikan Rasul Paulus di kitab Korintus: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih” (1Kor 13:13). Ujung semuanya adalah kasih.

Wujud nyata iman adalah perbuatan yang memperlihatkan kasih: kasih kepada Tuhan dan kasih terhadap sesama. Iman tanpa disertai perbuatan pada hakekatnya mati (Yak 2:17). Ini dijelaskan oleh dua hukum utama: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini” (Mrk 12:30-31). Kasih kepada Allah puncaknya dinyatakan dalam rasa hormat, ketaatan dan kesetiaan, yang meski dalam kehidupan ada hal berat menimpa, termasuk penganiayaan seperti yang dialami pengikut Kristus saat surat Ibrani ini ditulis, tetap taat dan setia.

Kasih terhadap sesama pertama mesti dinyatakan terhadap keluarga. Menjaga kekudusan perkawinan merupakan bukti kasih terhadap keluarga (ayat 4). Menjaga kesucian hati dengan selalu bersyukur bersama keluarga dan mencukupkan yang ada dengan tidak menjadi hamba uang. Andalan kita dalam hidup ini bukan uang, tetapi Tuhan Yesus yang hidup dan menjadi penolong. “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau”, demikian firmanNya (ayat 5-6).

Kasih berikutnya dinyatakan terhadap gereja dengan memberi dukungan kepada para hamba-hamba Tuhan, agar mereka cukup sejahtera hingga masa tua (ayat 7, band. Gal 6:6). Dukungan juga perlu kita berikan pada gerakan misi sebagaimana dinyatakan di ayat 2-3, yakni menolong dan memberi tumpangan bagi para misionaris dan orang asing, termasuk bagi orang-orang yang saat itu banyak diusir dari rumah orangtuanya karena menjadi pengikut Kristus. Mereka ini butuh tempat tinggal sementara. Menerima mereka dihitung sebagai menjamu malaikat (ayat 2).

Bagian terakhir nas minggu ini (ayat 15-16) meminta kita untuk “senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.” Maka pesan firmanNya bagi kita hari Minggu ini: Milikilah iman yang teguh dan kuat, berbicara atau chat dengan perkataan yang selalu indah dalam kehidupan sehari-hari, serta tindakan kasih berupa bantuan nyata kepada sesama, itulah semua yang menjadikan hidup kita semakin menyenangkan hati Allah. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.

Khotbah lainnya bagian leksionari hari Minggu ini YANG MERENDAHKAN DIRI, AKAN DITINGGIKAN (Luk 14:1, 7-14) dapat mengklik web www.kabardaribukit.org.

(Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Majelis Pertimbangan Sinode GKSI dan Wakil Ketua Dewan Penasihat Alumni ITB Gaja Toba)

KABAR DARI BUKIT (Edisi 25 Agustus 2019)

Kemenangan atau Hukuman

Suatu kali saya ikut ibadah di gereja besar dan populer di mal daerah Kuningan, Jakarta. Saat khotbah, pendetanya membaca ayat terakhir nas minggu ini: “Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan.” Kemudian pendeta membuka khotbahnya dengan pertanyaan: apakah Allah kita itu penuh kasih atau pemarah? Jemaat menjawab: “Penuh kasih.” Lantas pengkhotbah meresponnya: “betul, tetapi Allah kita itu pemarah, berupa api yang menghanguskan.” Semua kaget; dan saya dengar ia tidak pernah lagi dipanggil berkhotbah di tempat itu. Jelas, ia kurang bisa memahami Allah kita itu Maha Kasih tetapi juga Maha Adil, sehingga harus menghukum; bukan karena pemarah apalagi pendendam.

Firman Tuhan hari Minggu ini – Minggu XI setelah Pentakosta, diambil dari Ibr 12:18-29 yang berbicara tentang tanggung jawab yang berat bagi umat Yahudi (dan tentunya kita semua) yang telah mengikut Kristus. Pasal sebelumnya (ayat 3-17) meminta mereka untuk kuat teguh dalam penderitaan yang mereka alami dari orang Yahudi, tetap berusaha hidup damai dengan sesama, dan terus menjaga kekudusan hidup. Penjelasannya: “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” (ayat 11). Read more

KABAR DARI BUKIT (Edisi 18 Agustus 2019)

Iman dan Kemenangan

Firman Tuhan hari Minggu ini – Minggu X setelah Pentakosta, diambil dari dua bab yakni Ibr 11:29-40 dan Ibr 12:1-2. Kita tahu naskah Alkitab saat ditulis tidak memakai pasal dan ayat. Tetapi kadang pengelompokan bab yang dilakukan bapa-bapa gereja terdahulu tidak semuanya tepat, beberapa ayat lebih baik ditarik ke bab sebelumnya atau sesudahnya yang lebih cocok konteksnya. Nas minggu ini menceritakan kekuatan iman dari tokoh-tokoh dalam Alkitab, dan kesimpulannya ada di empat ayat terakhir.

Nas diawali dengan kisah Nabi Musa dan bangsa Israel yang berhasil lolos melewati Laut Merah, kemudian tembok Yerikho runtuh setelah dikelilingi tujuh hari dipimpin Yoshua, Rahab perempuan sundal selamat berkat dukungan dan imannya terhadap kemenangan Israel; Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel menjadi pemenang, semua itu oleh karena pertolongan Allah. Iman mereka membuat Allah senang dan berkenan (Ibr 11:6).

Dengan adanya iman, maka ada motivasi yang kuat, dorongan dan energi tambahan untuk membuat sesuatu menjadi berhasil. Berjalan dengan iman memang tidak menjanjikan bahwa perjalanan menjadi mudah. Tetapi iman yang kuat menghasilkan ketekunan dan lolos dari ujian (Yak 1:3). Keraguan dan setengah hati membuat upaya tidak maksimal. Jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin (Ibr 11:6). Target dan tujuan tidak akan tercapai.

Pesan lainnya nas minggu ini yakni dalam berjalan dengan iman, kita perlu menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita (12:1). Artinya, beban dosa tidak berkenan kepada Allah dan menjadi penghalang dalam mencapai tujuan dan rencana Allah. Upaya sendiri manusia jelas tidak maksimal. Perlu fokus dan memohon pertolongan Allah. Ajakan di akhir nas sangat penting: “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah” (12:2).

Satu hal lain yang juga perlu kita renungkan, saat kemarin bangsa kita merayakan ulang tahun kemerdekaan ke-74. Para pendiri bangsa ini juga memiliki keyakinan akan tujuan bangsa kita sebagaimana mereka merumuskannya dalam Pancasila. Kita umat Kritiani sebagai bagian bangsa ini sejak awal, perlu terus menjaga dan meneruskannya, agar tujuan-tujuan tersebut terwujud dan terutama tidak dalam waktu yang berkepanjangan, yang menghabiskan energi sia-sia. Pertentangan dan radikalisme yang tampak menonjol akhir-akhir ini, agar disikapi dengan kasih Tuhan Yesus. Arogansi dan eksklusifisme tidak akan efektip. Justru daya dari semua anak bangsa, dihimpun dan diarahkan untuk saling mendukung, mengisi, sehingga perjuangan bapak bangsa benar-benar terwujud nyata. Iman kita mengaku seperti ayat 11:40, “Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita….” Jadilah pemenang dengan iman yang kuat teguh. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati, amin.

Khotbah lainnya untuk hari Minggu ini dan sesuai leksionari: MEMBACA TANDA-TANDA ZAMAN (Luk 12:49-56), dapat mengklik web www.kabardaribukit.org.

(Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Majelis Pertimbangan Sinode GKSI dan Wakil Ketua Dewan Penasihat Alumni ITB Gaja Toba)

KABAR DARI BUKIT (Edisi 11 Agustus 2019)

Iman dan Percaya

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1).

Firman Tuhan hari Minggu ini – Minggu IX setelah Pentakosta, ada dua bagian dari Ibr 11. Ayat 1-3 berbicara tentang iman, dan ayat 8-16 menjelaskan tentang iman Abraham. Sebagai informasi, ayat 4-7 bercerita tentang iman beberapa hambaNya dalam PL: Habel yang diterima persembahannya, Henokh terangkat ke sorga, dan Nuh yang taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya.

Kekristenan berprinsip tentang tiga hal pokok; percaya bahwa Allah ada, dan Allah bekerja dalam hidupnya melalui Roh Kudus. Di antara kedua hal itu, percaya Yesus adalah Allah yang menjadi manusia dan mengakui sebagai Juruselamat pribadinya melalui penebusan dosa yang terjadi di kayu salib Golgota.

Hubungan Allah dan manusia menurut Derek Prince (Faith To Live By, Derek Prince Ministries, India, 1977), dilihat dalam dua hal yang seolah-olah kontradiksi. Dari sudut Allah: bagi Allah segala sesuatu mungkin (Mat 19:26b); dan dari sudut manusia: Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya! (Mrk 9:23b). Tetapi dari segi praktiknya, ini menjadi sejalan dan dapat diterima, yakni melalui iman, segala sesuatu yang mungkin bagi Allah sejajar dan menjadi mungkin bagi orang percaya. Artinya, iman-lah yang menjadi penghubung (channel) antara yang mungkin bagi Allah menjadi tersedia bagi manusia. Melalui iman, segala yang mungkin bagi Allah, sama menjadi mungkin bagi manusia yang percaya. Dahsyat, kan?

Derek Prince juga menjelaskan, dari segi bahasa Yunani, percaya adalah pelaksanaan (exercising) iman, dan penghikmatan (exercising) iman adalah percaya. Dengan memahami hubungan tersebut, ayat 1 menjadi lebih mudah dimengerti: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Segi prakteknya selain Habel, Henokh dan Nuh, ayat 8-16 nas minggu ini menjelaskan tentang iman Abraham: ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui, dan menjadi kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah, dan tinggal berdiam disana bersama keluarganya. Kemudian ia juga teguh dalam iman, melalui Sara istrinya, orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya (ayat 11-12). Dan, semua terbukti!!

Kita pun dalam perjalanan kehidupan di dunia saat ini, tidak terlepas dari adanya pengharapan dan pergumulan. Semua itu mari kita kembalikan kepada dua relasi tadi: percaya dan teguh dalam iman. Bagian kita memberi dan berusaha dengan yang terbaik, dan selebihnya Allah yang mengambil bagian kuasaNya untuk memberi yang terbaik bagi kita. Dengan demikian, seperti ayat 13, sesuatu yang mustahil, seolah mati terkubur, atau yang dari jauh melambai-lambai, termasuk yang merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi,
tetaplah percaya dan teguh. “Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (ayat 6b). Terpujilah Dia. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah bagi kita semua. Tuhan memberkati, amin.

Untuk melihat khotbah lainnya untuk hari Minggu ini dan sesuai leksionari: HENDAKLAH KAMU SIAP SEDIA (Luk 12:32-40), silahkan klik web www.kabardaribukit.org.

(Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Majelis Pertimbangan Sinode GKSI dan Wakil Ketua Dewan Penasihat Alumni ITB Gaja Toba)

KABAR DARI BUKIT (Edisi 4 Agustus 2019)

Perkara di Atas

Firman Tuhan hari Minggu ini – Minggu VIII setelah Pentakosta, Kol. 3:1-4, meminta kita untuk berpikir dan fokus tentang perkara-perkara di atas, bukan soal-soal yang di bumi. Kita telah dibangkitkan bersama Kristus, berarti hidup kerohanian kita memasuki hidup baru bersama dengan Kristus. Meski fisik kita belum berubah, yakni masih memiliki tubuh yang sama, tetapi Allah telah memperbarui roh dan jiwa kita dengan Roh Kudus yang tinggal dan berkuasa di dalam hati kita. Betul, hidup dan tinggal di dunia ini kita tidak bisa lepas dari kebutuhan pangan, sandang, biologis, rasa aman, dan lainnya; demikian juga kita tidak bisa menghindar dari penyakit dan kematian tubuh duniawi yang ada. Bangkit bersama Kristus berarti memberi kesempatan kepada Roh Kudus untuk membaharui hidup kita secara terus menerus (lihat pasal 2 sebelumnya), mengakui bahwa hidup kita sudah menjadi milik-Nya, sehingga kita memiliki sifat dan perilaku serupa seperti Kristus (band. Rm. 6:5).

Memikirkan hal-hal di atas berarti berjuang untuk menempatkan prioritas sorgawi dalam kehidupan praktis sehari-hari. Meski cara berpikir dunia akan mempengaruhi tindakan kita, tetapi kita tetap berkonsentrasi pada hal-hal yang abadi dibandingkan dengan hal yang sementara di dunia ini, dan itu memperlihatkan kedewasaan dalam berpikir. Memikirkan tentang hal-hal di atas berarti melihat kehidupan ini dari sudut pandang Allah dan mencari rencana-Nya dalam hidup kita (lihat Kol 3:15 hingga pasal 4 tentang gambaran bagaimana Kristus menguasai hati dan pikiran orang-orang Kristen – band. Flp 4:9). Hal ini juga akan menghasilkan penangkal bagi kecendrungan materialisme, dan kita juga mendapatkan pemahaman yang benar akan materi dan kekayaan ketika kita melihatnya dari sudut pandang sorgawi. Read more

KABAR DARI BUKIT (Edisi 28 Juli 2019)

Berakar dan Bertumbuh

Firman Tuhan hari Minggu ini – Minggu VII setelah Pentakosta, Kol. 2:6-15, memberi kita petunjuk tentang pentingnya berakar yang kokoh dalam Kristus dan terus bertumbuh di dalam Dia. Untuk kita yang sudah lama lulus sidi atau baptis dewasa, pertanyaan ini tetap relevan bagi kita. Penerimaan dan pengakuan akan Kristus semestinya akar pemahaman dan iman kita semakin tumbuh kuat ke bawah dan batangnya tumbuh ke atas bertambah kokoh dan tahan badai goncangan. Dan, semua itu tampak dalam buah kehidupan kita.

Memang ada godaan isi Alkitab dikatakan tidak masuk akal sehingga tidak layak dipercaya merupakan bisikan setan yang membohongi manusia. Pengutamaan hikmat manusia dengan ilmu pengetahuan dan filsafat kata-kata indah bersama tesis dan antitesis, yang seolah-olah lebih mampu menjelaskan dunia ini dan permasalahan manusia, jelas tidak berdasar (ayat 8). Semua ada tempat dan konteksnya dan saling mengisi. Apalagi mengatakan ada ajaran lain lebih baik, jelas itu isapan jempol. Tidak ada ajaran lain lebih baik yang meminta mengasihi musuh dan Tuhan mau tetap campur tangan dalam segala urusan manusia. Itulah ajaran Alkitab, ajaran Kristiani. Read more

KABAR DARI BUKIT (Edisi 21 Juli 2019)

Keutamaan Kristus

Firman Tuhan hari Minggu ini, Minggu VI setelah Pentakosta, Kol. 1:15-28, berbicara tentang Keutamaan Kristus (ayat 15-23) dan dikaitkan dengan pelayanan dan penderitaan Paulus (ayat 24-28). Melalui Kristus, Allah yang sebelumnya tidak kelihatan menjadi tampak nyata bagi manusia; menjadi manusia dan berbicara langsung dengan manusia (ayat 15). Hampir 400 tahun Allah tidak berbicara kepada manusia melalui nabi-nabi dan yang terakhir nabi Maleakhi, maka keputusan Allah menjadi manusia menjadi sangat tepat.

Yesus Kristus, Gambar Allah, yang satu dengan Bapa (Yoh.10:30) meneguhkan bahwa dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia (ayat 16-17). Seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia (ayat 19), dan itu sangat diperlukan oleh kita umat percaya. Read more

Hubungi Kami

Tanyakan pada kami apa yang ingin anda ketahui!